Transkrip perundingan Kalijati dimuat oleh Harian Asia Raya dengan judul "Peristiwa Akhir Sedjarah Pemerintah Belanda di Indonesia" pada 9 Maret 1943.
Imamura: Apakah tuan sanggup membicarakan di sini tentang menyerah atau meneruskan perang?
Tjarda: Itu tidak bisa.
Imamura: Apa sebabnya?
Tjarda: Bahwa kami sebagai Gubernur Jenderal di Hindia Belanda, sampai pada akhir ini mempunyai hak memimpin balatentara. Tapi baru-baru ini hak tertinggi ini dijabat kembali oleh Wilhelmina.
Ter Poorten: Saya pun tidak mempunyai hak sedemikian.
Imamura: Jika demikian, tuan-tuan datang kemari untuk apa? Apa sebabnya memajukan penghentian perang pada tanggal 7 kemarin dengan memakai utusan militer?
Tjarda: Kami memajukan penghentian perang karena kita tak tahan hati bahwa kota Bandung akan mengalami bencana yang lebih hebat daripada ini dan hendak membuka pintu Bandung untuk Balatentara Nippon.
Imamura: Kalau begitu, balatentara (Belanda) menyerah seluruhnya saja.
Tjarda: Saya tidak berhak. Hanya Wilhelmina yang mempunyai kuasa. Dan untuk mengadakan perhubungan dengan Wilhelmina tidak mungkin.
Pihak Belanda terus mengelak dan berdalih tak berkuasa. Imamura gusar dengan jawaban yang berputar-putar.
Ia menegaskan hanya meminta penyerahan diri Belanda atau melanjutkan perang.
Imamura: Apakah Tuan menjerah tanpa syarat?
Ter Poorten: Saya hanya dapat menyampaikan kapitulasi Bandung.
Imamura: Jika maksud Tuan hanya hendak menyerahkan Bandung dan tidak mau menyerah, sebagaimana yang tuan pertahankan, tak berguna lagi untuk meneruskan pembicaraan ini. Berarti tuan memilih melanjutkan perang.