Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Suryaman
TRIBUNCIREBON.COM, TASIKMALAYA - Tiga kampung di Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, ditinggalkan warga karena tanahnya retak-retak.
Ketiga kampung tersebut, yakni Garadaha, Bojot dan Citeureup.
Musibah tanah retak terjadi sejak lama dan hingga kini masih terjadi.
Kepala Desa Sukapada, Ahmad Hidayat, mengungkapkan, akibat musibah tanah retak berkepanjangan, warga di ketiga kampung itu sebagian sudah mengungsi.
"Kejadian terakhir pertengahan Januari 2021 menyebabkan lima rumah ikut retak-retak. Seluruh penghuninya kemudian mengungsi," ujar Ahmad.
• TAYANG Sesaat Lagi, Live Streaming Sinetron Ikatan Cinta RCTI, Al Lihat Rafael Hapus Air Mata Andin
• Satu Keluarga di Surabaya Ini Jadi Copet, Ibu Berperan Alihkan Perhatian Korban, Ayah Jadi Pengawas
• Warga Cinambo Jengkel pada Deden, Minta Gugatan pada Koswara Dicabut, Sebut Bikin Malu Nama Kampung
Salah seorang warga, Ela (36), warga Kampung Garadaha, yang ikut mengungsi, menuturkan, ia bersama keluarganya terpaksa meninggalkan rumah karena khawatir ambruk.
"Temboknya retak-retak karena tanahnya bergerak. Kami takut rumah ambruk, makanya mengungsi ke rumah saudara," ujar Ela.
Ia berharap pemerintah turun tangan melakukan penanggulangan.
Ada yang Bertahan
Pascamusibah pergerakan tanah melanda tiga kampung di Desa Sukapada, Kecamatan Pagerageung, Kabupaten Tasikmalaya, warga terpaksa mengungsi ke tempat aman.
Ketiga Kampung tersebut yakni Garadaha, Bojot dan Citeureup. Namun dari hasil pemantauan petugas desa, masih banyak warga yang berupaya bertahan di lokasi.
Di antaranya di Kampung Bojot. Untuk mengantisipasi hal tak diinginkan, warga Kampung Bojot selalu siaga ketika hujan deras turun serta cukup malam.
"Ada warga yang harus bersiaga di Pos Ronda. Jika hujan sudah melewati satu jam, warga memberitahu dengan memukul kohkol (bunyi-bunyian di Pos Ronda, Red)," ujar Kepala Desa Sukapada, Ahmad Hidayat, Selasa (3/2/2021).
Kalau kohkol sudah dibunyikan, lanjut Ahmad, berarti warga harus siaga karena hujan turun sudah melebihi waktu satu jam.
"Jika hujan lebih dari dua jam masih turun, kohkol akan kembali dibunyikan pertanda warga harus mengungsi," kata Ahmad.
Tindakan warga untuk mengantisipasi timbulnya korban luka maupun jiwa jika musibah muncul.
"Alhamdulillah hingga saat ini masih relatif aman. Tapi warga tetap siaga dengan kohkolnya" ujar Ahmad
Bencana Serupa di Majalengka
Selain Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka, ada tiga wilayah lainnya yang harus dikosongkan akibat adanya bencana alam.
Bencana itu sangat mengancam jiwa para warga jika terus memaksakan tinggal di lokasi tersebut.
Manajer Pusdalops BPBD Kabupaten Majalengka, Indrayanto mengatakan, hal serupa juga terjadi di Desa Mekarmulya, Kecamatan Lemahsugih.
Disampaikan dia, ada 21 rumah yang harus dikosongkan akibat pergerakan tanah.
Kemudian, di Dusun Cigintung, Desa Cimuncang, Kecamatan Malausma juga terdapat 21 rumah yang rusak dan harus dikosongkan.
Baca juga: Kisah ‘Kampung Mati’ yang Viral di Majalengka Hanya Tinggal 8 Kepala Keluarga Saja yang Menetap
Baca juga: Istri Dibakar Suami Hidup-hidup hingga Tewas, Bela Anaknya Sang Ayah Usir Warga dengan Parang
"Di Mekarmuluya Lemahsugih ada 21 rumah, di Cimuncang Malausma juga 21 rumah yang harus dikosongkan dan warganya harus direlokasi," ujar Indrayanto kepada Tribuncirebon.com, Selasa (2/2/2021).
Selain itu, kata dia, ada 13 rumah warga yang berada di bantaran Sungai Cijurai Kelurahan Munjul yang terkena abrasi dan harus direlokasi.
Saat ini, menurutnya, Pemkab Majalengka tengah berupaya mencari lahan untuk dibangun pemukiman baru sebagai tempat relokasi bagi warga di tiga wilayah tersebut.
"Mau di relokasi baru pengadaan tanah, sudah mengusulkan ke BNPB untuk ditangani. Maksimal tahun ini harus selesai ditangani. Tapi kalau lewat nanti diserahkan ke Pemda ditangani lintas sektoral," ucapnya.
Ia menambahkan, empat lokasi tersebut memang berada di zona merah rawan bencana.
Hal itu juga didukung dari laporan Badan Geologi Bandung dan tidak aman dijadikan tempat tinggal.
Namun dari empat lokasi itu, pergerakan tanah yang paling parah terjadi di Dusun Tarikolot.
Itulah kenapa 180 rumah disana dikosongkan dan 253 kepala keluarga harus direlokasi.
"Memang disana rawan sekali longsor dan harus direlokasi semua. Kejadian terakhir itu sebulan lalu pergerakan tanah yang mengakibatkan jalan bergeser karena terdorong dari atas. Tapi alhamdulillah selama ini tidak ada korban jiwa, paling kerusakan insfratruktur dan rumah tinggal," ujarnya.
Kampung Mati Tarikolot
bencana pergerakan tanah skala besar pernah terjadi di Desa Sidamukti, tepatnya di Blok Tarikolot dengan rusaknya ratusan bangunan rumah.
"Bencana longsor besar menimpa permukiman di Blok Tarikolot Majalengka pada 2006 silam. Sejak saat itu, tercatat sebanyak 253 Kepala Keluarga (KK) di blok tersebut direlokasi ke Blok Buahlega oleh pemerintah setempat pada 2009 sampai 2010," ujar Karwan kepada Tribuncirebon.com, Selasa (2/2/2021).
Baca juga: Ada 2 Mobil Mahal di Rumah Mewah Angel Sepang Disebut Hasil Selingkuh 3 Tahun dengan James Kojongian
Baca juga: Kata Aparat Soal Tempat Pesugihan Ngipri Siluman Ular di Kuningan Tanpa Kuncen Ramai Didatangi Warga
Baca juga: Rebutan Cinta Arjuna, Cewek ABG di Indramayu Ini Dikepung dan Disiksa di Kuburan
Karwan menjelaskan, ada 180 rumah yang rusak karena pergerakan tanah tersebut.
Tak sedikit pula rumah yang tertimbun reruntuhan.
Rata-rata kejadian longsor pada pukul 18.00 WIB sore.
Namun, tak ada korban jiwa setiap kali terjadi pergerakan tanah.
"Sejak longsor besar kami berinisiatif merelokasi ini program pemerintah desa dan Pemkab Majalengka," ucapnya.
10 tahun kemudian, atau tepatnya 2016, sambung dia, bencana pergerakan tanah skala besar kembali terjadi.
Saat itu, masih ada sekitar 20 KK yang memaksa memilih tinggal Blok Tarikolot, karena alasan dekat dengan lahan pertaniannya.
Namun, lambat lain, para warga itu akhirnya menerima untuk direlokasi.
"Waktu bencana besar tahun 2016 masih ada 20 KK memilih tinggal tapi saat itu bencana besar akhirnya warga berhasil dibujuk untuk relokasi. Sekarang tersisa delapan KK tinggal itu juga kadang tidak menginap," jelas dia.
Disinggung terkait banyaknya warga yang meninggalkan tempat tinggalnya itu, Karwan menambahkan, bahwa wilayah tersebut masuk ke dalam zona merah bencana.
Hal itu diperkuat dengan adanya data hasil penelitian badan geologi Kementerian ESDM.
"Data badan geologi setiap 20 tahun sekali ada pergerakan tanah atau longsor. Bahkan tiap detik tanah tersebut juga bergeser kecil,"
"Cirinya kalau musim hujan tidak ada air mengalir atau keluar ke tanah berarti khawatir akan terjadi longsor besar kalau keluar air mengalir berarti longsor kecil," katanya.
Seperti diketahui, Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka viral lantaran kini tak lagi dihuni oleh para warganya.
Puluhan rumah dibiarkan begitu saja dan kini kondisinya sangat kumuh serta kotor.
Kondisi seperti membuat masyarakat tak sedikit yang menyebut blok tersebut dengan sebutan 'kampung mati'.