Kasus Jerinx

Jerinx SID dan Penasihat Hukum Walk Out dari Sidang Perdana, 'Saya Bicara dengan Layar Monitor'

Editor: Machmud Mubarok
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

I Gede Ari Astina alias Jerinx

Para advokat itu yakni Gendo Suardana, I Wayan Adi Sumiarta, I Made Juli Untung Pratama, I Komang Ariawan, Sugeng Teguh Santoso, Dewa Putu Alit Sunarya, I Kadek Agus Suparman, Gde Manik Yogiartha, Fahmi Yanuar Siregar, Gita Sri Pramana, I Ketut Sedana Yasa, dan Sion Tarigan.

"Para advokat ini gabungan dari beberapa kantor advokat di Bali, Jakarta dan sekitarnya. Di sini (surat kuasa) baru masuk 12 nama, satu lagi akan menyusul," ucap Gendo.

Gita Sri Pramana menyatakan, para advokat ini tergabung dalam tim kuasa hukum Jerinx terlepas dari sosoknya seorang publik figur.

Mereka tergerak mengawal proses perkara ini hingga menemukan keadilan.

"Kami tergerak ingin mengawal proses ini supaya hukum benar-benar ditegakkan. Tidak ada hak yang dipangkas. Hak itu mutlak harus diperjuangkan semaksimal mungkin. Semua orang sama di hadapan hukum," tegas Gita.

Tim penasihat hukum Jerinx memperlihatkan surat keberatan dan permohonan sidang tatap muka sebelum diserahkan ke PN Denpasar, Senin (7/9/2020). (Tribun Bali/Putu Candra)

Minta Sidang Tatap Muka

Kemarin tim kuasa hukum Jerinx mendatangi Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Kedatangan tim kuasa hukum yang dikomandoi Gendo untuk menyampaikan surat keberatan atas persidangan online, dan memohon sidang dugaan ujaran kebencian yang menjerat Jerinx digelar secara tatap muka.

"Kami keberatan atas rencana sidang online, dan memohon untuk sidang terbuka atau tatap muka. Surat ini kami sampaikan kepada Ketua PN Denpasar cq majelis hakim yang akan memeriksa dan mengadili perkara ini," kata Gendo sebelum menyerahkan surat ke pihak PN Denpasar.

Diajukannya keberatan ini, kata Gendo, berdasarkan pada beberapa berita terkait rencana pelaksanaan sidang online yang digelar oleh pihak PN Denpasar.

"Intinya kami menolak rencana sidang online karena beberapa alasan. Yang paling pokok adalah, sidang online terhadap kasus Jerinx dan kami juga mendapat informasi dari jaksa yang memberitahukan secara teknis nantinya majelis hakim dan penitera akan bersidang di PN Denpasar, ruang Cakra. Kemudian tim jaksa di pembuktian dengan menghadirkan para saksi dan ahli mereka akan sidang di Kantor Kejati Bali. Terdakwa didampingi kami saat pembuktian bersama saksi dan ahli itu di Kantor Polda Bali," ucapnya.

Dengan teknis sidang seperti itu, kata Gendo akan sangat memberatkan kliennya dan tim penasihat hukum.

"Pada pokoknya itu dapat merampas hak asasi manusia dan merampas hak konstitusi Jerinx," ujarnya.

Beberapa pertimbangan lainnya, kata Gendo adalah sidang online bertentangan dengan Undang-Undang.

"Dari Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan KUHAP itu jelas pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik di hadapan sidang. Jika kemudian terdakwa dihadirkan secara online, maka itu bertentangan, baik itu KUHAP maupun Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman," tegas pemilik kantor advokat Gendo Law Office (GLO) ini.

Kedua menurutnya, sidang online berpotensi atau bahkan dapat menghambat upaya-upaya kebenaran materiil. Belum lagi terkendala teknis seperti rentan ganguan jaringan internet dan peretasan.

"Itu akan sangat menganggu. Atau bisa saja saat sedang berjalannya pemeriksaan keterangan saksi, koneksi internet terganggu. Saksi bisa tidak independen karena dipengaruhi orang," tuturnya.

Halaman
1234

Berita Terkini