Jelang Dedi Mulyadi Datang ke Cirebon untuk Musrenbang, Satpol PP Razia Pengemis hingga Reklame Liar

Musrenbang Jawa Barat akan digelar di Gedung Jaya Dewata, Jalan Siliwangi, pada hari ini.

|
Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Dok Satpol PP Kota Cirebon
AMANKAN PENGAMEN BATMAN - Satpol PP mengamankan pengamen Batman saat melakukan penertiban PGOT jelang kedatangan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi ke Kota Cirebon. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Menjelang kunjungan kerja Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi ke Kota Cirebon dalam rangka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang), Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Cirebon gencar melakukan penertiban di berbagai titik strategis.

Penertiban tersebut menyasar Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS), seperti pengemis, manusia silver, pengamen jalanan, anak jalanan, hingga Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) yang berkeliaran di ruang publik.

Selain itu, Satpol PP juga menertibkan berbagai reklame liar yang tak berizin.

“Pembersihan sudah kami lakukan sejak dua minggu lalu dan terus dilanjutkan setiap hari,” ujar Plt Kepala Bidang Penegakan Perda Satpol PP Kota Cirebon, Rahmat, saat ditemui di kantornya, Rabu (6/5/2025).

Menurut Rahmat, lokasi penertiban difokuskan di perempatan lampu merah, taman kota, jalan protokol, dan kawasan pusat keramaian.

Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya menciptakan ketertiban dan keindahan kota.

“Kegiatan ini terus kami lakukan hingga hari ini. Seluruh regu, mulai dari Regu 1 hingga Regu 6, dikerahkan penuh di lapangan untuk mengantisipasi gangguan ketertiban umum sampai sore hari."

"Setelah itu, tugas dilanjutkan oleh Linmas yang sudah kami tempatkan di titik-titik tertentu,” ucapnya.

Rahmat menambahkan, dari hasil pemetaan, mayoritas PMKS yang terjaring merupakan pendatang dari luar Cirebon.

“Dari pemetaan kami, sekitar 85 persen adalah pendatang dari luar Cirebon."

"Mereka sudah kami data dan beberapa telah mendapat pembinaan serta kami koordinasikan dengan Dinas Sosial,” ujar dia.

Untuk menyukseskan kedatangan Gubernur, seluruh personel Satpol PP dikerahkan melalui skema Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) dan bersinergi dengan unsur Linmas.

“Beliau datang tidak hanya untuk Musrenbang, mungkin juga ingin meninjau langsung kondisi Kota Cirebon."

"Maka dari itu, kami pastikan kondisi kota tetap tertib, aman, dan nyaman,” katanya. 

Musrenbang Provinsi Jawa Barat dijadwalkan berlangsung di Gedung Bale Jaya Dewata (Gedung Kanegaraan), Jalan Siliwangi, Kota Cirebon pada Rabu, 7 Mei 2025 dan akan dipimpin langsung oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.

TATA KOTA - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi saat pidato di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD Jawa Barat 2025–2029 dan RKPD 2025 di Gedung Negara, Bale Jaya Dewata, Kota Cirebon, Rabu (7/5/2025). Dedi Mulyadi menyoroti persoalan tata kota di wilayah bantaran sungai, termasuk di Kota Cirebon.
TATA KOTA - Gubernur Jabar, Dedi Mulyadi saat pidato di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD Jawa Barat 2025–2029 dan RKPD 2025 di Gedung Negara, Bale Jaya Dewata, Kota Cirebon, Rabu (7/5/2025). Dedi Mulyadi menyoroti persoalan tata kota di wilayah bantaran sungai, termasuk di Kota Cirebon. (Tribuncirebon.com/Adhim Mugni)

Keukeuh Pakai Nama Bale Jaya Dewata

Perubahan nama Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata yang kini difungsikan sebagai kantor Gubernur Jawa Barat menuai sorotan dari para budayawan dan pegiat sejarah.

Namun, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meminta agar kritik yang dilontarkan tetap objektif dan tidak berlebihan.

Dedi menegaskan, nama Jaya Dewata yang disematkan pada kantor gubernur di Cirebon bukan tanpa dasar.

“Jaya Dewata itu kan nama dari Prabu Siliwangi. Nah, Siliwangi itu kan nama leluhurnya Cirebon,” ujar Dedi saat diwawancarai di Kantor Gubernur Bale Jaya Dewata, Rabu (7/5/2025).

Ia juga menanggapi kritikan sejumlah budayawan yang menyayangkan tidak adanya pelibatan masyarakat lokal dalam penamaan gedung tersebut.

“Soal respons budayawan lokal yang tidak dilibatkan, itu kan soal penamaan. Saya juga punya posisi yang saya terapkan."

"Harusnya yang menjadi sorotan itu adalah ketika gedung ini dulu tidak diurus. Kenapa waktu gedungnya kumuh, gelap, tidak ada yang mengomentari?” ucapnya.

Menurutnya, kini kondisi gedung sudah lebih baik dan layak.

“Sekarang gedungnya bersih, terawat. Tidak hanya gedungnya, jalannya juga sudah mulai bersih."

"Mari kita sama-sama kritis terhadap setiap hal, tapi kritiknya harus objektif."

"Jangan mengkritisi hal yang sebenarnya baik tapi diributin,” ujar dia.

Dedi pun menyindir bahwa yang seharusnya dikritik adalah pemimpin yang abai terhadap tanggung jawabnya.

“Yang harus diributin itu pemimpin malas, yang tidak ngurus kesenian, orang miskin, jalan. Jangan pemimpin rajin terus-terusan dikritik,” katanya.

Sebelumnya diberitakan sejumlah budayawan tetap mempertanyakan proses dan dasar pemilihan nama tersebut.

Pemerhati budaya Cirebon, Jajat Sudrajat, mengaku terkejut saat mengetahui nama gedung berubah menjadi Bale Jaya Dewata.

“Loh saya kaget, ini penamaan ini dasarnya apa? Kok tidak ada satu pun orang Cirebon yang diajak bicara?” ujar Jajat saat ditemui wartawan, Kamis (24/4/2025) lalu. 

Ia menyayangkan kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses pemberian nama gedung yang memiliki nilai historis tinggi itu.

“Betul, kepemilikannya provinsi. Tapi lokusnya ada di Kota Cirebon loh. Kalau pun Gubernur punya wacana, apa salahnya ngajak bicara? Terlepas dari perwakilan keraton, pegiat budaya, saya pikir agar tidak jadi polemik,” ucapnya.

Jajat juga mempertanyakan relevansi nama Jaya Dewata dengan sejarah lokal.

“Jaya Dewata itu nama muda Prabu Siliwangi. Beliau belum pernah ke Cirebon kok. Kita punya tokoh lokal seperti Panembahan Losari atau Pangeran Sucimanah."

"Cuma mbok ya saat pemberian nama, diajak diskusi. Catat, bukan alih fungsinya, tapi penamaannya,” ucap dia. 

Tokoh budaya lainnya, Chaidir Susilaningrat, menilai penamaan gedung dilakukan secara sepihak dan tanpa sosialisasi.

“Penamaan gedung bersejarah semestinya dimusyawarahkan dengan semua stakeholder kebudayaan. Mengingat penamaan gedung itu berkaitan dengan upaya pelestarian warisan budaya bangsa,” kata Chaidir.

Chaidir mengungkapkan, gedung yang dibangun pada 1808 itu memiliki sejarah panjang dan sempat digunakan sebagai markas pasukan Belanda, hingga terakhir difungsikan sebagai Creative Center oleh Gubernur sebelumnya, Ridwan Kamil.

Baca juga: Jelang Kunjungan Gubernur Dedi Mulyadi, Jalanan Cirebon Timur Diwarnai Spanduk Protes Warga

Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved