Jamaah Islamiyah Bubarkan Diri

Sejarah Jamaah Islamiyah, Dari Abdullah Sungkar Hingga Bubar

Membaca kisah organisasi Al Jamaah Al Islamiyah atau lebih popular disebut Jamaah Islamiyah atau JI, adalah membaca sejarah panjang Indonesia

TRIBUNNEWS/SIGIT ARIYANTO
Abu Fatih alias Abdullah Anshori, Sabarno alias Amali, Dodi alias Fiko, dan Ustad Hasan 

TRIBUNCIREBON.COM- Membaca kisah organisasi Al Jamaah Al Islamiyah atau lebih popular disebut Jamaah Islamiyah atau JI, adalah membaca sejarah panjang Indonesia modern warisan perang kemerdekaan.

Nama Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo tak bisa dilepaskan dari kemunculan Jamaah Islamiyah  berpuluh tahun kemudian.

Ada kesamaan ideologis di antara perjuangan JI dengan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Bahkan ada yang menyebut Jamaah Islamiyah adalah salah satu bagian kelanjutan perjuangan NII DI/TII.

Kartosuwiryo secara ideologis dan politis melahirkan gerakan Negara Islam Indonesia (NII) DI/TII di Garut dan sekitarnya pada 7 Agustus 1949.

Menyebut nama Kartosoewirjo, bagaimanapun tak bisa dilepaskan dari sejarah perjalanan murid-murid dan anak asuh Haji Oemar Said Tjokroaminoto di Gang Peneleh VII, Kota Surabaya.

Dua nama penting lain adalah Soekarno dan Semaoen. Soekarno kelak jadi Presiden pertama Republik Indonesia.

Sedangkan Semaoen bersama Alimin dan Muso kelak menjadi pentolan tokoh Partai Komunis Indonesia. 

Akan halnya Kartosoewirjo, kelak sesuai perjuangan yang dipilihnya, memimpin NII DI/TII yang mengangkat senjata melawan pemerintahan Soekarno.

Kartosoewirjo, Soekarno, dan Semaoen pernah tinggal serumah di kediaman Haji Oemar Said  Tjokroaminoto. Sejak muda mereka menyemai pemikiran di guru yang sama.

Di rumah ini pula tokoh-tokoh pendiri Muhammadiyah di kemudian hari, seperti KH Ahmad Dahlan dan KH Mas Mansyur kerap ikut berkumpul.

Akhir tragis terjadi di antara Kartosoewirjo, Soekarno, dan Semaun. Ketiganya bersimpang jalan karena faktor ideologis dan jalan politik yang dipilih.  

Ketika gerakan NII DI/TII dipukul pasukan TNI dan Kartosoewirjo ditangkap, Presiden Soekarno dengan berat hati meneken pelaksanaan eksekusi mati Kartosoewirjo di sebuah pulau di Teluk Jakarta.

Kematian SM Kartosoewirjo meredakan perlawanan NII DI/TII, yang selama beberapa tahun telah menghanguskan sebagian wilayah Priangan Timur.

Melompat beberapa tahun kemudian, generasi penerus NII DI/TII menghidupkan kembali gerakan itu dalam bentuk lain dengan corak organisasi yang beragam.

Muncul nama Komando Jihad atau Komji, yang diwarnai aksi-aksi perampasan atau fa’i oleh kelompok Warman, dan penyerangan markas militer serta pos-pos polisi.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved