Hari Santri

Sejarah Hari Santri Nasional: Gerakan Jihad Fi Sabilillah Santri di Indonesia dalam Mengusir Belanda

Sejarah Hari Santri diawali dengan kembalinya tentara Belanda ke Indonesia pasca Perang Dunia II.

Tribunnews
SEJARAH Hari Santri Nasional: Gerakan Jihad Fi Sabilillah 

Tokoh pahlawan nasional Bung Tomo memberikan pidato untuk menggelorakan semangat rakyatnya, setelah terbitnya Resolusi Jihad.

Sebelumnya, Bung Tomo menemui KH. Hasyim Asyari di Pesantren Tebuireng.

KH. Hasyim Asyari menyarankan pekik takbir harus senantiasa mengiringi pidato Bung Tomo.

Resolusi Jihad berhasil menjadi peganggan spiritual bagi para pemuda pejuang di kawasan Jawa dan Madura.

Sementara di Surabaya, rakyat sedang menunggu pecahnya pertempuran melawan Belanda.

Mereka menanti kesatuan pemuda yang berbondong-bondong ke Surabaya.

Ultimatum dari Belanda sama sekali tidak meruntuhkan mental pejuang dan rakyat Surabaya.

Baca juga: LINK Download Logo Hari Santri 2023 Resmi dari Kemenag, Bisa Dipakai untuk Acara di Pondok Pesantren

Pertempuran melawan pasukan Belanda

Pada tanggal 9 November malam hingga dini hari tanggal 10 November, tidak ada satupun penduduk kota Surabaya yang tidur.

Semua memasang barikade penutup jalan untuk menghambat gerakan musuh.

Namun, di tengah ketegangan malam itu, ratusan pejuang berkumpul di Kampung Baluran Gang V.

Mereka antre bergiliran menunggu pemberian air yang telah didoakan oleh ulama yang berasal dari Banten, KH. Abbas Djamil.

Para ulama juga menjadi garda depan pertempuran di Surabaya.

Prediksi Belanda meleset jauh, dukungan logistik yang melimpah, alutsista yang modern serta ribuan serdadu ternyata kesulitan menaklukan Surabaya.

Prediksi Surabaya dapat dikuasai dalam waktu 3 hari, ternyata pontang-panting Belanda baru bisa merangsek masuk setelah 100 hari pertempuran.

Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved