Kredit Macet di BPR KR Indramayu
WAWANCARA Eksklusif Bupati Indramayu Nina Agustina soal Kredit Macet BPR Rp 230 Miliar Bagian 1
Bupati Indramayu, Nina Agustina, mengatakan sebagai kuasa pemilik modal (KPM), pihaknya terus berkoordinasi dengan OJK dan Kemendagri
Penulis: Handhika Rahman | Editor: dedy herdiana
TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Kasus kredit macet di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Karya Remaja Indramayu seperti bom waktu.
Jumlah kredit bermasalah di BPR KR Indramayu ini sangat fantastis, mencapai Rp 230 miliar.
Bupati Indramayu, Nina Agustina, mengatakan sebagai kuasa pemilik modal (KPM), pihaknya terus berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) agar tidak salah langkah.
Berikut petikan wawancara eksklusif Pemimpin Redaksi Tribun Jabar, Adi Sasono dengan Bupati Indramayu, Nina Agustina, di Studio Tribun Jabar, Kamis (4/5/2023).
Bu Nina, bisa diceritakan awal temuan kredit macet seperti apa?
Awalnya tahun 2021, bulan Februari.
Jadi sekitar bulan April sampai Juni ada pemeriksaan dari OJK yang melaporkan kepada kita ada kredit macet sebesar Rp 29 miliar.
Saya langsung kaget Rp 29 miliar, besar sekali. Kemudian dari Dirut [BPR Karya Remaja Indramayu] yang sekarang sudah jadi tersangka juga minta penyertaan modal kembali.
Saya tidak ACC karena saya tidak tahu ya seperti apa, kredit macet ini harus dicek dahulu.
Karena saya pikir kalau ini di-ACC akan terjadi sesuatu hal yang besar lagi.
Terjawablah pada Januari 2022 saat ada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jadi saya sampai bilang begini, ini jangan ada suatu permainan.
Dirut ini juga minta untuk mundur. Tapi kalau mundur nanti siapa yang bertanggung jawab kalau ada masalah?
Kemudian sekitar bulan Februari sampai Maret, singkat cerita saya minta kepada OJK untuk mengaudit BPR lagi, temuannya ternyata lebih besar lagi bukan Rp 29 miliar tapi Rp 150 miliar.
Waktu itu Ibu merasa belum berhenti di situ?
Iya pastinya, karena itu hanya permukaan, pasti kalau diaudit lebih akan tergali terus.
Saya lalu laporan, minta Kejari. Akhirnya kasusnya diambil alih Kejati dan ada penetapan tersangka.
Dalam perjalanannya ini ternyata terus menggulung sampai Rp 230 miliar.
Nah, kita rapat terus, langkah pertama saya sebagai Kuasa Pemilik Modal [KPM] kita membentuk Satgas dan diketahui oleh OJK.
Satgas itu tugasnya apa Bu?
Satgas tugasnya memverifikasi, mencari tahu semuanya, seperti apa sih mulai dari data-data semua pinjaman ada enggak sih, jaminan-jaminan pinjaman kreditnya seperti apa.
Akhirnya temuannya banyak, antara lain yang paling mengejutkan adalah pemeriksaan dari Kejati. Itu ada grup-grup, ada 13 grup.
Fantastisnya walau nilainya besar, tidak membayar pokok dan bunga.
Jadi ini sakitnya itu dari 2013, kalau sekarang sudah 10 tahunan.
Dan yang saya baca setelah saya minta berkas dari Plt Dirut sekarang, ternyata setiap tahun OJK sudah membuat audit.
Sudah kita minta dan sudah banyak sakit dari dulu, cuma memang kecil, jadi laporan keuangannya dibuat bagus dan dibuat tidak ada masalah.
Saya tanya kepada Plt Dirut, kok seperti ini? Jawabannya, 'kami diperintah oleh atasan'. Oleh dirutnya dulu.
Jadi peminjam kredit di top up kembali atau pura-pura bayar, ini sebenarnya uang BPR juga.
Terus dipecah nama jadi nama si A, B, C, D, itu salah satunya. Ini semakin digali semakin dalam semakin banyak temuannya.
Yang saya dengar ada pinjaman tanpa agunan?
Iya ada, pertama tanpa agunan. Kedua, tidak diikat Hak Tanggungan [HT].
Ketiga, hanya ada Akta Jual Beli [AJB]. Ini kita cek lagi, kalau hanya AJB saja itu jangan-jangan tanahnya sudah jalan ke mana lagi.
Setelah dihitung dari kredit macet fantastis itu jaminannya cuma Rp 106 miliar.
Ini hampir tiap hari kita rapat sampai malam karena setiap hari ada temuan-temuan.
Bukan hanya kepada nasabah saja ternyata, tapi kepada bank-bank lainnya juga, itu ada kurang lebih 40 bank dan nominalnya Rp 100 miliar lebih.
Jadi permasalahan ini akumulasi dari permasalah-permasalahan dari masa lalu dan meledaknya di tahun saya menjabat.
Berarti sebenarnya kalau kemarin tidak ada RUPS, enggak akan terjawab?
Saya sempat marah ini, kamuflase. Kita berdebat waktu itu, saya minta (direksi BPR KR) jujur sama saya.
Jadi saya bilang, ini tidak bisa saya harus melibatkan OJK, kalau enggak dibongkar sekarang, mau kapan lagi dibongkar?
Bu bisa disebutkan pinjaman yang tidak sesuai?
Jadi gini, saya pernah sidak ke BPR Pusat. Itu yang namanya berkas, berantakan.
Mereka menaruh sembarangan. Mungkin karena dianggap tidak berharga.
Jadi itu juga ada temuan dari OJK tahun 2018 karena ada kesalahan juga bahwa berkas-berkas yang berceceran.
Makanya saya anggap ini pembobolan bank, atau maling, atau apalah.
Salah satunya disampaikan staf pusat itu, kalau mau pinjam kredit by order. Maksudnya saya nih mau pinjam kredit, berapa? Rp 1 miliar, oke.
Biasanya kan dianalisa dulu, tapi ini enggak dan langsung keluar, dan tercatat ada tanda tangan jajaran direksi.
Setelah kita gali lagi memang ada temuan lagi, salah satunya ada temuan penjual es kelapa. Itu pinjam Rp 600 juta, dia usahanya es kelapa saja jadi diatasnamakan si A.
Dia kecipratan dapat bagian enggak?
Sempat ditanyakan katanya cuma dapat Rp 500 ribu.
Kedua, usaha sablon, kurang lebih Rp 3-3,5 miliar.
Setelah kita cek Kredit Surat Perintahnya ternyata dia itu usahanya pertanian.
Lalu keuangannya, unit-unit usahanya itu dibuat fiktif semua dengan penghasilan tiap bulannya Rp 400 juta jadi masuklah kalau pinjem Rp 3,5 miliar.
Kita kan punya datanya, kita samperin lah, ternyata dia cuma usaha sablon. Kita tanya, 'Anda tahu enggak soal pinjaman ini?'. Enggak tahu, katanya. Jadi atas nama.
Yang atas nama ini membayar tidak?
Enggak. Macet dan agunannya taruh nih sertifikat. Terus diambil lagi cover note. Kita juga mau cek notarisnya.
Terlibat tidak notarisnya. Makanya saya bilang ini akan terus bergulung dan akan terlibat banyak orang.
Ini banyak rekayasa data. Kami Satgas ini tiap hari pulangnya malam, tapi ya yang namanya PR itu harus dikerjakan.
Sebagai kepala daerah tentu akan kami kerjakan walau tidak semudah membalikan telapak tangan. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.