Keraton di Cirebon
Menengok Tradisi Jamasan di Keraton Kasepuhan pada Awal Suro atau Muharram, Masih Eksis Kah?
Tradisi mencuci benda-benda pusaka atau Jamasan ini juga biasa diselenggarakan di salah satu keraton di Cirebon, yakni Keraton Kasepuhan
TRIBUNCIREBON.COM - Hampir di setiap keraton di Indonesia selalu melaksanakan tradisi Jamasan di bulan Suro atau Muharram.
Tradisi mencuci benda-benda pusaka atau Jamasan ini juga biasa diselenggarakan di salah satu keraton di Cirebon, yakni Keraton Kasepuhan, Cirebon.
Benda-benda pusaka di Keraton Kasepuhan yang merupakan peninggalan para leluhur sejak berdiirinya Kerajaan Cirebon atau Kesultanan Cirebon itu hingga sekarang masih disimpan di Museum Keraton Kasepuhan.
Baca juga: Menyingkap Jejak Kerajaan Cirebon Lewat 10 Bukti yang Wajib Anda Ketahui, Termasuk Adanya Keraton
Nah, biasanya setiap memasuki bulan Suro benda-benda pusaka yang tersimpan di Museum Keraton dicuci melalui ritual yang akrab disebut tradisi Jamasan.
Lantas apakah tradisi Jamasan di Keraton Kasepuhan ini masih eksis terlestarikan?
Penelusuran Tribuncirebon.com, beberapa tahun lalu tradisi ini masih eksis digelar. Seperti dilansir dari Intisari.grid.id, pada tahun 2017 lalu, tradisi Jamasan masih dilaksanakan di Keraton Kasepuhan.

Ketika itu awal pelaksanaannya dilakukan persis pada malam peralihan Tahun Baru Islam dan upacaranya dipimpin oleh Lurah Dalem Kesepuhan Mohamad Maskun.
Dijelaskan Mohamad Maskun, pembersihan benda pusaka ini dilaksanakan secara bertahap dalam rentang waktu tanggal 1 sampai 10 Suro.
Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan mencuci benda pusaka itu dilakukan melalui upacara khusus yang diawali dengan pembacaan doa.
Saat proses pencucian harus mengikuti syarat yang tak bisa ditinggalkan, seperti larangan menggunakan zat kimia untuk melunturkan karat.
Sekuat apa pun karatnya, tetap harus dibersihkan dengan ramuan tradisional, semisal campurah jeruk nipis dan air kelapa.
Baca juga: 10 Muharram Tinggal 3 Hari Lagi, Ritual Tradisi Selametan Bubur Suro di Keraton Kanoman Digelar Kah?
Awalnya, benda-benda pusaka itu direndam dalam bak besar. Lama perendaman antara 2 hari - 1 minggu.
Selesai direndam, sang pusaka dimandikan dengan air kembang tujuh rupa. Tak ada patokan harus memakai bunga tertentu. Tapi, bunga-bunga pembawa wangi klasik, seperti mawar dan melati lazim dipakai.
Pusaka-pusaka kecil, seperti keris, pisau, atau tombak biasanya selesai paling awal. Sementara benda seperti tameng (perisai) perang, gamelan, dan sejenisnya jelas tak bisa diselesaikan dalam satu-dua hari.
Itu sebabnya, total waktu pencucian bisa mencapai 10 hari.
Lalu bagaimana dengan tahun ini, 2022 atau 1444 Hijriyah?
Patut disyukuri berdasarkan penelusuran Tribuncirebon.com di mesin pencari google, ternyata tradiisi Jamasan di Keraton Kasepuhan ini masih eksis dilaksanakan.
Tepatnya pada hari Minggu 31 juli 2022 lalu atau 1 Muharram atau 1 Suro, tahun 1444 Hijriyah, tradisii itu mulai dilaksanakan di Keraton Kasepuhan.
Tradisi Jamasan tersebut berlangsung di halaman dalam samping museum Keraton Kasepuhan.
Dijelaskan bahwa makna yang terkandung dalam tradisi Jamasan atau pencucian benda pusaka pada bulan Suro atau Muharam di Keraton Kasepuhan Cirebon ini sangat luhur.
Banyaknya benda pusaka dicuci mencapai ratusan dengan beragam jenisnya.
Pada kesempatan itu, Direktur Badan Pengelola Keraton Kasepuhan, Ratu Alexandra menjelaskan bahwa tradisi Jamasan benda pusaka ini diadakan rutin setiap tanggal 1 Suro atau 1 Muharram. Tradisi ini dilaksanakan selama 10 hari.

Adapun benda-benda pusaka yang dicuci itu yang terbuat dari bahan logam atau yang berkarat. Kemudian pada hari kelima, pencucian dua kerata Singa Barong yang asli dan duplikatnya.
Dijelaskan Ratu Alexandra, makna dari tradisi Jamasan ini yaitu merawat peninggalan leluhur Cirebon yang sudah berusia ratusan tahun.
Sebagian artikel ni telah tayang di intisari.grid.id