8 Tuntutan Nelayan Pantura kepada Pemerintah Soal BBM, Ancam Turun ke Jalan Jika Tak Dipenuhi
Organisasi Paguyuban Nelayan Seluruh Pantura itu pun meminta kepeda pemerintah untuk memperhatikan nasib nelayan.
Penulis: Handhika Rahman | Editor: Mumu Mujahidin
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman
TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Sebanyak 8 tuntutan dilayangkan para nelayan yang tergabung dalam Front Nelayan Bersatu (FNB) di Pelabuhan Karangsong Indramayu, Jumat (3/6/2022).
Aliansi nelayan yang terdiri dari DPC HNSI kota/kabupaten se-Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta Utara, dan Organisasi Paguyuban Nelayan Seluruh Pantura itu pun meminta kepeda pemerintah untuk memperhatikan nasib nelayan.
Koordinator Umum FNB, Kajidin mengatakan, pertama, FNB menuntut pemerintah atau pihak terkait lainnya merevisi peraturan pemerintah (PP) Nomor 85 Tahun 2021.
"Yakni terkait indeks tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca-produksi, untuk ukuran kapal gross tonnage (GT) kurang 60 adalah 2 persen dan kapal ukuran antara 60 sampai dengan 100 GT adalah 3 persen," ujar dia kepada Tribuncirebon.com.

Lanjut Kajidin, kedua, FNB menolak masuknya kapal asing dan eks asing ke wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia dan penurunan tarif tambat labuh.
Ketiga, meminta alokasi izin penangkapan 2 WPP yang berdampingan.
Keempat, mengusulkan adanya harga BBM industri khusus untuk kapal nelayan di atas 30 GT dengan harga maksimal Rp 9 ribu per liter.
Kelima, meminta alokasi tambahan BBM bersubsidi jenis solar untuk nelayan ukuran maksimal 30 GT dan Pertalite bersubsidi untuk kapal di bawah 5 GT.
Keenam, merevisi sanksi denda administrasi terkait pelanggaran WPP dan Vassel Monitoring System (VMS) atau Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP).
Baca juga: Harga Solar Makin Mahal, Nelayan di Indramayu Berharap Pemerintah Dengarkan Jeritan Mereka
"Karena ada kawan kita yang berangkat nerjang WPP kena denda. Orang Dadap Indramayu kena denda Rp 390 juta, orang Tegal ada Rp 772 juta, jadi kasihan mereka berangkat melaut tapi pulang tidak dapat apa-apa," ucap dia.
Ketujuh, lanjut Kajidin, meminta pemerintah untuk lebih mengedepankan tindakan pembinaan dalam pelaksanaan penegakan hukum kapal perikanan.
Kedelapan, meminta pemerintah agar mengakomodir kapal-kapal eks cantrang untuk dialokasikan izinnya menjadi jaring tarik berkantong dan mempermudah dalam proses perizinan.
Sejauh ini, Kajidin menilai, kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikan (KKP) belum berpihak sepenuhnya kepada pelaku usaha maupun nelayan.
"Kebijakan KKP ini lebih kepada target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ada kenaikan sekira 12 triliun. Dan hal itu dipaksakan dan diterapkan pada kami," ujar dia.
FNB pun, kata Kajidin, banyak mendapat keluhan dari rekan sesama nelayan karena indeks tarif pasca-produksi pada aturan diberlakukan sebesar 10 persen untuk pelaku usaha.
Hal ini dirasa sangat memberatkan, terlebih dengan adanya sanksi administrasi pelanggaran dan denda yang mempersempit peluang usaha nelayan untuk dapat bertahan.
Masih disampaikan Kajidin, pihaknya pun mengancam bakal turun ke jalanan melakukan aksi di Jakarta jika perbaikan PP tersebut tidak segera dilakukan.
"Sebagai hasil kesepakatan bersama, apabila sampai dengan akhir Juli 2022 belum juga ada perbaikan dalam PP tersebut, maka kami bersama ribuan nelayan Pantura lainnya akan melakukan aksi damai ke Jakarta," ujar dia.
Baca juga: Sinyal Kuat Kenaikan Harga Pertalite, Solar dan Gas Elpiji 3 kg, Ini Kata Pertamina