Emmeril Khan Hilang di Swiss
Sulitnya Melakukan SAR Sungai Dalam Pencarian Eril, Ini Kata Pegiat Senior Alam Bebas di Bandung
Dalam pandangan pegiat senior alam bebas di Bandung, Yayat Hidayat, akrab disapa Yat Lessie, operasi SAR di sungai sama sekali tidak mudah
Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
TRIBUNCIREBON.COM - Pencarian terhadap Emmeril Kahn Mumtadz, putra sulung Gubernur Jabar, Ridwan Kamil, yang hilang di Sungai Aare, Bern, Swiss, terus dilakukan.
Hingga hari ke lima pencarian, Selasa (31/5/2022), tim SAR setempat yang merupakan gabungan personel polisi, damkar, penyelam dan warga profesional, masih menyisir wilayah-wilayah yang dicurigai menjadi tempat tenggelamnya Eril, nama akrab penyintas.
Dalam pandangan pegiat senior alam bebas di Bandung, Yayat Hidayat, akrab disapa Yat Lessie, operasi Search and Rescue (SAR) di sungai sama sekali tidak mudah.
Baca juga: Doa-doa untuk Eril Khan Terus Mengalir dari Warga Jabar untuk Keselamatan Anak Ridwan Kamil
Dikatakannya, ada beberapa kasus yang dengan cepat bisa menemukan korban, namun terdapat beberapa kasus lain yang memakan waktu cukup lama. Berkaca dari operasi-operasi SAR sungai di dalam negeri, lanjut Yat Lessie, memang terdapat sekian banyak kendala2 khas, yang hanya ada didalam operasi menolong orang tenggelam di sungai atau bahkan danau / situ.
"Kondisi alam memang menjadi salah satu variable yang menyulitkan operasi. Medan operasi yang berupa lingkungan berair / basah, berbeda dengan SAR darat umpamanya. Sekian banyak aspek harus diteliti dan dianalisa, agar operasi bisa dilakukan dengan efektif dan efisien," kata Yat Lessie seperti ditulis di dinding akun Facebook pribadinya, Selasa (31/5/2022).
Yat Lessie yang berpengalaman dalam sejumlah operasi SAR itu mencontohkan, debit dan derasnya arus, bisa membuat survivor terbawa jauh dari titik awal kecelakaan. Lalu kekeruhan air, membuat pandangan didasar sungai menjadi gelap karena sedimentasi lumpur. Variabel lainnya, suhu air, akan mampu membuat survivor kehilangan panas tubuhnya, sehingga menderita kram dan hypothermia.
Kemudian dasar sungai, jika berbatu akan membuat aliran sungai lebih deras saat memasuki celah-celah batuan. Selanjutnya,
batu-batu besar didasar sungai, seringkali menjadi jebakan orang tenggelam karena anggota badannya terjepit pada batuan2 tadi. Sehingga sulit melepaskan diri.
"Pada titik-titik tertentu di aliran sungai, terdapat bagian yang lebih dalam dari yang lainnya. Airnya cenderung mengalir kalem, tetapi bisa sangat dalam. Seperti “leuwi” di sunda. Orang tenggelam, badannya akan turun kedasar sungai, dan tidak akan mengapung seperti karet busa. Mayat survivor umumnya di daerah tropis, akan mulai mengambang setelah jangka waktu 3 hari, yaitu ketika sudah memasuki proses pembusukan dan naik ke permukaan air," jelas Yat Lessie.

Sehingga lanjut Yat Lessei, metode pencarian umumnya adalah dengan cara mengarungi sepanjang aliaran sungai, menggunakan perahu karet atau melakukan penyelaman pada titik-titik yang mencurigakan. Sebagian tim yang lain bergerak sepanjang sisi dan bantaran sungai. Mereka memeriksa setiap ceruk dan celah di tepi sungai.
"Sekian tahun yang lalu, seorang instruktur rafting dari sebuah mapala di Bandung, jatuh dan cedera pada kepala di sungai Citarum. Mayatnya baru ditemukan beberapa hari kemudian, dengan jarak 20 km dari lokasi kejadian. Jadi bisa dibayangkan operasi SAR dengan rentang jelajah sepanjang itu di Swiss," ujar Yat Lessie.
Melihat kondisi sungai di Swiss, kata Yat, tentu kendalanya semakin banyak. Salah satunya suhu air di sungai-sungai di Eropa saat ini. Kendala lainnya, lanjut Yat Lessie, banjir dari hulu dan pegunungan yang berasal dari tumpukan salju yang meleleh, membuat suhunya menjadi sangat dingin.
Lalu lelontoran air deras ini akan mengupas tanah di sekitarnya, sehingga menjadi keruh, dan tumpukan sedimen di dasar akan semakin menebal.
"Tumpukan batuan besar di dasar akan dengan mudah menjepit anggota badan survivor, sehingga terjebak dan tak bisa bergerak. Dan membuatnya tetap berada didasar sungai, sehingga pencarian menjadi semakin tak mudah," ujat Yat.
"Kami, selaku team SAR, hanya mampu berdoa dan berharap pada Sang Maha Kuasa. Usaha SAR yang kami lakukan ini, juga dengan tujuan. Jangan sampai ada orang tua yang tak tahu dimana kubur anaknya. Jangan sampai ada pasangan, yang tak tahu dimana makam kekasihnya. Jangan sampai ada anak generasi penerus, yang tak tahu dimana peristirahatan orang tua dan para pendahulunya. Sebuah pusara peristirahatan terakhir, dimana bunga kelak akan ditaburkan.
Teriring ucapan untuk tetap tabah dan tawakal bagi saudaraku kang Emil sekeluarga Serta tetap semangat dan terus beroperasi, untuk tim SAR yang tengah berjuang di lapangan," ujar Yat Lessei.\