Pasar Jodoh Indramayu, Tempat Pria dan Wanita Pantura 'Menjaring' Pasangan Hidup

Istilah Pasar Jodoh masih melekat hingga saat ini di Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.

Tribuncirebon.com/Handhika Rahman
Reni (41) warga Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Minggu (20/3/2022). 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Istilah Pasar Jodoh masih melekat hingga saat ini di Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu.

Lokasi tepatnya di Alun-alun Kandanghaur persis disamping kantor Kecamatan Kandanghaur.

Di lokasi tersebut, menjadi saksi banyaknya muda-mudi yang dipertemukan hingga akhirnya berjodoh dan kini membangun rumah tangga.

Pasar Jodoh sendiri, oleh masyarakat setempat lebih dikenal dengan istilah Jaringan. Yakni, tradisi untuk menjaring pasangan hidup.

"Kalau orang luar sih nyebutnya Pasar Jodoh, tempat orang nyari jodoh ya di sini," ujar salah seorang warga Reni (41) kepada Tribuncirebon.com, Minggu (20/3/2022).

Reni menyampaikan, nama Pasar Jodoh bukan berarti gadis atau perjaka dijajakan di suatu tempat atau semacamnya.

Baca juga: Tradisi Adat Ngarot, Budaya Sakral yang Hanya Ada di Indramayu, Jadi Ajang Cari Jodoh Ala Petani

Baca juga: Venna Melinda dan Ferry Irawan Diminta Lakukan Ini di Kamar Tiap Malam, Ibunda: Kamu Harus Lama

Reni (41) warga Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Minggu (20/3/2022).
Reni (41) warga Desa Parean Girang, Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu, Minggu (20/3/2022). (Tribuncirebon.com/Handhika Rahman)

Melainkan, mereka saling berkumpul di lokasi tersebut.

Para duda dan janda yang ingin mencari pasangan hidup pun turut mendatangi lokasi Pasar Jodoh.

Reni menceritakan, pada masanya, lokasi tersebut sangat ramai orang, terlebih di sana juga terdapat sebuah pasar sehingga membuat orang-orang bisa saling bertemu.

Nama Pasar Jodoh sendiri berawal dari pertemuan tersebut, muda dan mudi yang saling bertemu mereka lalu berkenalan.

Apabila sudah merasa saling cocok, mereka akan meneruskannya hingga ke jenjang pernikahan.

"Gak hanya dari Desa Parean, semua orang dari desa lain juga ke sini semua, ramai sekali dulu, banyak perempuan laki-lakinya juga," ucap dia.

Menurut cerita sejarah, kata Reni, tradisi Jaringan bermula dari kemarau panjang sehingga membuat Pangeran Dryantaka membuat sumur sebagai sumber mata air.

Sumur bernama Temenggung itu konon tidak pernah kering, masyarakat pun boleh mengambil air sumur tersebut untuk kebutuhan sehari-hari.

Sumber: Tribun Cirebon
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved