Deretan Kontroversi Arteria Dahlan, Sebut Prof Emil Sesat, Pernah Ucap Kata Kasar ke Kemenag
Polisiti PDI Perjuangan Arteria Dahlan ternyata sudah membuat kontroversi berulang kali.
TRIBUNCIREBON.COM - Polisiti PDI Perjuangan Arteria Dahlan ternyata sudah membuat kontroversi berulang kali.
Baru-baru ini Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan juga kembali menjadi sorotan publik.
Kali ini Arteria Dahlan meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin untuk mencopot seorang Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) yang berbicara bahasa Sunda dalam rapat.
"Ada kritik sedikit Pak JA, ada Kajati Pak dalam rapat, dalam raker itu ngomong pakai bahasa Sunda, ganti Pak itu," kata Arteria dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejagung, Senin (17/1/2022).
"Kita ini Indonesia, Pak. Nanti orang takut, kalau pakai bahasa Sunda ini orang takut, ngomong apa, sebagainya. Kami mohon yang seperti ini dilakukan tindakan tegas," tambahnya.
Pernyataan ini pun mendapat respons dari banyak kalangan, tak terkecuali Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang menuntut Arteria meminta maaf kepada masyarakat Sunda.
Baca juga: Arteria Dahlan Ogah Minta Maaf, Tokoh Budaya Sunda Sukabumi, Khawatir Melebar ke Ranah Hukum
Profil Arteria Dahlan
Nama: Arteria Dahlan
Lahir: 7 Juli 1975 (umur 46)
Fraksi: PDI-Perjuangan
Daerah pemilihan: Jawa Timur VI
Jabatan: Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Mulai menjabat : 23 Maret 2015
Ayah: Zaini Dahlan
Ibu : Wasniar
Almamater Kampus: Universitas Trisakti Universitas Indonesia
Pekerjaan: Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), pengacara
Insiden ini menambah catatan panjang kontroversi yang pernah dilakukan oleh Arteria Dahlan.
Baca juga: Arteria Dahlan Disebut Melanggar Pepatah Minang, Akan Dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan

1. Protes tak dipanggil "Yang Terhormat"
Padahal, sepanjang pimpinan KPK menjawab pertanyaan dan memaparkan hasil kerja, Arteria menunggu-nunggu dipanggil "Yang Terhormat".
"Ini mohon maaf ya, saya kok enggak merasa ada suasana kebangsaan di sini. Sejak tadi saya tidak mendengar kelima pimpinan KPK memanggil anggota DPR dengan sebutan 'Yang Terhormat'," kata Arteria.
Ia menuturkan, pimpinan KPK seharusnya memanggil anggota DPR dengan sebutan "Yang Terhormat", seperti yang dilakukan Kapolri dan Presiden Joko Widodo.
2. Melontarkan umpatan kasar kepada Kemenag
Arteria bahkan sempat melontarkan umpatan kasar kepada Kementerian Agama (Kemenag) dalam rapat kerja bersama DPR pada 2018 terkait kasus First Travel.
Saat itu, Arteria meminta Kejaksaan tidak hanya menginventarisasi aset First Travel, tetapi juga secara aktif melacaknya karena itu berkaitan dengan kerugian yang diderita masyarakat.
"Saya satu komisi satu bulan sama (kasus First Travel) ini, Pak. Ini masalah dapil, Pak. Yang dicari jangan kayak tadi Bapak lakukan inventarisasi, pencegahannya, Pak. Ini Kementerian Agama bang**t, Pak, semuanya, Pak," tutur Arteria kepada Jaksa Agung HM Prasetyo.
Menurut dia, kasus penipuan tersebut terjadi lantaran pengawasan Kementerian Agama yang lemah. Karena menuai kritikan, ia pun meminta maaf apabila pernyataannya menyinggung Kemenag.
Arteria mengaku kesal lantaran salah satu pejabat Kemenag yang malah menyalahkan calon jemaah umrah yang gagal berangkat.
Baca juga: Bahasa Sunda Diusik, Anggota DPR RI Asal Majalengka Minta Urang Sunda Bangkit
3. Menyebut Emil Salim sesat
Pada 2019, pernyataan Arteria Dahlan kembali dikritik usai menyebut ekonom Emil Salim sesat.
Peristiwa itu terjadi ketika keduanya berdebat soal Peraturan Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK di acara Mata Najwa.
Arteria menyebut pemikiran Emil Salim sesat saat menyampaikan sebuah argumen bahwa KPK menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap tahun.
"Tidak ada Prof. Prof sesat nih," ujar Arteria Dahlan sambil menunjuk-nunjuk Emil Salim.
Ia berdalih, tindakannya itu dilakukan hanya untuk menyampaikan hal benar.
Ia juga menyayangkan acara tersebut mendatangkan Emil Salim untuk mengutarakan hal-hal yang bukan kapasitasnya.
4. Meminta KPK tak lakukan OTT kepada penegak hukum
Pada November 2021, Arteria mengusulkan agar penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan hakim tidak ditangkap melalui operasi tangkap tangan (OTT).
Menurutnya, penegak hukum merupakan simbol negara yang harus dijaga marwahnya.
Ia menjelaskan, OTT selama ini membuat gaduh dan rasa saling tak percaya antarlembaga.
Karenanya, ia berharap agar OTT tidak dilakukan sebagai satu-satunya cara penegakan hukum.
"Bukan hanya disharmoni lagi, sehingga hubungannya pada rusak, sehingga jauh dari apa yang dicita-citakan. Sedangkan kalau hanya untuk melakukan penegakan hukum ya kita masih bisa punya instrumen-instrumen yang lain," kata dia.
Baca juga: Seniman Budayawan Garut Bakal Berangkat ke Jakarta Kepung Arteria Dahlan di Gedung DPR RI