Arteria Dahlan Minta Kajati yang Pakai Bahasa Sunda Dipecat, Budi Dalton: Wakil Rakyatnya Rasis
Budi Dalton yang juga dosen di Universitas Pasundan itu mengatakan, Arteria Dahlan telah berlaku rasis.
Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
(Youtube channel metrotvnews)
Anggota komisi III DPR RI, Arteria Dahlan meminta Jaksa Agung mengganti Kajati yang menggunakan Bahasa Sunda saat raker.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Tiah SM
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Pernyataan anggota DPR Komisi III Arteria Dahlan (Fraksi PDIP) yang meminta Jaksa Agung mengganti Kajati yang menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat kerja, Senin 17 Januari 2022, sangat berlebihan dan melukai penutur bahasa daerah, terutama bahasa Sunda.
Beragam pernyataan keras dilontarkan sejumlah budayawan Sunda, termasuk Budi Dalton.
Budi Dalton yang juga dosen di Universitas Pasundan itu mengatakan, Arteria Dahlan telah berlaku rasis.
"Hei percuma euy rakyat menggembar-gemborkan toleransi, lalu persatuan, wakil rakyatnya juga rasis begitu.
Lagi pula dalam suatu rapat itu banyak yang memakai bahasa Inggris atau bahasa daerah lainnya.
tentu tidak keseluruhan rapat itu menggunakan bahasa Sunda, saya yakin," kata Budi Dalton dalam pernyataan di sejumlah akun media sosial.
Baca juga: Ridwan Kamil Tuntut Arteria Dahlan Meminta Maaf, Statmennya Disebut Melukai Masyarakat Sunda
Baca juga: TB Hasanuddin Semprot Arteria Dahlan Minta Kajati Berbahasa Sunda Dipecat: Melukai Masyarakat Sunda
Ia pun heran kenapa saat ada pejabat memakai bahasa Sunda sekarang ini kok tiba-tiba dikritik.
"Tapi saat idiom bahasa Sunda muncul, kenapa musti dikritik, kalau yang berbahasa lain tidak, koplok sia mah.
Lagi pula kalau kritik tidak apa-apalah, tapi ini mah malah minta diganti," katanya.
"Jangan-jangan ini by order. jangan lupa, anda itu wakil rakyat. Tah rakyatna mah aing, sia teh koplok siah," kata Budi Dalton.
PP SS Galang Aksi
Pernyataan keras juga dikatakan oleh Ketua Paguyuban Panglawungan Sastra Sunda (PP-SS), Cecep Burdansyah.
Ia menyatakan, ada beberapa pertimbangan yang membuat luka masyarakat penutur bahasa Sunda dan bahasa daerah secara umum.
Pertama. menggunakan Bahasa Sunda dalam forum rapat oleh pejabat dianggap melanggar hukum. Padahal, sesuai aturan, seorang pejabat negara baru bisa diberhentikan seandainya melanggar hukum pidana.
“Cara pandang Arteria Dahlan tentu berlebihan dan melukai penutur bahasa Sunda, bahkan penutur bahasa daerah, karena menganggap menggunakan bahasa Sunda (daerah) sebagai kejahatan,” tegas Cecep.
Kedua, bahasa daerah diakui dalam konstitusi. Pasal 32 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.” Jadi siapa pun, baik pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke sudah selayaknya menghormati dan memelihara bahasa daerah.
“Kajati yang bicara bahasa Sunda dalam rapat kerja tentu saja masih sejalan dengan konstitusi. Ada pun bila dalam raker tersebut ada yang tidak paham atas apa yang dikatakan Kajati, ada cara untuk meminta Kajati mengulang pembicaraannya dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bukan dengan meminta diganti. Pernyataan meminta Jaksa Agung mengganti Kajati jelas merupakan sikap politik yang tidak terpuji dan mengingkari konstitusi.
Ketiga, pernyataan Arteria Dahlan disaksikan baik oleh sesama anggota DPR dan rakyat melalui media, dan dikhawatirkan sikap tersebut menular dan jadi sikap politik para politikus dan kader partai di tanah air, sehingga peminggiran terhadap bahasa daerah perlahan tapi pasti menggiring pada kematian bahasa daerah.
“Perlu diingat, meskipun sudah termaktub dalam konstitusi dan regulasi turunannya, implementasi di lapangan, penghormatan dan pemeliharan bahasa daerah sebagai bagian dari kebudayaan nasional masih jauh dari harapan. Salah satu buktinya, pelajaran bahasa daerah di sekolah tingkat dasar dan menengah masih sangat minim bahkan terpinggirkan. Dilihat dari kerangka edukasi, jelas pernyataan Arteria sangat berbahaya bagi keutuhan bangsa dan keutuhan NKRI,” ujarnya.
Keempat, pernyataan tersebut juga kontraproduktif bagi partai tempat bernaung Arteria Dahlan. PDIP sebagai partai yang mengusung nasionalis dan menghormati kemajemukan, pernyataan Arteria Dahlan justru berlawanan dengan visi partai dan secara politik merusak citra partai, sehingga lambat laun kehilangan masa depan karena ditinggalkan konstituen.
Kelima. pernyataan Arteria juga jelas berlawanan dengan visi misi DPR sebagai lembaga yang merepresentasikan aspires rakyat, bahkan pada akhirnya merusak citra dan kehormatan lembaga DPR.
“Meskipun Arteria ada di Komisi III yang membidangi hukum, seharusnya dia menghormati Komisi X yang membidangi pendidikan dan kebudayaan. Pernyataan Arteria jelas menunjukkan ego sektoral yang mengakibatkan rusaknya marwah DPR, tegas Cecep.
Cecep sebagai koordinator aksi dalam menyikapi pernyataan Arteria Dahlan, menuntut permintaan maaf Arteria Dahlan kepada Jaksa Agung dan Kajati yang berbicara bahasa Sunda yang ia maksud, Penutur Bahasa Sunda, Penutur Bahasa Daerah, Pimpinan DPR, dan Pimpinan PDIP dan Fraksi PDIP
Kemudian, Cecep juga memohon kepada pimpinan PDIP untuk mengganti (PAW) Arteria Dahlan.
Cecep juga berancana untuk melakukan aksi ke Gedung DPR RI dan mengundang masyarakat Sunda sebagai penutur bahasa Sunda, organisasi yang ada di tatar Sunda, dan atau penutur bahasa daerah yang mempunyai perhatian dan komitmen pada bahasa daerah, untuk berkumpul di Perpustakaan Ajip Rosidi di Jalan Garut No. 2 Bandung, pada Hari Rabu 19 Januari, pukul 10.00.
“Kita akan melakukan dialog dulu dengan teman-teman, karena ini persoalan serius demi menjaga keutuhan berbangsa dan kesatuan NKRI," katanya. (tiah sm)
--