Kriminolog Sebut Vonis Herry Wirawan harus Berdasarkan Perspektif Hukum: Jangan karena Balas Dendam
Terkait tuntutan hukuman mati dan hukuman tambahan kebiri kimia, Yesmil menilai jika jaksa membuat antisipasi saat hakim tak mengabulkan hukuman mati
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Nazmi Abdurahman.
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Kriminolog Universitas Padjadjaran (Unpad), Yesmil Anwar turut mengomentari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta majelis hakim memberikan hukuman mati dan kebiri kimia kepada Herry Wirawan.
Menurutnya, tuntutan untuk Herry Wirawan jangan sampai atas dasar tekanan masyarakat yang ingin balas dendam terhadap terdakwa.
"Balas dendam, itu cara berpikir klasik, kita harus pakai cara berpikir yang modern. Tidak hanya balas dendam, tapi juga pengayoman bagi semua nilai-nilai yang ada dan penjeraan bagi orang yang ingin melakukan itu," ujar Yesmil, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (12/1/2022).

Sejak kasus ini menjadi perhatian publik, kata dia, banyak kalangan masyarakat terutama di media sosial yang melakukan penghakiman terhadap pelaku.
Kondisi itu, kata dia, jangan sampai menjadi tekanan bagi jaksa sehingga membuat tuntutan yang seolah mengamini keinginan masyarakat.
"Sebetulnya ini kan masyarakat yang melakukan penghukuman, kalau diikutin semua keinginan masyarakat.
Apalagi masyarakatnya warganet. Masa keadilan hukum kalah sama keadilan Medsos. Jadi, ini harus berhati-hati dan melihat dari perspektif hukum yang benar," katanya.
Terkait tuntutan hukuman mati dan hukuman tambahan kebiri kimia, Yesmil menilai jika jaksa membuat antisipasi saat hakim tidak mengabulkan hukuman mati.
Baca juga: Hukuman Mati untuk Herry Wirawan Masih Tidak Bisa Obati Luka Korban, Ini Kata Keluarga
"Jaksa ini tahu agak susah menjerat dengan UU itu, makanya dimasukin kebiri. Jadi, kalau nanti jatohnya hukuman seumur hidup yang sudah dikebiri. Tapi kalau dikebiri juga buat apa, kan sudah dipenjara seumur hidup juga," ucapnya.
Jaksa menjerat Herry dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3) dan (5) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
"Kita lihat, hakim akan dibawa ke mana dan apa dasar pertimbangan hukum hakim dalam membuat vonisnya," katanya.
Baca juga: 13 Santriwati Dirudapaksa hingga Ada yang Melahirkan, Komnas HAM Tak Setuju Hukuman Mati untuk Herry