Wali Kota Bekasi Ditangkap KPK

Karir Rahmat Effendi, Gantikan Wali Kota Bekasi yang Korupsi, Politisi Golkar Ini Juga Ditangkap KPK

Politisi Golkar ini menjabat sebagai Wali Kota  Bekasi menggantikan Wali Kota sebelumnya yang korupsi, kini Rahmat Effendi terjerat kasus yang sama.

Editor: Mumu Mujahidin
(Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama)
Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) akhirnya tiba di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, Rabu (5/1/2022) malam. 

Diketahui Rahmat Effendi pertama kali duduk menjadi Wali Kota Bekasi pada 2012. 

Ia menjabat menjadi Wali Kota menggantikan Mochtar Mohammad yang terjerat kasus korupsi.

Sebelum jadi Wali Kota, Rahmat Effendi tercatat memulai karir politik di Bekasi sejak tahun 1999.

Mengutip informasi di website resmi Kota Bekasi, Pepen terpilih sebagai anggota DPRD Kota Bekasi 1999–2004.

Karir Pepen lalu meningkat dengan menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Bekasi 2004–2008.

Pepen kemudian menjajal peruntungan dengan mencalonkan diri sebagai wakil wali kota Bekasi pada 2008, berpasangan dengan Mochtar Mohamamd sebagai calon wali kota.

Keduanya pun memenangkan Pilkada dan memimpin kota Bekasi.

Namun pada 2012 Mochtar Mohammad tersandung kasus korupsi sehingga lengser dari jabatannya sebagai Wali Kota Bekasi.

Pepen pun menggantikan posisi Mochtar.

Selanjutnya, Pepen kembali mencalonkan diri sebagai calon wali kota Bekasi petahana. Ia dua kali terpilh yakni pada periode 2013-2018 dan 2018-2023.

Namun, sebelum jabatannya rampung ia kini harus berurusan dengan KPK setelah terjari OTT pada Rabu (5/1/2022) siang.

Kasus Mochtar

Mochtar terjerat kasus korupsi karena dituduh menyuap anggota DPRD Bekasi sebesar Rp 1,6 miliar untuk memuluskan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tahun 2010.

Selain dituduh menyuap anggota DPRD, Mochtar juga diduga menyalahgunakan anggaran makan-minum sebesar Rp 639 juta untuk memuluskan pengesahan anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2010.

Ia juga diduga memberikan suap sebesar Rp 500 juta untuk mendapatkan Piala Adipura 2010 dan menyuap pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) senilai Rp 400 juta agar mendapat opini wajar tanpa pengecualian.

Sumber: Tribunnews.com
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved