Calon Penumpang di Bandara Husein Sastranegara Keberatan dengan Tes PCR, Minta Aturan Wajib Direvisi
kebijakan wajib PCR, memberatkan bagi calon penumpang pesawat, khususnya yang melakukan perjalanan karena kondisi darurat
Laporan wartawan TribunJabar.id, Cipta Permana.
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Keputusan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, mewajibkan calon penumpang pesawat dari dan menuju Pulau Jawa-Bali, untuk menjalani dan menunjukkan hasil negatif Covid-19 tes PCR maksimal 2x24 sebelum keberangkatan, melalui Surat Edaran Nomor 88 Tahun 2021 mulai memicu polemik.
Penerbitan SE Nomor 88/21 tersebut mengacu pada SE Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 Nomor 21/2021 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 53/2021, dan Inmendagri Nomor 54/2021, yang berlaku efektif mulai 24 Oktober 2021.
Dalam SE tersebut pun dijelaskan terkait besaran tarif swab antigen untuk calon penumpang pesawat dari dan menuju Pulau Jawa-Bali yang ditetapkan maksimal Rp 99 ribu. Sedangkan, tarif tes PCR ditetapkan maksimal Rp 495 ribu.
Salah seorang penumpang pesawat dengan tujuan Bandara Husein Sastranegara, Bandung menuju Bandara Kualanamu, Medan, Riki (32) mengaku, meski cukup kerepotan dengan adanya regulasi tersebut, dirinya terpaksa mengikuti aturan yang telah ditetapkan tersebut, demi dapat berangkat ke kota tujuan.
"Kalau ditanya keberatan apa engga dengan adanya ini (regulasi wajib PCR), jujur cukup memberatkan ya, karena saya harus urus ini itu (dokumen syarat perjalanan) sama PCR ini H-2 sebelum keberangkatan, kalau dulu pas cuma Rapid tes Antigen aturannya masih 1x24 jam ya. Tapi mau gimana lagi karena sudah aturan, ya kita ikuti aja," ujarnya saat ditemui di Bandara Husein Sastranegara, Senin (25/11/2021).
Baca juga: Harga PCR Oktober 2021 di Maskapai Lion Air, Garuda Indonesia, Citilink, Paling Murah Segini
Terkait praktik pihak yang menawarkan jasa PCR dengan hasil cepat, namun dengan besaran tarif yang berkali-kali lipat, Riki mengaku, belum pernah menemui hal seperti itu.
"Belum, saya belum pernah menemukan atau ditawari oleh pihak-pihak seperti itu," ucapnya.
Keluhan serupa disampaikan oleh calon penumpang tujuan Kualanamu, Medan lainnya, Suhendar (41) menilai bahwa kebijakan wajib PCR, memberatkan bagi calon penumpang pesawat, khususnya yang melakukan perjalanan karena kondisi darurat seperti dirinya.
"Kebijakan ini memberatkan ya, apalagi penumpang yang akan berangkat karena kondisi darurat atau urgent seperti saya. Sekarang calon penumpang yang memiliki hasil negatif tes antigen saja sudah tidak berlaku, padahal dalam pelaksanaan dan hasilnya antara antigen dan PCR itu kan hampir sama, mirip, engga jauh beda kan. Tapi kenapa ditolak hasil antigennya," ujarnya di lokasi yang sama.
Terkait besaran tarif yang dibebankan, ia tidak mempersoalkan hal tersebut, terlebih aturan itu sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Namun, ia meminta agar Pemerintah merevisi aturan wajib PCR tersebut, dengan memberikan kelonggaran, khususnya bagi calon penumpang yang dalam kondisi darurat.
"Saya mohon tolonglah pemerintah merevisi aturan itu (PCR), kalau yang dalam kondisi darurat, gimana kan susah juga. Solusinya, gimana kalau khusus yang darurat ada opsi lainnya, misalnya boleh pakai hasil negatif tes antigen, apalagi kita sudah di vaksin dua kali. Kalau tetap harus PCR, untuk apa aturan vaksin itu di wajibkan dari kemarin-kemarin," ucapnya warga Cianjur tersebut.
Sementara itu, Yuyun (20) warga Cicaheum yang juga calon penumpang tujuan Kualanamu, Medan, menilai aturan PCR bagi calon penumpang pesawat, memberatkan. Pasalnya aturan tersebut bukan hanya berlaku bagi penumpang dewasa tapi juga anak-anak. Bahkan, anaknya pun ikut menjalani PCR sebagai syarat yang telah ditetapkan.
"Karena tujuan saya merantau, jadi selain harus ada surat keterangan dari daerah tujuan, tapi juga hasil negatif tes PCR sebagai syarat perjalanan. Bahkan, anak saya juga harus ikut di PCR karena akan ikut sama saya ke Medan," ujarnya di lokasi yang sama.