Peristiwa Mencekam G30S PKI

Ternyata DN Aidit Cuma Anak Bawang, Sosok 2 Orang Ini PKI Sebenarnya, Dipercaya Langsung oleh Moskow

Tokoh paling lekat dengan Partai Komunias Indonesia (PKI) selalu dikaitkan dengan Dipa Nusantara Aidit atau DN Aidit.

Editor: Fauzie Pradita Abbas
wikipedia.org
Seperti Soekarno maupun Soeharto, Aidit adalah juga sebuah nama yang dalam gelombang sejarah sempat terlambung sebelum terempas 

Pembaca Al-Quran yang Fasih

Saya meninggalkan rumah dinas pemimpin tertinggi Komunis Indonesia dengan mengantongi satu rol kecil pita rekaman.  

Saya menduga rekaman itu dokumen politik penting.  

Ketika pita rekaman itu kami putar ternyata isinya pengajian Islam yang dimulai dengan pembacaan ayat-ayat suci Al- Quran.  

Di kemudian hari, saya baru mendapatkan informasi, pada masa kecil di kampungnya, DN Aidit bukan saja belajar mengaji Al Quran, bahkan beberapa kali menamatkan Al Quran.  

Pada masa kecilnya, DN Aidit konon juga dikenal di lingkungan dekatnya sebagai pembaca Al Quran yang fasih.  

Sekitar sebulan setelah meletusnya Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), sebagai reporter muda, pada awal November saya mendapat penugasan di Jawa Tengah.

Pada penugasan pertama di luar kota tersebut, saya harus meliput operasi RPKAD membersihkan Gestapu dalam tubuh Kodam Diponegoro.

Beratnya tugas Sarwo Edhie sebagai Komando Operasi akan mudah disadari kalau kita tahu bahwa dari tujuh Batalion Diponegoro yang waktu itu berada di Jawa Tengah, lima sudah dikuasai para perwira beraliran kiri.

Juga dari tiga Komando Resort Militer (Korem) telah pula mereka pengaruhi.

Komandan Korem Yogyakarta, Kolonel Katamso, dan wakilnya, Letnan Kolonel Sugiono, malah diculik, dan dengan sadis dibantai sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam lubang yang dangkal.

Aneh memang, pasukan-pasukan yang tidak berkecenderungan kiri waktu itu justru sedang ditugaskan di Kalimantan Utara dalam rangka konfrontasi dengan Malaysia.

Dibekali dengan surat pribadi Jenderal Soegandhi kepada Kolonel Sarwo, saya berangkat ke Solo dengan kereta api.

Kolonel Sarwo Edhie sudah berada di Solo waktu itu setelah menyelesaikan tugas di Semarang. 

Apa isi surat, saya tidak pernah tahu.

Tapi, sejak itu, saya selalu diminta berada dekat dengan Komandan, dalam perjalanan darat maupun penerbangan dengan helikopter, ke berbagai kota di wilayah Jawa Tengah.

Kesempatan ini memberi peluang kepada saya menjadi akrab dengan Kolonel Sarwo dan sekaligus mengikuti jalannya operasi dari pusat komando.

Persahabatan saya dengan Pak Sarwo Edhie itu berlangsung terus hingga beliau jatuh sakit sebelum akhirnya meninggal pada 1989.

DN Aidit.
Kedekatan saya dengan Komandan RPKAD itu tampaknya menimbulkan perasaan tidak senang seorang asistennya.

Mayor Gunawan Wibisono, Asisten Operasi Komandan RPKAD dan teman sependidikan LB Moerdani di Bandung, pernah memperingatkan saya agar menjaga jarak dengan komandannya.

"Eh, wartawan, itu Kolonel, kamu harus tahu," katanya dengan kasar setengah membentak ketika kita berada di Purworejo.

Tapi, kalau saya menjauh, Kolonel Sarwo selalu mencari saya. 

Akibatnya, Mayor Gunawan selalu memandang saya dengan muka kecut.

Pengalaman dengan Mayor itu kemudian mengajarkan kepada saya, pada umumnya tentara itu memang mengharapkan kita, orang sipil, menghormati Komandannya, sebagaimana dia sendiri menghormati atasannya. 

Mayor Gunawan tidak sanggup menyadari, saya bukan anak buah Komandannya, seperti dirinya.

Tapi karena untuk waktu lama militer menguasai lama Indonesia, pengalaman kurang menyenangkan dengan Mayor Gunawan selalu menjadi pegangan diri sendiri dalam berhubungan dengan para pemimpin tentara, terutama di hadapan para anak buahnya.

Bersama pasukan RPKAD, kepada pimpinan Operasi diperbantukan satu kompi Polisi Militer Angkatan Darat yang berkualifikasi para (Yon Pomad Para).

 Penuturan Saksi Hidup Peristiwa G30S/PKI, Lihat Detik-detik Para Jenderal di Buang ke Lubang Buaya

Tugas polisi militer ini memproses anggota tentara yang ditahan karena dicurigai terlibat Gestapu.

Di berbagai kota yang kami kunjungi dalam rangka operasi itu, saya menyaksikan anggota-anggota Yon Pomad Para ini selalu sibuk memeriksa tentara-tentara yang ditahan.

Ternyata Biro Khusus PKI cukup sukses dalam membina tentara.

Seingat saya kebanyakan yang ditahan adalah perwira yang mengurusi intelijen, teritorial, dan personalia.

Tiga pos sensitif dalam organisasi militer.

Tentang tentara binaan Biro Khusus PKI, Dr Harold Crouch dalam bukunya Militer dan Politik Indonesia (1986), mengungkapkan, Biro Khusus PKI berhasil membina sejumlah perwira di beberapa wilayah Indonesia.

Temuan Crouch yang sudah dibina, 250 perwira di Jawa Tengah, 200 di Jawa Timur, hampir 100 di Jawa Barat, sekitar 50 di Jakarta, hampir 40 di Sumatera Utara, 30 di Sumatera Barat, dan 30 di Bali.

Menurut  Grouch, perwira binaan PKI tersebut dipersiapkan memegang peranan setelah Gestapu berhasil di Jakarta.

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved