Virus Corona Mewabah
Covid-19 Bikin Orang Tak Kontak Fisik, Penyandang Tunantera Ini Curhat: Tak Ada yang Mau Diurut Lagi
Kini ratusan penyandang tunanetra itu kehilangan pekerjaan sebagai tukang pijit akibat pandemi Covid-19. "Hampir semuanya kehilangan penghasilan...
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Andri M Dani
TRIBUNCIREBON.COM, CIAMIS – Pasangan suami isteri penyandang tunanetra, Ny Siti Nuraisyah (44) dan Kusaeri (57), sehari-hari bekerja sebagai tukang urut. Biasanya, mereka mangkal di sebuah hotel di Kota Banjar.
Sejak wabah virus korona melanda pada April 2020, kedua warga Desa Bangunharja, Kecamatan Cisaga, Ciamis, Jawa Barat tersebut kehilangan mata pencaharian.
Dampak pandemi Covid-19 tersebut semakin mereka rasakan selama PPKM Darurat yang kini berlanjut dengan PPKM Level 3 lantaran kasus penularan Covid-19 semakin melonjak.
“Dulu sebelum ada Covid, penghasilan dari mijit bisa Rp 80.000 sampai Rp 100.000 per hari. Sehari bisa dapat dua atau tiga pelanggan,” kata Kusaeri didampingi isterinya, Siti Nuraisyah, kepada Tribun Jabar, Rabu (28/7/2021).
Pemasukan dari kerja sebagai tukang urut itu, ucapnya, lebih dari cukup untuk kebutuhan sehari-hari keluarga, bahkan bisa menabung.
Sejak wabah virus korona melanda, Kusaeri kehilangan penghasilan sebagai tukang urut.
“Sudah tidak ada lagi yang mau diurut. Semuanya harus 3 M, harus menjaga jarak. Tidak boleh bersentuhan. Kalau mengurut kan harus menyentuh dan berdekatan,” katanya.
Kalau pun ada yang mau diurut, menurut Kusaeri, beresiko tertular virus korona.
“Emang ada pelanggan nelepon untuk datang ke rumah. Katanya mau diurut, tapi intinya lebih pada kasihan. Itu pun dalam sebulan tidak lebih dari dua kali,” ujar Kusaeri.
Meski dalam kondisi sulit, Kusaeri dan Ny Siti Nuraisyah merasa sedikit lebih beruntung karena tinggal di desa. Masih ada hasil kebun untuk kebutuhan sehari-hari seperti sayur dan cabai, singkong, pisang bisa dari kebun.
“Tetap terdampak, makan yang biasanya tiga kali sehari berkurang jadi dua kali sehari. Kalau sayur dan cabai, bawang bisa di kebun. Itu untungnya tinggal di kampung, beda lagi dengan rekan kami yang tinggal di kota,” ujar Siti Nuraisyah.
Menurut Siti Nuraisyah yang juga Ketua Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Ciamis, di Ciamis terdapat 265 penyandang tuna netra yang tergabung dalam Pertuni.
Hampir 99% dari 265 penyandang tunanetra tersebut berprofesi sebagai tukang urut (tukang pijit).
Baca juga: Tuna Netra Kena Denda PPKM Darurat Rp 50 Ribu, Juru Bicara Satgas Covid-19; Bukan Petugas
Kini ratusan penyandang tunanetra itu kehilangan pekerjaan sebagai tukang pijit karena terdampak pandemi Covid-19. "Hampir semuanya kehilangan penghasilan (sebagai tukang urut). Sangat terdampak Covid-19,” katanya.