Dokter Tita Hadirkan HEUP Project, Edukasi Kesehatan bagi Warga, Berlatar Saat Pasien Datang ke UGD
Dokter Tita Rashida: "Ketika sedang masa koas, saya melihat pasien yang datang ke UGD sudah parah dan penangannya terlambat . . .
Dokter Tita Rashida : "Ketika sedang masa koas, saya melihat pasien yang datang ke UGD sudah parah dan penanganannya terlambat.
Maka saya membuat HEUP Project atau Health Empowerment and Education Project yang membahas edukasi soal kesehatan"
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Putri Puspita
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Pernahkah Anda merasa ketika bertemu dengan dokter, menceritakan keluhan yang dirasakan, lalu setelah keluar dari ruangan, Anda sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan oleh sang dokter?
Komunikasi antara dokter dan pasien sering tidak dipahami dalam konteks yang sama ketika membahas diagnosis dan pengobatan.
Apa yang dikatakan oleh dokter belum tentu sama dengan apa yang ditangkap pasien.
Kejadian seperti itu ternyata tidak hanya dirasakan oleh sang pasien loh.
Hal ini pun membuat Dokter Tita Rashida (28), membuat HEUP Project atau Health Empowerment and Education Project yang membahas edukasi soal kesehatan di kehidupan sehari-hari.
"Ketika sedang masa koas, saya melihat pasien yang datang ke UGD sudah parah dan penanganannya terlambat. Saya berpikir padahal banyak hal yang bisa dilakukan sebelumnya oleh keluarga atau siapapun yang menemukan pasien," ujar Tita saat dihubungi, Sabtu (10/7/2021).
Tita pun bertanya-tanya kenapa banyak orang yang tidak tahu akan penanganan atau hal yang emergency yang basic.
Ia pun melihat bahwa edukasi soal penanganan keselamatan di masyarakat pun ternyata belum tersebar secara luas.
Tertarik akan apa yang terjadi dalam tubuh manusia ketika mengalami luka, membuat Tita pun mengambil pendidikan sebagai dokter di Universitas Padjajaran.
Dokter kelahiran Bandung, 7 Desember 1992 ini mengatakan ketika belajar di bangku kuliah kedokteran dan turun langsung ke lapangan sebagai koas membuatnya belajar akan banyak hal.
"Dulu zaman koas tahun 2013-2014 idealnya belajar ketika ada orang sakit lalu dibantu, kemudian sembuh. Tapi begitu koas realitanya nggak seperti itu," ungkap Tita.
Tita melihat ada faktor lain yang menjadi fokusnya saat menjadi koas, yaitu masalah komunikasi antara tenaga kesehatan dan pasien.
Setelah menjalani secara langsung, Tita menyadari jika masalah komunikasi yang awalnya ingin membantu justru infonya tidak tersampaikan.
"Awalnya sempat mikir mungkin karena koas di rumah sakit yang udah macem-macem jenis pasien yang datang, kayanya kalau puskesmas lebih santai, ternyata sama saja," ucapnya.
Ia menyadari betul ada batasan komunikasi yang besar antara tenaga kesehatan dan pasien yang sebenarnya hal tersebut adalah hal yang simple dan bisa diselesaikan dengan cepat.
Setelah mendiskusikan hal ini dengan temannya pada 2015, mereka pun ikut seminar ruang guru dan mengerjakan HEUP Project ini.
"Daripada kita menuntut nggak ada pendidikan gawat darurat di sekolah, kenapa enggak, kita saja yang buat sendiri daripada menunggu," ujarnya.
Menyebarkan edukasi soal kesehatan pada 2015 diakui Tita memang tidaklah mudah.
Ia pun melihat survey apa yang dibutuhkan masyarakat ketika terjadi kecelakaan di rumah.
Terbentuklah kelas kecil untuk edukasi soal bantuan hidup dasar ketika terjadi di rumah, dan responnya ternyata cukup banyak yang tertarik.
Bermodalkan media sosial, HEUP Project pun semakin aktif dan membuat berbagai kegiatan edukasi kesehatan setiap bulan mulai di Bandung, Bogor, dan Jakarta.
Lalu di masa pandemi ini pun HEUP Project membagikan edukasi lewat instagram terutama soal covid-19 yang kini sedang melanda seluruh dunia.
Dinilai sebagai garda pertama dalam bidang kesehatan, Tita pun mengakui bahkan sebagai dokter ia harus memahami bagaimana kondisi pasien, apa yang harus dikatakan, dan nasihat apa yang diberikan itu harus benar-benar bisa ditangkap oleh pasien.
"Terkadang kita menganggap semua orang paham apa yang kita katakan, padahal belum tentu dan batasan yang dirasakan itu cukup besar," ungkapnya.
Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti ini, Tita merasakan betul komunikasi yang serba terbatas karena harus menggunakan hazmat dan berbagai proses lainnya selama bertugas di rumah sakit.
Adanya pandemi membuat komunikasi pun tidak bisa ideal seperti dahulu.
"Kita nggak bisa duduk ngobrol bareng sama keluarga pasien, ketika menjelaskan juga harus cepat karena kalau enggak pasien lain nggak tertangani," ucapnya.
Ia pun mengerikan kondisi rumah sakit yang saat ini selalu penuh memang terjadi kurangnya oksigen bagi pasien.
"Oksigen nggak ada itu tuh beneran, bukan nggak mau ngasih tapi ya kalau ada pasti dibantu, " ujarnya.
Bahkan untuk saling membantu pasien lain, tabung oksigen yang idealnya hanya digunakan untuk satu pasien, kini harus dibuat bercabanh supaya bisa saling membantu pasien lainnya.
Sebagai seorang dokter, Tita mengatakan dengan alat yang terbatas ini para tenaga kesehatan pun tentu membantu sebisa mungkin supaya pasien tetap tertangani.