SIAP-SIAP, Mulai Besok Pedagang dan Produsen Tahu Tempe Akan Mogok, Emak-emak Jadi Pusing
Paguyuban produksi tahu se-Jawa Barat berencana melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari mulai besok hingga Minggu
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Nandri Prilatama
TRIBUNCIREBON.COM, PURWAKARTA - Paguyuban produksi tahu se-Jawa Barat berencana melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari mulai besok hingga Minggu (30/5/2021).
Salah seorang pemilik pabrik tahu yang berada di Jalan Purnawarman, Purwakarta, H Adis mengaku bahwa dia sempat mengikuti rapat bersama pemilik tahu se-Jawa Barat di Bandung.
"Saat rapat (Sabtu 22 Mei 2021) dibahas itu soal mogok produksi selama tiga hari dari Jumat, Sabtu, dan Minggu," katanya, Kamis (27/5/2021).
Alasan dilakukan pemogokan produksi ini, kata H Adis, lantaran harga kedelai yang semakin melonjak tinggi. H Adis menyebut kenaikan ini sudah terjadi hampir sekitar empat bulan.
"Awalnya itu harga kedelai Rp 700 ribu per kuintal, lalu harga sekarang Rp 1,1 juta tapi bukan tidak mungkin masih akan naik lagi," ujarnya.
Baca juga: Wisata Gastronomi & Kuliner Tahu Tempe Dikembangkan di Desa Cisambeng Majalengka, Ini Tujuannya
Baca juga: VIDEO - Harga Kedelai Naik Tiap Hari, Perajin Tahu Kuningan Perkecil Ukuran Tahu Tapi Tetap Merugi
Adapun antisipasi biar tidak merugi, lanjut dia, yakni sempat menaikkan harga tahu dari Rp 400 ke Rp 600. Namun, untuk ke depannya dia mengaku tidak tahu apakah akan mengecilkan ukuran tahu atau tidak dari 5 sentimeter ke 4 sentimeter.
"Saya sih berharapnya tidak usah produksi. Pengusaha tempe justru tidak mogok. Baiknya mah kecilkan saja ukuran karena pedagang-pedagang pasar juga akan mengerti," ujarnya.
Dalam sehari, H Adis mengatakan di tempat usaha tahunya ini dapat memproduksi sebanyak empat sampai lima karung tahu dan kemudian dipasarkan ke Pasar Rebo dan Pasar Simpang.
"Untuk dijualnya tahu produksi saya 100 tahu itu harganya Rp 40 ribu. Harga itu untuk mereka yang hendak menjualnya lagi," kata H Adis yang miliki 9 pegawai ini.
Naik Sejak Ramadan
Salah seorang pengrajin tahu Cibuntu di Kota Bandung, Deden (46) mengaku, saat ini harga kedelai telah menyentuh Rp.10.700 - 12.000 atau naik Rp.4000-5000 dari harga jual normal yaitu, Rp.7000-8000 per kilogram. Kenaikan ini sudah terjadi sejak sebelum memasuki bulan suci Ramadan.
"Naiknya sudah sejak sebelum puasa (ramadan), waktu itu masih Rp.7000-8000an per kilogram, tapi dari puasa sampai lebaran, malahan sampai hari ini harganya terus naik. Kalau gini terus kita yang bingung, mau jual berapa (harga) ke konsumen," ujarnya saat ditemui di Jalan Cibuntu Selatan, Kelurahan Warung Muncang, Rabu (26/5/2021).
Deden mengaku, telah melakukan upaya agar tidak sampai menaikkan harga jual tahu produksinya, di antaranya dengan mengecilkan ukuran tahu hingga menjual tahu secara terbatas.
"Karena harga tahu yang saya jual sudah Rp.1000 per butir, maka tidak mungkin saya naikan lagi, bisa kabur nanti pembeli, jadi solusinya saya perkecil saja ukurannya, bahkan baru dua hari ini saya jualnya terbatas, biasanya sehari saya produksi 100 papan (1 papan = 100 butir tahu), tapi kemarin saya hanya bikin 60-70 papan saja. Saya khawatir kalau produksi seperti biasa, bahan baku habis, terus harus beli kedelai lagi yang lagi mahal, habis dong modal saya," ucapnya.
Dengan kondisi tersebut, Ia pun memutuskan untuk ikut aksi mogok seperti teman-temannya, agar Pemerintah segera mencari solusi agar kondisi mahalnya kedelai ini dapat kembali normal.
"Insya Allah ikut kayaknya (mogok produksi dan berjualan) seperti teman-teman yang lain," katanya.
Sementara itu, Supardi (57) perajin tahu Cibuntu lainnya mengaku, belum memutuskan untuk ikut dalam aksi mogok produksi dan berjualan tersebut. Pasalnya, dirinya mengkhawatirkan dampak dari terhentinya produksi, akan turutberdampak pada kondisi ekonomi para pegawainya yang merupakan buruh upah harian.
Terlebih, lanjutnya, di tengah kondisi pandemi covid-19 seperti saat ini, untuk mendapatkan pekerjaan dan penghasilan saja sudah sangat sulit. Oleh karena itu, dirinya masih mempertimbangkan hal tersebut.
"Saya masih mempertimbangkan untuk ikutan, karena saya harus diskusi dulu sama para pegawai, apakah mereka siap kalau harus kehilangan pendapatan hariannya selama mogok produksi dan jualan. Apalagi saya punya tujuh pegawai yang merupakan tulang punggung keluarga, kalau mereka engga dapat uang, keluarganya gimana. Itu yang masih saya masih pikirkan," katanya saat ditemui di Jalan Cibuntu Selatan.
Sementara itu, Ketua Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) Bandung, Asep Nurdin turut menyesalkan kondisi terus melambungnya harga kedelai saat ini. Dimana hal itu hingga berdampak pada rencana aksi mogok produksi dan jualan dari para pengrajin tahu.
"Yang pertama kita sangat menyesalkan terus terjadinya kenaikan harga kedelai ini, Karena kenaikan ini adalah imbas dari naiknya harga jual kedelai di Amerika, yang selama ini diimpor oleh kita sebagai bahan baku produksi tahu dan tempe di tanah air," ujarnya Asep saat dihubungi, Rabu (26/5/2021).
Asep mengatakan, berbagai langkah diplomatis telah dilakukan oleh Kopti dan Gapoktindo yang mendesak agar Kementerian Perdagangan RI bergerak dengan memanggil importir, untuk dapat menyesuaikan harga jual kedelai. Meski demikian, hingga kini upaya tersebut belum membuahkan hasil.
Sebagai upaya solusi, Kopti Bandung pun, ujar Asep, telah mempersilakan agar para pengrajin tahu tempe untuk dapat menaikkan harga jual maksimal 30 persen atau disesuaikan dengan kondisi kenaikan harga bahan baku.
"Kita sudah mendesak pemerintah agar memanggil importir, bahkan, sudah ada pembicaraan kalau harga itu jangan lebih dari Rp. 10.500 per kilo. Tapi, kalau lihat kondisi sekarang justru potensi kenaikan harga masih bisa naik lebih tinggi lagi," ucapnya.
Meski, telah mengetahui adanya rencana aksi tersebut, namun pihaknya tidak ingin berspekulasi untuk mendukung maupun melarang aksi tersebut. Sebab, hal tersebut merupakan inisiatif dan sikap spontanitas dari para pengrajin.
"Memang kita sudah mendengar dan mengetahui akan ada rencana aksi mogok dari beberapa kawan yang mau berhenti pada tanggal 28 - 30 Mei nanti. Kita mah prinsipnya mempersilahkan, tidak melarang ataupun mengajurkan untuk mogok, karena itu mah hak mereka. Tapi selama beberapa hari ini Kopti juga banyak mendapat masukan dari para pengrajin, khususnya yang kecil-kecil, katanya kalau engga ikutan gimana, kalau ikutan juga gimana. Intinya kami (Kopti Bandung) memilih untuk mempersilahkan saja, baik yang mau ikut ataupun tidak," katanya.
Di sisi lain, Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disdagin) Kota Bandung tak bisa melarang aksi mogok produksi perajin tahu. Kepala Disdagin Kota Bandung, Elly Wasliyah mengatakan, perajin tahu tempe saat ini hanya mengandalkan kedelai dari impor dan kebijakannya ada di pemerintah pusat.
Menurut Elly, ada beberapa faktor yang menyebabkan kenaikan harga kedelai, di antaranya harga kedelai global telah bergerak naik, bulan April masih tercatat Rp.9.200/kg, bulan Mei sudah bergerak naik tercatat Rp. 10.500/kg.
"Kedelai di Amerika Serikat belum memasuki masa panen ( sebagian besar kedelai diimpor dari Amerika Serikat," ujar Elly, Rabu (26/5).
Elly mengatakan pemicu kenaikan kedelai karena adanya permintaan dari negara China sebesar 7.5 juta ton bulan April 2021 menyebabkan harga kedelai dunia ikut naik.
Menurut Elly Kementerian Perdagangan memastikan stok kedelai untuk kebutuhan industri tahu dan tempe mencukupi.
"Salah satu upaya untuk menekan harga kedelai, dihimbau kepada distributor untuk dapat menyalurkan langsung kepada industri pengrajin tahu dan tempe memotong mata rantai distribusi" ujar Elly.
Kebutuhan Kota Badung itu kurang lebih 8.000 ton per bulan.
Bikin Pusing Emak-emak
Akibat melambungnya harga kedelai yang menjadi bahan baku utama produksi tahu dan tempe selama beberapa minggu terakhir, menyebabkan para pengrajin tahu dan tempe di Bandung berencana menggelar aksi mogok produksi dan berjualan pada 28-30 Mei mendatang.
Rencana aksi mogok tersebut pun disayangkan oleh kaum emak-emak atau ibu rumah tangga, terlebih tahu dan tempe merupakan panganan bernilai ekonomis dan menjadi favorit anggota keluarganya.
"Ya kalau bisa mah jangan mogok lah, gimana kek caranya asal jangan mogok, soalnya tahu dan tempe udah seperti makanan wajib keluarga saya yang harus selalu ada di meja makan, saat waktu makan," ujar Anita Tresnaningsih (56) warga Riung Bandung, saat ditemui di rumahnya, Rabu (26/5/2021).
Hal senada disampaikan oleh Nina (53) warga GBI. Menurutnya, informasi rencana mogok berjualan tersebut sudah diketahuinya dari salah seorang pedagang tahu keliling langganannya sejak kemarin. Bahkan, karena hal tersebut memaksa dirinya harus membeli tahu secara lebih untuk di simpan sebagai cadangan selama beberapa hari kedepan.
"Iya saya sudah dengar bakal ada rencana mogok jualan dari si emang tahu keliling langganan. Malahan, gara-gara rencana itu saya harus nyetok tahu di kulkas, kalau-kalau seperti dulu lagi, tahu jadi langka, gara-gara yang engga ada yang jualan," ujarnya saat dihubungi melalui telepon.
Meski demikian, dirinya berharap para penjual tahu mengurungkan niatnya untuk menggelar aksi mogok produksi dan berjualan selama tiga hari tersebut. Bahkan, Ia meminta pemerintah untuk mencari solusi agar aksi mogok tersebut urung terlaksana.
"Kalau bisa sih pinginnya jangan mogok lah, soalnya meskipun mogoknya cuma tiga hari, tapi kadang imbasnya lebih dari tiga hari, tahu jadi langka lah atau justru kalau pun ada harganya justru naik juga. Harapannya, Pemerintah cari solusi lah, biar pada penjual tahu ini tetep jualan, kasian juga kan, kalau engga ada tahu dan tempe, rakyat kecil makan apa," ucapnya.
Sementara itu, Juariah (48) warga Cempaka Arum, Gede Bage berharap, agar rencana aksi mogok produksi dan berjualan pengrajin tahu di jadikan pembelajaran bagi pemerintah untuk mulai mencari importir baru penyuplai kedelai selain Amerika, dengan kualitas yang sama namun harganya ekonomis.
"Situasi ini kan terus berulang ya, terakhir itu Bulan Desember pas mau tahun baru kalau engga salah. Jadi ini semacam warning gitu lah buat Pemerintah untuk sudah waktunya mencari importir baru kedelai, karena selama ini kan kita terus-terusan impor kedelai dari Amerika. Meskipun kualitasnya bagus, tapi kalau ada yang alternatif produsen dengan sepadan kualitas yang sepadan kenapa engga. Apalagi kalau bisa lebih murah, tapi kualitasnya tetap bagus, itu lebih baik lagi," katanya saat dihubungi melalui telepon, Rabu (26/5/2021)