Ramadan 1442 H
Intip Masjid Tertua di Majalengka, Memiliki Arsitektur Unik Warisan Wali
Masjid Jami Darussalam yang berada di Desa Karangsambung, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Majalengka memiliki historis sejarah tersendiri
Penulis: Eki Yulianto | Editor: dedy herdiana
Adapun, area mihrab terbagi dua yakni untuk imam dan mimbar.
"Malah punya tiga tiang, terus ada tatal, serbuk kayu. Namanya juga Wali, jadi dibikin lagi, jadi tiang," ucapnya.
Yang menarik lainnya dari bangunan masjid ini, yakni pada bagian kubah masjid.
Kubah masjid terbuat dari genteng dengan mustaka kubah pada bagian atasnya seperti masjid khas Jawa pada masa lalu.
Baca juga: Nekat Mudik Sebelum 6 Mei? Anda Akan Dikarantina Selama 5 Hari, Polri Ajak Warga Tak Curi Start
Baca juga: Simak! Sinopsis Ikatan Cinta 17 April 2021 Lengkap, Mas Al Bongkar Makam, Andin & Mama Rosa Ngambek?
Masjid ini juga memiliki sebuah sumur tua yang masih digunakan hingga saat ini.
Sumur yang berada di Utara masjid itu konon digunakan untuk bersuci pada masa lalu.
"Sumur ga pernah kering, ga ada lumpur. Ga pernah disedot, dikuras. Yang lainya suka kering, yang ini mah ada aja, disebutnya juga Cai Kahuripan (Air kehidupan). Bulan Maulid banyak yang ambil air dari sana," jelas dia.
Masjid Darussalam juga menyimpan beberapa pusaka bersejarah.
Konon pusaka-pusaka itu merupakan peninggalan para pasukan Mataram hingga utusan Sunan Gunung Jati yang memilih menetap di wilayah itu.
Di antaranya seperti tombak, keris, bola besi, hingga kursi.
Benda-benda pusaka itu disimpan di ruang khusus yang berada di samping mihrab.
Salah satu peninggalan bersejarah yang masih dimanfaatkan adalah beduk dan kentongan.
Konon, beduk dan kentongan itu dibuat pada saat para utusan sunan Gunung Jati mensyiarkan Islam di Karangsambung.
"Di masjid ini ada benda pusaka, bekas zaman dulu katanya. Macam keris, tombak, bola besi, kursi. Kursi itu bekas Abah Ki Gedeng Sawit, sesepuh dulu. Suka dipake Khutbah dia. Ceramah, duduknya di kursi itu."
"Zaman dulu suka dibikin untuk sumpah. Yang bohong, nggak ngaku, didudukan di kursi itu. Kalau nggak ngaku teh, pantatnya bisa rapat, nggak mau lepas dari kursi. Utusan Sunan Gunung Jati, yakni Ki Gedeng sawit, temannya tuh Gedeng Babadan, Gedeng Pakandangan, Gedeng Bangoduadan, Gedeng Peres," katanya.