Bupati Bandung Barat Aa Umbara dan Anaknya Belum Dijebloskan ke Penjara, Ternyata Ini Alasannya
Pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang, Bupati Aa Umbara dan anaknya belum dijebloskan ke dalam penjara.
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Wildan Noviansah
TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG BARAT - Pasca ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pengadaan barang tanggap darurat bencana Covid-19 pada Dinas Sosial KBB Tahun 2020, Bupati Aa Umbara dan anaknya belum dijebloskan ke dalam penjara.
Sampai saat ini, KPK hanya melakukan penahanan terhadap M Totoh Gunawan, tersangka korupsi dari pihak pengusaha.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni Aa Umbara Sutisna (AUS), Andri Wibawa (AW), anak Aa Umbara; dan Pemilik PT Jagat Dir Gantara (JGD) dan CV Sentral Sayuran Garden City Lembang (SSGCL), M. Totoh Gunawan (MTG).
Baca juga: Profil Aa Umbara Bupati Bandung Barat Jadi Tersangka Korupsi, Sosoknya Pengalaman di Dunia Politik
Kabag Setda KBB, Asep Sudiro membenarkan bahwa Aa Umbara Sutisna dan anaknya tidak bisa memenuhi panggilan KPK, karena sakit.
"Menurut informasi yang saya dapatkan benar bahwa pak Bupati dan anaknya sedang sakit sehingga tidak bisa untuk beraktivitas," katanya saat diwawancarai, Kamis (1/4/2021).
Terkait hal tersebut, tim penyidik akan melakukan penjadwalan dan pemanggilan ulang Aa Umbara dan anaknya Andri Wibawa.
"Kami informasikan lebih lanjut dan mengingatkan agar para tersangka kooperatif hadir memenuhi panggilan dimaksud," jelas Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (1/4/2021).
Sementara itu, Tim Penyidik melakukan penahanan Untuk Totoh selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 1 April 2021 sampai dengan 20 April 2021 di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
Baca juga: Aa Umbara Disikat KPK, Orang Nomor 1 di Bandung Barat Jadi Tersangka Korupsi Dana Bansos Covid-19
Aa Umbara dan Anaknya Jadi Tersangka Korupsi
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Aa Umbara Sutisna, Bupati Bandung Barat, sebagai tersangka dugaan tindak pidana korupsi pengadaan barang tanggap darurat bencana Covid-19 pada Dinsos di Kabupaten Bandung Barat, Rabu (1/4/2021).
Selain Aa, KPK juga menetapkan anak Aa Umbara, yaitu AW (Andri Wibawa) serta MTG pemilik PT JPG dan JPS sebagai tersangka kasus yang sama.
KPK telah memeriksa sebanyak 30 orang saksi dari ASN dan pihak swasta lainya untuk kasus tersebut.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menjelaskan, Aa Umbara disangkakan melanggar pasal 12 huruf i dan pasal 15 dan pasal 12 B UU no 31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor.
AW dan MTG disangkakan melanggar pasal 12 huruf i dan atau pasal 15 UU No 31 tahun 1999.
Untuk kepentingan penyidikan, tim penyidik menahan MTG uuntuk 20 hari ke depan terhitung 1 April hingga 20 April 2021 di Rutan KPK Cabang Komda Jaya Guntur.
Aus dan AW sudah dilakukan pemanggilan, namun yang bersangkutan telah mengkonfirmasi tidak bisa hadir karena sakit.
Tim penyidik akan menjadwalulang pemanggilan dan
Diduga telah terjadi Maret 2020, Pemkab KBB merecofusing APBD 2020 pada belanja tidak terduga.
Pada bulan April 2020 ada pertemuan antara AUS dan MTG untuk membahas keinginan dan kesanggupan MTG untuk menyedikan bahan sembako dengan kesepakatan adanya fee 6 persen dari nilai proyek.
AUS memerintahkan Kadinsos KBB dan Kepala UKPBJ untuk memilih MTG sebagai salah satu penyedia sembako.
MEi 2020, AW menemui AUS untuk turut dilibatkan sebagai salah satu penyedia sembako, yang langsung disetujui AUS dan memerintahkan Dinsos.
April-Agustus 2020, dilakukan pemberian bansos bahan pangan dua paket, yaitu paket bansos jaringan pengaman sosial dan bantuan sosial PSBB sebanyak 10 kali pemberian bansos dengan nilai Rp 52,1 miliar.
Dengan menggunakan CV JCM dan CV SJ, AW mendapat paket pekerjaan total Rp 36 miliar.
Sedangkan MTG menggunakan PT JDG dan CV SSGJL mendapat paket Rp 15,8 miliar.
AUS diduga menerima uang sejumlah Rp 1 miliar. MTG menerima keuntungan sejumlah Rp 2 miliar. AW menerima keuntungan Rp 2,7 miliar.
Perbuatan AUS merupakan perbuatan yang tidak seusai etika dan melanggar sumpah jabatan seorang kepala daerah.