Kecelakaan Maut di Wado

PAMIJAHAN, Lokasi Ziarah yang Dikunjungi Rombongan SMP IT dan Alami Kecelakaan Maut di Wado Sumedang

bus itu membawa rombongan SMP IT al Muawwanah Subang yang baru saja pulang berziarah dari Pamijahan Tasikmalaya.

Penulis: Machmud Mubarok | Editor: Machmud Mubarok
pamijahan.sideka.id
Makam Waliyullah Syekh Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya. 

Seiring dengan bertambahnya kedatangan peziarah yang datang tanpa kenal waktu dan bergantian mengunjungi area tersebut menjadikan keadaan dan suasana setempat seperti layaknya “ikan yang akan bertelur”

Pamijahan berasal dari kata Mijah, dalam bahasa sunda yang berarti tempat ikan bertelur, ini mengandung filosofi menarik karena pada kenyataanya ikan yang bertelur dan menetas dapat menghadirkan generasi baru yang diharapkan mampu meneruskan dan mewarisi sifat sifat induk atau leluhurnya guna melanjutkan cita cita pada awal mulanya.

Riwayat Syekh Abdul Muhyi

Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram sekitar tahun 1650 Masehi atau 1071 Hijriah. Ia dibesarkan oleh orang tuanya di kota Gresik atau Ampel.

Abdul Muhyi selalu mendapat pendidikan agama baik dari orang tua maupun dari ulama-ulama sekitar Ampel.

Pada saat berusia 19 tahun dia pergi ke Aceh atau Kuala untuk berguru kepada Syekh Abdurrauf Singkil bin Abdul Jabar selama 8 tahun yaitu dari tahun 1090-1098 Hijriah atau 1669 -1677 Masehi.

Pada usia 27 tahun dia beserta teman sepondok dibawa oleh gurunya ke Baghdad untuk berziarah ke makam Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani dan bermukim di sana selama dua tahun. Setelah itu mereka diajak oleh Syeikh Abdul Rauf ke Makkah untuk menunaikan Ibadah Haji.

Ketika sampai di Baitullah, Syeikh Abdulrauf mendapat ilham kalau di antara santrinya akan ada yang mendapat pangkat kewalian.

Dalam ilham itu dinyatakan, apabila sudah tampak tanda-tanda maka Syeikh Abdulrrauf harus menyuruh santrinya pulang dan mencari gua di Jawa bagian barat untuk bermukim di sana.

Suatu saat sekitar waktu ashar di Masjidil Haram tiba-tiba ada cahaya yang langsung menuju Syeikh Abdul Muhyi dan hal itu diketahui oleh gurunya Syeikh Abdur Rauf sebagai tanda-tanda tersebut.

Setelah kejadian itu, Syeikh Abdurrauf membawa mereka pulang ke Kuala atau Aceh tahun 1677 M.

Sesampainya di Kuala, Syeikh Abdul Muhyi disuruh pulang ke Gresik untuk minta restu dari kedua orang tua karena telah diberi tugas oleh gurunya untuk mencari gua dan harus menetap di sana.

Sebelum berangkat mencari gua, Syeikh Abdul Muhyi dinikahkan oleh orang tuanya dengan Ayu Bakta putri dari Sembah Dalem Sacaparana putra Dalem Sawidak atau Raden Tumenggung Wiradadaha III.

Tak lama setelah pernikahan, dia bersama istrinya berangkat ke arah timur dan sampailah di daerah yang bernama Darma Kuningan.

Atas permintaan penduduk setempat Syeikh Abdul Muhyi menetap di Darma Kuningan selama 7 tahun (1678-1685 M).

Halaman
1234
Sumber: Tribun Cirebon
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved