Kampung Mati

Setelah Majalengka & Kuningan, Kini Viral Kampung Mati di Ponorogo, Ditinggal Warga Karena Mistis?

Awalnya kampung yang dikenal dengan nama Sembulan tersebut dihuni oleh 30 kepala keluarga. Namun sejak lima tahun terakhir, kampung tersebut mati

Editor: Machmud Mubarok
(KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI)
Salah satu rumah kosong yang ditinggal pemiliknya di Sumbulan, Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo. 

Banyak masyarakat yang menyebut Blok Tarikolot dengan sebutan 'kampung mati' karena nyaris tak ada aktivitas kehidupan di dalamnya.

Rumah-rumah yang terdapat di area tersebut tampak kumuh dan kotor.

Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka yang sudah ditinggal oleh para pemilik rumahnya. Kini kesan kumuh dan angker menghinggapi Kampung yang terdapat 30 rumah itu.
Blok Tarikolot, Desa Sidamukti, Kecamatan/Kabupaten Majalengka yang sudah ditinggal oleh para pemilik rumahnya. Kini kesan kumuh dan angker menghinggapi Kampung yang terdapat 30 rumah itu. (TribunCirebon.com/Eki Yulianto)

Situasi itu mendapat respon dari Kepala Desa (Kuwu) Desa Sidamukti alias yang memiliki wilayah di area tersebut, Karwan.

Karwan menilai, viralnya perkampungan yang ada di desanya perlu diluruskan.

Pasalnya, banyak informasi yang diterimanya sebutan 'kampung mati' lebih mengerucut ke desanya, bukan bloknya.

Padahal sebenarnya, hanya di salah satu blok, bukan di keseluruhan Desa Sidamukti.

"Saya merasa perlu meluruskan viralnya sebutan desa mati. Sebab, sebutan itu kurang tepat. Karena tidak semua penduduk Desa Sidamukti pindah meninggalkan kampungnya," ujar Karwan, Selasa (2/2/2021).

Baca juga: Kisah Sebuah Kampung di Majalengka Yang Ditinggal Pergi Penghuninya, Suasananya Jadi Angker

Baca juga: Subsidi Gaji Rp 600 Ribu Bagi Karyawan Tidak Dilanjutkan di 2021, Begini Kata Ida Fauziah

Ia menjelaskan, di kawasan itu terdapat sekitar 180 rumah.

Yang mana ditinggalkan oleh 253 Kepala Keluarga (KK).

Saat ini, kondisi rumah tersebut kebanyakan rusak parah.

"Namun jika menyebut Desa Sidamukti-nya salah," ucapnya.

Masih disampaikan dia, pergerakan tanah pertama kali terjadi pada tahun 2006.

Ketika itu, sebagian warga sudah memilih mengungsi.

Para warga mengungsi ke Blok Buahlega oleh pemerintah setempat pada 2009 sampai 2010 lalu.

"Kalau sekarang masih ada yang tinggal disitu, sekitar delapan KK lah. Karena mereka masih mengelola lahan pertanian dan perkebunan mereka," jelas dia.

Baca juga: Sebelum Meninggal Mendadak di Bank, Nasabah yang Terekam CCTV Tidak Sempat Makan Tapi Minum Ini

Baca juga: Istri Dibakar Suami Hidup-hidup hingga Tewas, Bela Anaknya Sang Ayah Usir Warga dengan Parang

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved