Virus Corona Mewabah
Ada Temuan Baru Virus Corona, Mampu Bertahan Sebulan di Uang Kertas dan Layar HP, Ini Penjelasannya
Bermacam penelitian dilakukan para ilmuwan, di antara tujuannnya yakni mencegah dan menanggulangi penyebaran Covid-19.
Salah satu gejala yang banyak dialami oleh pasien positif virus corona adalah kehilangan indra penciuman.
Namun, sebuah studi terbaru yang diterbitkan di JAMA Otoralyngology-Head and Neck Surgery menunjukkan pasien Covid-19 juga mengalami gangguan pendengaran.
Profesor Otolaringologi di John Hopkins Medicine, Dr Matthew Stewart, dan para koleganya melakukan studi pada tubuh tiga orang yang meninggal setelah terinfeksi virus corona untuk melihat apakah ada virus di telinga bagian dalam.
Pada dua dari tiga kadaver, mereka menemukan virus corona di telinga bagian dalam dan tulang mastoid di tengkorak yang ada di belakang telinga.
Meski ditemukan juga adanya virus lain, tapi Stewart mencurigai potensi yang disebabkan virus corona lebih buruk.
3. Bertahan 28 hari pada uang kertas hingga layar HP
Laporan penelitian Badan Sains Nasional Australia beberapa waktu lalu menunjukkan virus corona bisa bertahan pada permukaan, seperti uang kertas, layar handphone (HP), dan baja tahan karat hingga 28 hari.
Studi yang dipublikasikan dalam Virology Journal itu berdasarkan atas percobaan pada suhu 20 derajat celsius atau suhu kamar dan dengan keadaan gelap.
Untuk pengujian pada benda berpori seperti kain, peneliti menemukan Covid-19 dapat bertahan sekitar 14 hari.
Disebutkan juga, virus corona berhenti menginfeksi dalam 24 jam pada suhu 40 derajat celcius di beberapa permukaan.
Selain itu, virus corona juga dapat terbunuh oleh sinar UV.
Baca juga: Penyuntikan Vaksin Covid-19, Tahap Satu Jabar Ajukan Tiga Juta Vaksin untuk 3 Daerah, Bandung Masuk?
4. Efektivitas remdesivir
Baru-baru ini, studi yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan remdesivir tak memiliki efek substansial pada peluang hidup pasien virus corona.
Temuan itu didapatkan setelah WHO menguji 11.266 pasien virus corona yang diwawat di rumah sakit.
Dalam studi yang dirilis oleh Financial Times, Kamis (15/10/2020), WHO mengatakan tak ada pengobatan secara substansial yang berpengaruh pada tingkat kematian atau lamanya perawatan di rumah sakit.