Viral di Media Sosial
Mitos Kemunculan Lintang Kemukus di Bojonegoro Jadi Pertanda Buruk, Ini Penjelasan Lengkap BMKG
Para warganet mengunggah foto-foto yang diklaim sebagai lintang kemukus di langit kota Jawa Timur, yaitu sekitar Tuban dan Bojonegoro.
TRIBUNCIREBON.COM - Akhir -akhir ini kemunculan lintang kemukus ramai diperbincangkan di sejumlah media sosial.
Seperti di Facebook dan Twitter sejak Sabtu (10/10/2020) malam hingga pagi ini, Minggu (11/10/2020).
Para warganet mengunggah foto-foto yang diklaim sebagai lintang kemukus di langit kota Jawa Timur, yaitu sekitar Tuban dan Bojonegoro.
Dikutip dari Surya.co.id, fenomena alam itu terlihat jelas di langit, dan dalam kepercayaan masyarakat tradisional dikaitkan dengan pertanda terjadinya sesuatu.
Seperti mitos bahwa bakal ada pagebluk, atau hilangnya pagebluk atau pertanda kejadian alam lain.
Tidak diketahui di mana benda itu berakhir tetapi masyarakat merespon benda langit tersebut.
"Itu lintang (bintang) jatuh, semoga kita dalam lindungan Allah," tulis akun FB Rifai di Grup Jaringan Informasi Tuban (Jitu).
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Tuban pun menjelaskan fenomena tak biasa tersebut.
"Benar, memang ada laporan lintang kemukus atau bintang jatuh, baik di masyarakat luar ataupun grup BMKG," kata Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Tuban, Rofiq Isa Mansyur dikonfirmasi, Minggu (11/10/2020).
Rofiq menjelaskan fenomena meteor tersebut tidak bisa tertangkap radar atau satelit BMKG.
Yang jelas pihaknya mendapatkan kabar bahwa lintang kemukus itu diketahui banyak orang.
"Laporannya ada, namun tidak tertangkap satelit atau radar BMKG. Malam kemarin terlihatnya," pungkasnya.
Disinggung apakah fenomena itu berdampak pada bumi atau lingkungan, Rofiq memperkirakan sejauh ini belum ada.
Sebab kalau meteor berhasil masuk atmosfer bumi, maka akan ada kerusakan yang terjadi.
"Kalau sementara ini belum ada kerusakan, tetapi bisa juga menyebabkan kerusakan jika meteor berhasil masuk ke atmosfer bumi," pungkasnya.
Baca juga: Fenomena Ekuinoks Terjadi Hari Ini, Waspadai Perubahan Pola Angin dan Peralihan ke Musim Hujan
Baca juga: Waspadai Dampak La Nina Pada 10 Hari Pertama & Kedua Oktober, Bencana Hidrometeorologi Mengancam
Peneliti dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan) Emanuel Sungging Mumpuni, seperti dikutip dari kompas.com, menjelaskan lintang kemukus yang disebutkan para warganet itu merupakan jenis meteor yang agak besar.
"Itu fireball atau meteor yang agak besar, kebetulan memang dalam beberapa hari ini sedang musim hujan meteor," kata Sungging saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/10/2020) pagi.
Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, juga terjadi hujan meteor Draconid, yaitu pada 6-10 Oktober 2020.
Sungging membenarkan kemungkinan bahwa fenomena yang terlihat tersebut juga termasuk hujan meteor tersebut.
"Bisa jadi (hujan meteor Draconid)," jawabnya.
Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa hujan meteor Draconid hanya berlangsung sekitar dua hari saja.
Adapun fenomena hujan meteor ini tidak berbahaya dan normal terjadi. "Tidak berbahaya, normal terjadi," imbuhnya.
Dugaan lain Sementara, astronom amatir Indonesia Marufin Sudibyo belum dapat mengonfirmasi kepastian terkait fenomena yang ramai dibicarakan para warganet tersebut.
Pasalnya informasi yang tersedia masih terbatas.
"Yang jelas, obyek yang difoto itu kemungkinan ada di atas horizon utara/selatan, bukan barat/timur," jawabnya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/10/2020) pagi.
Menurut dia, untuk kawasan Lamongan-Tuban, pada jam 8 malam ke atas sudah tidak ada lintasan tampak dari satelit aktif/sampah antariksa yang lewat ataupun jejak kondensasi pesawat komersial.
"Di sekitar jam yang sama juga tidak ada jadwal jatuhnya sampah antariksa ke atmosfer Bumi seperti dulu pernah kejadian di Madura," jelasnya.
Sementara, jika dikaitkan dengan meteor dan komet, Marufin menilai bahwa fenomena tersebut bukan keduanya.
"Bukan meteor karena jejak lintasannya baur/fuzzy dan mengesankan sangat lambat untuk ukuran meteor," ungkapnya.
"Bukan komet karena saat ini tidak ada komet kasat mata di langit kita," lanjutnya.
Oleh karena itu, menurut Marufin, dari kemungkinan-kemungkinan yang ada, tinggal menyisakan sumber cahaya buatan manusia.
"Pertama, lampu pesawat. Meski kemungkinan kecil karena tidak kelihatan pola terang gelapnya," jelas Marufin.
Dugaan kedua adalah layang-layang berlampu dan ketiga adalah balon udara buatan sendiri.
Baca juga: Kisah Perempuan Papua Yang Jadi KOWAD, Susah Payah Tes, Kini Jadi Anak Buah Jenderal Andika Perkasa
Baca juga: Prabowo Akui Gerindra Dukung UU Cipta Kerja, tapi Klaim Kurangi Pasal-pasal yang Terlalu Liberal
Pertanda Pagebluk
Dikutip dari historia.id, Pada zaman Mataram Islam misalnya, pagebluk dihubungkan dengan kemunculan bintang berekor atau komet.
Orang Jawa menyebutnya lintang kemukus.
Menurut tradisi mereka, kemunculan komet pada arah tertentu memiliki arti, di antaranya sebagai pertanda kemunculan pagebluk.
"Memang umumnya penampakkan komet dimaknai sebagai membawa ‘hal yang kurang baik’, kecuali apabila muncul di arah barat," jelas Dwi.
Berdasarkan buku Sejarah Kutha Sala: Kraton Sala, Bengawan Sala, Gunung Lawu yang ditulis R.M. Ng. Tiknopranoto dan R. Mardisuwignya, Dwi menjelaskan bila komet muncul di arah timur tandanya ada raja yang sedang berbela sungkawa.
Lalu rakyatnya bingung.
Desa pun banyak yang mengalami kerusakan dan kesusahan. Harga beras dan padi murah, tetapi emas mahal harganya.
Bila bintang berekor muncul di tenggara menandakan ada raja yang mangkat.
Orang desa banyak yang pindah. Hujan jarang. Buah banyak yang rusak. Ada wabah penyakit yang membuat banyak orang sakit dan meninggal.
Beras dan padi mahal. Kerbau dan sapi banyak yang dijual.
Apabila komet muncul di arah selatan tandanya ada raja mangkat. Para pembesar susah. Banyak hujan. Hasil kebun melimpah.
Beras, padi, kerbau, dan sapi dihargai murah. Orang desa merana, karenanya mereka pun mengagungkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Suci.
Kalau komet muncul di barat daya artinya ada raja mangkat. Orang desa melakukan kebajikan. Beras dan padi murah. Hasil kebun berlimpah. Tapi kerbau dan sapi banyak yang mati.
Jika komet muncul di barat tandanya ada penobatan raja. Para pembesar dan orang desa senang. Beras dan padi pun murah. Apa yang ditanam berbuah subur dan cepat menghasilkan. Hujan akan turun deras dan lama.
Apapun barang yang dijual-belikan murah harganya, karena memperoleh berkah Tuhan.
Lalu kalau bintang kemukus muncul di barat laut, itu pertanda ada raja yang berebut kekuasaan.
Para adipati juga berselisih, berebut kekuasaan. Sementara warga desa bersedih hati. Kerbau dan sapinya banyak yang mati.
Hujan dan petir terjadi di musim yang salah. Kekurangan makin meluas dan berlangsung lama. Beras dan padi mahal, namun emas murah.
Apabila ada komet muncul di utara, maknanya ada raja yang kalut pikiran lantaran kekeruhan di dalam pemerintahannya.
Timbul perselisihan yang semakin berkembang menjadi peperangan. Beras dan padi mahal. Namun harga emas murah.
Selain tanda adanya wabah penyakit pada manusia, lintang kemukus juga memberi pertanda ada wabah penyakit yang akan menyerang hewan.
Ada pertanda kalau kerbau dan sapi banyak yang mati. Itu disebutnya aratan. Bila lintang muncul di arah barat daya dan di barat laut.(*)
Artikel ini telah tayang di bangkapos.com dengan judul Heboh Kemunculan Lintang Kemukus, Ini Mitosnya dan Penjelasan Pihak Lapan