Dua Anak Bertetangga di Kabupaten Tasikmalaya Meninggal Bersamaan, Diduga Akibat DBD
elama Agustus ini tercatat ada delapan kasus DBD di wilayahnya. Antara lain, di Kampung Cipanas empat orang, Kampung Pasung satu orang
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Suryaman
TRIBUNCIREBON.COM, TASIKMALAYA - Dua anak di Kampung/Desa Pamoyanan, Kecamatan Kadipaten, Kabupaten Tasikmalaya, meninggal dunia dalam waktu hampir bersamaan, Senin (10/8) malam.
Keduanya sempat menjalani perawatan di rumah sakit diduga terserang DBD. Kedua korban masing-masing Muhammad Jibril (10) dan Seni Nur Waffa Oktaviani (5) yang masih tetanggaan.
Selain itu, seorang balita bernama Bilal Zulfikar (1) yang tak lain adik kandung almarhum Muhammad Jibril, kini masih menjalani perawatan dengan dugaan terkena DBD.
Kepala Desa Pamoyanan, Aha Nugraha, membenarkan adanya kejadian itu. "Kedua korban masih anak-anak, serta masih satu kampung dan masih tetanggaan," katanya, Selasa (11/8). Jibril dirawat di RS TMC Kota Tasikmalaya, sedang Seni di RS SMC Singaparna.
Kedua anak malang itu dikebumikan Selasa pagi di tempat pemakaman kampung setempat. "Kami turut prihatin dengan adanya kejadian ini," katanya.
• Bergairah Liat Orang Dibungkus Kain Sejak Kecil, Orang Tua Gilang Fetish Kain Jarik Sudah Tahu
• Daftar Harga Terbaru Hp Oppo Agustus 2020, Lengkap Mulai dari Oppo A1K, A5, A9, A12 hingga Reno4
• Bacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Lengkap Dengan Kisah Pembuatan Naskah Proklamasi
Dia menyebutkan, selama Agustus ini tercatat ada delapan kasus DBD di wilayahnya. Antara lain, di Kampung Cipanas empat orang, Kampung Pasung satu orang serta di Kampung Pamoyanan tiga orang.
"Dari delapan orang itu, lima orang alhamdulillah sudah sembuh, satu orang masih dirawat dan dua lagi meninggal dunia yaitu Zibril dan Seni," ujar Aha.
Pengelola Program Penanganan DBD Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya, Maria Ulfa, menyebut dua korban meninggal hanya satu yang positif DBD.
"Yang dari Kadipaten hanya satu orang. Satu orang lagi bukan dari Pamoyanan tapi dari Kecamatan Pagerageung dan cenderung punya penyakit bawaan," ujar Maria.
Aha menambahkan, hingga kini belum ada tindakan pencegahan seperti fogging. Namun pihaknya terus berupaya mengingatkan warga agar waspada.
"Terutama melakukan tindakan antisipasi mandiri. Seperti pemberantasan sarang nyamuk, yaitu menguras, menutup dan mengubur barang yang bisa menjadi sarang nyamuk," kata Aha.
Sebelumnya, Korban serangan demam berdarah dengue (DBD) kembali bertambah di Kota Tasikmalaya, seorang anak berinisial RCW (11), warga Kecamatan Cipedes, meninggal di RSU dr Soekadjo, Kamis (30/7) malam.
Korban meninggal dunia setelah mendapat perawatan selama dua hari di ruang perawatan intensif untuk anak (PICU). Murid kelas VI SD ini meninggal sekitar pukul 23.00 dan langsung dibawa ke Kamar Mayat.
"Menurut keterangan dokter, korban positif DBD. Bahkan mencapai taraf DSS (down shock syndrom, Red) di mana pasien drop dalam waktu cepat," kata Asep Rizki, petugas Kamar Mayat.
Kakek korban, Pendi, di Kamar Mayat, menuturkan, RCW adalah anak bungsu dari dua bersaudara. Ia mulai mengalami demam, Kamis (23/7), lalu dibawa ke dokter.
"Dokter menyarankan menunggu dua hari, karena saat itu trombositnya masih normal. Tapi setelah dua hari demam tetap tinggi, cucu saya kemudian dibawa ke RSU," ujar Pendi.
• Ini Doa Khusus Plt Bupati Indramayu Pada Pelaksanaan Hari Raya Idul Adha di Tengah Pandemi Covid-19
• Daftar Harga Sepeda Lipat Murah, Mulai Rp 2 Jutaan : Pacific, Dahon Ion, Element Hingga United
• Resep Membuat Tongseng Kambing dan Sapi, Lengkap Tips Agar Daging Empuk dan Mudah Masak
Selama dua hari RCW mendapat penanganan intensif di ruang IGD. "Karena kondisinya tidak berubah, lalu dibawa ke ruang PICU," kata Pendi.
Namun setelah mendapat perawatan dua hari di ruang PICU, korban tak tertolong. "Kata dokter memang positif DBD," kata Pendi.
Tembus 1.000 Kasus DBD
Sepanjang tahun 2020 ini sampai minggu pertama Agustus jumlah kasus demam berdarah dengue (DBD) di Ciamis dan di Tasikmalaya sudah menembus angka 1.000.
Di Ciamis mencapai 1.076 kasus dengan jumlah lima orang penderita meninggal dunia. Sedangkan di Kota Tasikmalaya kasus DBD sebanyak 1.006.
Selama masa pandemi Covid-19 sejak April lalu jumlah kasus DBD di Ciamis cenderung menurun di bawah angka 100 kasus kecuali bulan Juni mencapai 109 kasus.
“Sejak April sampai Juli, angka kasus (DBD) cenderung menurun. Rata-rata di bawah angka 100. Kecuali bulan Juni mencapai 109 kasus, terdampak outbreak di kota tetangga (Tasikmalaya),” ujar Kabid Pengendalian dan Pemberantasan Penyakit (P2P) Dinkes Ciamis dr H Bayu Yudiawan MM kepada Tribun Selasa (4/8).
Penyumbang terbanyak kasus DBD di Ciamis adalah wilayah Puskesmas Ciamis Kota menyusul kemudian Handapherang, Cijeungjing, Cisaga dan Baregbeg. Kasus DBD ini menyebar hampir di 27 kecamatan di Ciamis.
• Kisah Pahit Cewek PL Karaoke di Bandung: Tak Punya Uang untuk Makan, Anak Kelaparan, Diusir dari Kos
• Bertambah Lagi Musuh Besar Dokter, Selain Covid-19, Kini Ada Si Covidiot, Apa Sih? Ini Penjelasannya
• TKW Indramayu Sempat Telepon Saat Sembunyi di Bunker, Nangis Bilang Sedang Terjadi Perang di Suriah
Kasus DBD tertinggi di Ciamis menurut dr Bayu terjadi pada bulan Januari, Februari dan Maret yang menempatkan Ciamis masuk zona merah dengan kasus tiga besar se Jabar.
Bulan Januari terjadi 222 kasus DBD dan dua meninggal dunia menempatkan Ciamis pada rangking ke-2 se Jabar dalam jumlah kasus DBD-nya. Bulan Februari sebanyak 287 kasus dan tiga meninggal dunia, posisi Ciamis masih dirangking ke-2 se Jabar.
Pada Maret terjadi 215 kasus DBD, tidak ada yang meninggal. Posisi Ciamis turun ke peringkat ke-3 dari total kasus DBD se Jabar.
Bulan April, saat pandemi Covid-19 mulai marak, jumlah kasus DBD di Ciamis menurun drastis jadi 82 kasus. Posisi Ciamis turun ke peringkat ke-7 se Jabar.
Kemudian bulan Mei (90 kasus), Juni (109 kasus), Juli (66 kasus). Dan bulan Agustus ini sampai Senin (3/8) sudah ada 5 kasus. Total 1.076 kasus sampai awal Agustus. “Tiga hari pertama Agustus, terdata lima kasus DBD,” katanya.
Bulan Juni terjadi peningkatan kasus yang cukup significan yakni sampai 109 kasus menurut dr Bayu karena di Tasikmalaya terjadi outbreak kasus DBD yang berdampak ke Ciamis terutama daerah perbatasan.
Tiga bulan pertama awal 2020 menurut dr Bayu merupakan penyumbang terbanyak kasus DBD di Ciamis dengan daerah kasus tertinggi kasus DBD-nya mulai dari wilayah kerja puskesmas Ciamis Kota, Handapherang, Cijeungjing, Cisaga dan Baregbeg,
“Di wilayah kerja puskesmas lainnya peningkatan kasusnya tidak signifikan,” ujar dr Bayu.
Di tengah pandemi Covid-19 ini, masyarakat diharapkan tidak lalai dengan ancaman penyakit DBD yang ditularkan nyamuk aedes aegypti tersebut.
Dengan mewaspadai gigitan nyamuk yang akrab disebut si belang tersebut. Jangan lupa selalu lakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), periksa dan buang tempat-tempat munculnya jentik nyamuk.
Kota Tasikmalaya
Kasus serangan penyakit demam berdarah dengue (DBD) di Kota Tasikmalaya akhirnya menembus angka 1.000 orang. Yang meninggal pun bertambah satu menjadi 20 orang.
Namun begitu, pihak Dinas kesehatan (Dinkes) Kota Tasikmalaya menyatakan, jika kasusnya dilihat per bulan maka sudah terjadi penurunan yang cukup signifikan.
"Akumulasi sejak Januari hingga saat ini sudah mencapai 1.006 kasus. Tapi jika dilihat per bulannya, kini mulai terjadi penurunan signifikan," kata Kepala Dinkes Kota Tasikmalaya, Uus Supangat, Selasa (4/8).
Sementara yang masih dirawat di sejumlah rumah sakit di wilayah kota sebanyak 27 orang. Kondisi mereka sebagian besar sudah stabil.
"Penurunan jumlah kasus per bulannya, salah satunya didukung oleh perilaku warga yang mulai sadar akan kebersihan lingkungan. Terutama upaya pemberantasan sarang nyamuk," ujar Uus.
Karenanya, warga diminta lebih aktif lagi memberantas sarang nyamuk. Seperti menguras bak, membuang atau mengubur wadah bekas serta menutup wadah berisi air.
"Kalau anak-anak tidur sekitar pagi dan sore, sebaiknya diawasi karena saat itu pula nyamuk aedes aegypti penyebab DBD berkeliaran," ujar Uus.
Waspadai Gigitan Nyamuk di Pagi dan Sore Hari
Nyamuk dengan ciri khas kaki berwarna hitam dan putih ini mengigit manusia pada waktu pagi dan sore.
Ahli infeksi dan pedriati tropik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dr Mulya Rahma Karyanti, mengatakan bahwa nyamuk menggigit antara jam 10 sampai jam 12 siang.
Gigitan nyamuk bisa menyerang semua kelompok umur.
Saat ini kecenderungan yang terjadi banyak kasus DBD menyerang kelompok umur remaja.
"Dia senangnya gigitnya pada pagi hari, day biters, jadi antara jam 10 sampai jam 12 di masa anak-anak lagi sekolah. Kadang-kadang kenanya di situ. Sama sebelum magrib ya, jam 4 sampai jam 5 sore," ucap dr Mulya pada saat dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Dokter Mulya menekaNkan pada upaya pencegahan dengan 3M.
"Yang penting, membersihkan tempat berkembang biaknya di air bersih," ucapnya.
Ia menyampaikan tempat genangan air yang sering di rumah tangga seperti pot-pot bunga untuk dikeringkan.
• Ini Cara Benar Minum Air Rebusan Lemon, Khasiatnya Dahsyat, Apalagi Jika Diminum Sebelum Tidur
• Waspada! 190 Anak di Jabar Tertular Virus Corona, Kebanyakan Usia Sekolah Antara 6-18 Tahun
"Minimal satu kali dilakukan, satu kali seminggu dengan menguras bak mandi, 3M tadi, itu memutuskan dari nyamuk jentik menjadi dewasa," pesan dr Mulya.
Demam pada anak perlu diwaspadai para orang tua karena ini salah satu gejala DBD.
Apabila menemui kondisi ini, penderita meminum air dan jangan sampai dehidrasi.
"Awasi asupan minum, kedua awasi buang air kecilnya, normal biasanya kalau cukup asupan cairannya, dia 4 sampai 6 jam harusnya buang air kecil, dan awasi aktivitasnya," pesannya.
Namun, apabila gejala semakin memburuk seperti muntah terus menerus dan tidak buang air lebih dari 12 jam, kita perlu berhati-hati dan penderita segera mendapatkan perawatan medis.
Berbeda dengan gejala COVID-19 yang saat ini masih terjadi penularan, dr Mulya mengungkapkan pada kasus penyakit akibat virus SARS-CoV-2 lebih ke sistem saluran napas atas.

Sedangkan gejala pada DBD, ini lebih demam dan pendarahan kulit yang perlu diwaspadai, seperti mimisan, gusi berdarah, atau memar.
Sementara itu, gejala penderita DBD biasanya mengalami panas mendadak, kadang disertai muka merah, nyeri kepala, nyeri di belakang mata, muntah-muntah dan biasanya bisa disertai pendarahan.
"Itu yang tidak ada pada COVID, pendarahan spontan, mimisan, gusi berdarah, atau timbul bintik-bintik merah di kulit, itu bisa terjadi," tambahnya.
Ia juga menjelaskan apabila penderita DBD pada hari ketiga panas tidak turun-turun, penderita harus meminum air.
"Jadi, kalau hari ketiga dia kurang minum, akhirnya pasti ada gejala-gejala tanda bahaya, warning sign kita sebutnya," ucapnya.
Panas tinggi menunjukkan infeksi virus tinggi di dalam tubuh penderita. Suhu badan bisa mencapai 40 derajat.
"Nah, kalau demam 2 sampai 3 hari tidak membaik, segera ke rumah sakit," kata Dokter Mulya.
Bahaya lain dapat diamati melalui gejala berupa sakit perut, letargi atau lemas, pendarahan spontan, pembesaran perut, hati dan ada penumpukan cairan.
Penderita yang mengalami kondisi tersebut bisa berdampak pada fase kritis. (firman suryaman)