Kesulitan Peroleh Sampel Positif Covid-19, Alat Rapid Test Buatan Jabar Akan Diuji di Jawa Timur

Saat pengujian sementara ini, Deteksi CePAD hanya bereaksi terhadap sampel virus penyebab Covid-19

Editor: Machmud Mubarok
Istimewa
Alat Rapid test buatan Jabar akan diuji juga di Jawa Timur. 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Alat pendeteksi Covid-19 hasil inovasi Unpad dan ITB, Deteksi CePAD, tengah diuji terhadap sampel-sampel pasien positif Covid-19.

Akibat keterbatasan jumlah penderita Covid-19 di Jabar, alat rapid test ITB ini akan diuji juga terhadap sejumlah sampel di Jawa Timur.

Sekretaris Pusat Riset Bioteknologi Molekular dan Bioinformatika Unpad, Muhammad Yusuf, mengatakan selama seminggu ini pengujian alat rapid test tersebut bekerja sama dengan Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Jawa Barat (Labkesda Jabar) yang selama ini menguji sampel-sampel swab test Covid-19.

"Tinggal kita sedang mencari sampel positifnya ini mudah-mudahan bisa dibantu juga. Kendalanya ini mencari sample positif di Jabar sulit. Tapi dari hasil uji yang dilakukan, ada sekitar 30 sampel diujicobakan itu, hasilnya setara. Jadi melalui PCR (swab test) negatif, ini juga negatif. Artinya alat in tidak terganggu alat swab dan lainnya juga," kata Yusuf di Gedung Sate, Kamis (25/6).

Untuk produksi Deteksi CePAD batch pertama ini, katanya, pihaknya masih menunggu hasil validasi tersebut. Selama ini, katanya, Deteksi CePAD hanya membutuhkan waktu 20 menit untuk samlai menunjukkan hasil pengujian sampel, apakah orang yang dites tersebut positif atau negatif Covid-19.

Saat pengujian sementara ini, Deteksi CePAD hanya bereaksi terhadap sampel virus penyebab Covid-19. Saat diuji terhadap sampel virus influenza dan virus jenis lainnya, bahkan virus corona jenis sebelum Covid-19, terbukti alat ini tidak menunjukkan reaksi.

"Kami berkolaborasi dengan banyak pihak, Labkesda Jabar, RSHS, dan lainnya. Harapannya ini selesai dalam satu bulan dan kami juga dapat tawaran dari Pemprov Jatim. kami sudah dikontak untuk mereka membantu kami melakukan validasi agar lebih cepat," katanya.

Deteksi CePAD sendiri dinilai memiliki harga yang lebih murah daripada alat rapid test yang diimpor dari luar negeri selama ini yang berharga sekitar Rp 300 ribuan. Diperkirakan, harga Deteksi CePAD ini sekitar Rp 100 ribu, belum termasuk biaya pengujian.

Rencananya setelah diproduksi sebanyak 3.000 alat untuk pengujian, alat ini bisa diproduksi sebanyak 30 ribu alat per bulan dan dapat dikembangkan terus kapasitas produksinya.

Dalam kesempatan tersebut diperkenalkan juga perangkat pengujian deteksi Covid-19 inovasi ITB dan Unpad, yakni GanexPad berupa kit dan sistem ekstraksi RNA kapasitas tinggi dan berbiaya murah, serta VitPAD atau Iceless Transport System, sebuah Viral Trasport Medium (VTM) yang memiliki ketahanan dan keamanan untuk penyimpanan dan transportasi sampel virus di suhu ruang.

Muhammad Yusuf mengatakan validasi ke sampel virus dilakukan setelah alat tersebut tervalidasi di laboratorium. Yusuf menjelaskan, perbedaan Rapid Test 2.0 dengan rapid test yang umum digunakan saat ini adalah molekul yang dideteksinya.

Rapid test Covid-19 yang umum mendeteksi antibodi, sedangkan Rapid Test 2.0 ini mendeteksi antigen. Sehingga, kata Yusuf, Rapid Test 2.0 dapat mendeteksi virus lebih cepat karena tidak perlu menunggu pembentukan antibodi saat tubuh terinfeksi virus.

"Konsep deteksi antibodi maupun antigen keduanya bagus dan berdasar pada teknologi yang benar. Deteksi antibodi saat ini keunggulannya pada samplingnya yang lebih mudah, dari darah. Namun, deteksi antibodi pada Covid-19 lebih tepat untuk tracing, ingin tahu virus sudah menyebar di mana saja," ucapnya.

Deteksi antigen sendiri, ujarnya, bisa digunakan untuk mengetahui penyebab orang sakit ketika sedang menunjukkan gejala seperti demam dan batuk. Sedangkan jika orang baru terpapar virus beberapa hari, deteksi antibodi kemungkinan besar negatif atau nonreaktif karena antibodi terhadap virusnya belum terbentuk.

Yusuf mengatakan, pihaknya bersama mitra industri sedang melengkapi fasilitas assembly rapid test dan produksi sampai 5.000 kit pada Juni ini untuk keperluan validasi.

Setelah validasi menunjukkan hasil yang baik, pada Juli 2020, pihaknya akan memproduksi 10.000 kit, kemudian dilanjutkan 50.000 kit per bulan sesuai dengan kapasitas produksi mitra saat ini. Jika diperlukan lebih banyak, kata Yusuf, pihanya mengajak partisipasi berbagai pihak untuk meningkatkan kapasitas produksi tersebut.

"Cara kerja Rapid Test 2.0 ini, sampel swab dicampurkan ke larutan khusus, kemudian diteteskan ke alatnya. Sama dengan rapid test yang sekarang, 20 menit hasilnya keluar. Selain swab nasofaring, kami juga sedang mengembangkan sampling dari air liur," katanya.

Kepala Pusat Studi Infeksi Fakultas Kedokteran Unpad Bachti Alisjahbana mengatakan validasi bertujuan untuk meyakinkan atau menilai kualitas rapid test 2.0. Salah satunya membandingkan tingkat akurasi dengan metode teknik reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR) yang sudah terbukti baik.

"Kami ambil spesimen yang sama, swab juga, tapi kemudian pasien diperiksa PCR. Kami ambil spesimen 30 pasien yang Covid-19-nya positif PCR, dan 30 pasien yang Covid-19-nya negatif PCR. Spesimen yang sama, Kami periksakan dengan alat uji cepat Pak Yusuf dan kawan-kawan. Nanti, kita bisa lihat seberapa besar tingkat ketepatan atau kesamaannya," katanya.

Menurut Bachti, sejauh ini, validasi masih dalam tahap pengumpulan spesimen. Jika hasil validasi kurang memuaskan, maka akan ada evaluasi dan perbaikan. Setelah itu, validasi dilakukan kembali.

"Tapi, kalau sudah cukup oke, sesuai harapan kita, itu bisa langsung registrasi Depkes. Lalu, digunakan layanan-layanan kesehatan," katanya.

Kepala Dinas Kesehatan Jabar Berli Hamdani mengatakan jika telah divalidasi, Rapid Test 2.0 dapat digunakan untuk diagnosis ataupun penapisan karena akurasi setara PCR.

Tes masif dengan menggunakan Rapid Test 2.0 akan menemukan peta sebaran Covid-19 yang lebih komprehensif, dan mendeteksi virus lebih dini. Dengan begitu, sebaran Covid-19 dapat diputus dan angka kematian bisa dinolkan.

"Setelah produksi pertama ini dipergunakan dan bisa dievaluasi manfaat dan kendala-kendalanya (selama validasi). Sewaktu presentasi dari ITB-Unpad disampaikan rencana produksi masal di akhir bulan Juli 2020," kata Berli. (Sam)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved