New Normal di Jabar

Ridwan Kamil Keluarkan Pergub PSBB Proporsional Sekaligus Mengatur Soal Adaptasi Kebiasaan Baru

Pergub 46 ini mencakup penentuan level kewaspadaan kabupaten/kota, pelaksanaan PSBB proporsional sesuai level kewaspadaan kabupaten/kota

Editor: Machmud Mubarok
(Humas Jabar)
Gubernur Jabar Ridwan Kamil memimpin rakor via videoconference bersama para bupati/wali kota terkait Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Provinsi di Jabar, dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Rabu (29/4/20). 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Muhamad Syarif Abdussalam

TRIBUNCIREBON.COM, BANDUNG - Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengeluarkan peraturan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) proporsional sebagai persiapan adaptasi kebiasaan baru (AKB) atau new normal di seluruh kabupaten/kota Jawa Barat.

Ketentuan ini diatur dalam Pergub Nomor 46 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB Secara Proporsional Sesuai Level Kewaspadaan Daerah Kabupaten/Kota sebagai Persiapan Pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru untuk Pencegahan dan Pengendalian COVID-19.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja mengatakan Pergub yang ditandatangani Sabtu (30/5) ini mengatur pedoman AKB dalam koridor PSBB Jawa Barat dalam level kewaspadaan.

“Karena sebenarnya Jabar belum bermaksud melepaskan secara penuh PSBB,” ujarnya di Gedung Sate, Selasa (2/6).

Pergub 46 ini mencakup penentuan level kewaspadaan kabupaten/kota, pelaksanaan PSBB proporsional sesuai level kewaspadaan kabupaten/kota, protokol kesehatan per level kewaspadaan dalam rangka AKB, pengendalian dan pengamanan, serta monitoring evaluasi dan sanksi.

Dalam penentuan level kewaspadaan, ada sembilan indikator yang dipakai Pemerintah Provinsi Jabar, yakni laju ODP, PDP, pasien positif, kesembuhan, kematian, reproduksi instan, transmisi/kontak indeks, pergerakan orang, dan risiko geografi atau perbatasan dengan wilayah transmisi lokal.

“Sembilan indikator ini berdasarkan kajian dan rekomendasi pakar epidemologi,” kata Setiawan.

Dari sembilan indikator ini, menghasilkan lima level kewaspadaan kabupaten/kota. Level 1 Rendah (zona hijau) yakni tidak ditemukan kasus positif, Level 2 Moderat (zona biru) yakni kasus ditemukan secara sporadis atau impor, Level 3 Cukup Berat (zona kuning) yakni ada klaster tunggal, Level 4 Berat (zona merah) berarti ditemukan beberapa klaster, dan Level 5 Kritis (zona hitam) yakni penularan pada komunitas.

“Lima level kewaspadaan ini kemudian melahirkan perlakuan atau protokol berbeda-beda per kabupaten/kota,” kata Setiawan.

Seorang TKW Meninggal di Arab Saudi Saat Melahirkan, Disebut-sebut Asal Desa Loji, Kades Membantah

Wakapolres Purbalingga Wafat, Motor Nyungsep ke Sungai, Padahal Minggu Depan Mutasi ke Polda Jateng

PSBB di Jakarta Segera Berakhir, Pasien Positif Covid-19 yang Dirawat Tinggal Satu Orang

Setiawan mencontohkan, kabupaten/kota dengan Level 1 maka protokolnya normal, Level 2 jaga jarak, Level 3 PSBB parsial, Level 4 PSBB penuh, dan Level 5 protokolnya adalah karantina atau lockdown.

Kemudian diatur juga level kewaspadaan per kecamatan atau kelurahan atau desa yang protokol kesehatannya kurang lebih sama dengan tingkat kabupaten/kota dengan istilah baru Pembatasan Sosial Berskala Mikro.

Selain PSBB, Pergub 46 juga mengatur protokol kesehatan dalam rangka AKB yang perlakuannya pun sesuai dengan level kabupaten/kota. Level 1 yang paling baik misalnya, diperkenankan membuka tempat ibadah dengan syarat kapasitas maksimal 75 persen, pergerakan orang diizinkan antar provinsi, belajar di sekolah tapi hanya 50 persen siswa, tempat wisata dibuka pukul 06.00-16.00 dengan kapasitas maksimal 50 persen, aktivitas perbankan kapasitas 70 persen dengan pegawai 25 persen kerja di rumah dan 75 persen ke kantor, dan lainnya.

Sebaliknya Level 5 yang paling kritis akan diberlakukan karantina dengan pergerakan dibatasi per desa/kelurahan bahkan per RT/RW, pegawai 100 persen kerja di rumah, supermarket, minimarket, mal, sampai pasar tradisional tutup.

“Kabar baiknya tidak ada kabupaten/kota yang masuk kategori kritis,” sebut Setiawan.

Sementara itu, juru bicara Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan COVID-19 Provinsi Jawa Barat Daud Achmad mengatakan kabupaten/kota yang hendak menerapkan AKB harus terlebih dahulu mencabut status PSBB berbarengan dengan pengajuan AKB atau Kenormalan Baru ke Kementerian Kesehatan.

“Harus diingat untuk melakukan AKB harus mencabut dulu status PSBB ke Menteri Kesehatan. Karena PSBB pun atas seizin menteri kesehatan. Ini yang saat ini sedang berproses difasilitasi provinsi,” kata Daud.

Namun pada saat yang sama, ada 12 kabupaten/kota yang tetap menerapkan PSBB karena masih masuk zona kuning atau Level 3.

“Bupati/wali kota yang menindaklanjuti. Saya lihat Kota Bandung yang masih zona kuning, Wali Kota sudah mengeluarkan peraturan wali kota,” kata Daud mengapresiasi.

Sementara 15 kabupaten/kota yang lain, lanjut Daud, dapat menerapkan AKB tapi tetap dengan syarat mencabut PSBB dan memohon AKB ke Menteri Kesehatan.

Daud ingin meluruskan ihwal 102 kabupaten/kota yang diizinkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB) Pusat dan tidak ada satu pun daerah Jabar di dalamnya. Menurutnya, yang dimaksud BNPB adalah 102 kabupaten/kota dengan daerah hijau.

Sementara menurut Presiden saat kunjungan ke Bekasi beberapa hari lalu, tutur Daud, Jabar termasuk ke dalam empat provinsi yang diizinkan menerapkan AKB, sisanya DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Provinsi Gorontalo.

“Jabar masuk ke dalam empat provinsi yang diizinkan. Makannya kita mengeluarkan AKB di lima level, ada 15 kab/kota di Level 2 atau zona biru dan 12 kabupaten kota di Level 3 zona kuning,” kata Daud. (Sam)

Sumber: Tribun Jabar
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved