Manfaatkan Gas Suar, Tambang Migas di Indramayu Jadi Lebih Ramah Lingkungan
Sebelumnya, gas suar operasional PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang di Indramayu hanya dibakar saja.
TRIBUNCIREBON.COM - Gas suar atau flare gas hasil operasional pertambangan minyak dan gas ( migas) di Indramayu kini akan lebih dimanfaatkan, sehingga lebih ramah lingkungan.
Sebelumnya, gas suar operasional PT Pertamina EP Asset 3 Jatibarang di Indramayu hanya dibakar saja.
Hal ini jadi program Pertamina EP Asset 3 Jatibarang untuk memiliki kegiatan produksi yang lebih ramah lingkungan dan mendorong penurunan gas rumah kaca (GRK).
Adapun Pertamina EP Jatibarang Field Manager Hari Widodo mengatakan, di lapangan produksi di Indramayu, gas suar itu dimanfaatkan untuk keperluan operasional, antara lain untuk suplai gas lift sebagai tenaga pendorong dalam memproduksikan minyak bumi.
Selain itu, juga disalurkan untuk kepentingan masyarakat Jawa Barat.
"Khusus di area Indramayu bagian barat, gas bumi dari Pertamina EP disalurkan ke miniplant LPG untuk memenuhi kebutuhan LPG di Jawa Barat," kata Hari Widodo melalui keterangan pers ke Kompas.com, Selasa (28/1/2020).
Upaya ini mendapatkan penghargaan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Yakni atas komitmen optimasi pemanfaatan gas suar dan inisiasi Zero Routine Flaring by 2030 sekaligus mendukung penurunan gas rumah kaca pada kegiatan usaha hulu migas.
Menurut data Ditjen Migas ESDM, sebanyak rata-rata 6,6 MMSCFD gas bumi berhasil dikelola oleh PEP Jatibarang Field.
Jumlah ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi kenaikan produksi migas dan dimanfaatkan industri lain serta masyarakat.
"Pemerintah mengapresiasi upaya gas suar bakar yang tadinya dilepas saja, tapi kini digunakan untuk yang lain, seperti program gas kota, maupun own use genset,” ujar Adhi Wibowo.
Zero Routine Flaring by 2030 merupakan inisiatif World Bank dan Dirtekling dengan ITB.
Kegiatan ini bertujuan untuk menyatukan Pemerintah, perusahaan minyak dan lembaga pembangunan di area internasional untuk bekerja sama menghilangkan gas suar rutin, sebelum tahun 2030.
Zubim Banji selaku Program Manager of the World Bank’s Global Gas Flaring Reduction Partnership menambahkan, gas suar menyumbang perubahan iklim dan lingkungan melalui emisi CO2, Black Carbon, dan polutan lain.
Zubin Bamji menyampaikan penghargaan kepada Pemerintah Indonesia yang berupaya mengurangi emisi gas rumah kaca pada COP 21 2015 di Paris atau Paris Agreement dan dukungan terhadap inisiatif Zero Routine Flare Global.
“Indonesia merupakan salah satu negara terdepan yang berpartisipasi dalam pengurangan produksi flare gas,” katanya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gas Suar Dimanfaatkan, Tambang Migas di Indramayu Lebih Ramah Lingkungan"