Kreatif! Juju Juwariah Sulap Kain Jadi Nilai Jual Tinggi, Melalui Teknik Membatik Ecoprint
elain memang mudah dikerjakan oleh siapapun, bahan-bahan yang digunakan juga mudah ditemukan, termasuk daun-daun yang akan dijadikan sebagai motif
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Machmud Mubarok
Lakukan pounding sampai warna yang tercetak di atas kain cukup jelas, bahkan hingga tampak tulang-tulang daunnya.
Kain yang selesai dipukul-pukul, lalu didiamkan beberapa malam.
Tujuannya, agar warna daun kering dan melekat pada kain.
Setelah itu, kain dibilas, atau menurut Juju istilahnya dinamakan fiksasi.
Proses fiksasi tersebut yakni dengan cara membilas kain, entah dengan air cuka, air tawas, air kapur, air tunjung.
Sedangkan, teknik steaming (dikukus) merupakan proses lanjutan dari pounding.
Jika proses pounding yakni dipukul kemudian didiamkan, maka steaming lantas mengukus kain di dalam panci.
Kain tersebut dilipat atau digulung dengan rapih dan dilakukan selama beberapa jam.
Usai dikukus, kain lalu direndam air tawas ataupun tunjungan (fiksasi). Tujuannya yaitu agar warna daun tidak luntur saat dicuci.
Juju mengaku, kerajinan ecoprint sangat menarik karena menghasilkan motif yang berbeda-beda di tiap kain.
"Saya menggunakan daun yang mudah di dapat di sekitar rumah, seperti daun jati, mahoni, jarak, dan lain-lain," kata Juju.
Dalam sebulan, Juju mengaku dapat membuat kerajinan batik ecoprint sebanyak 100 lembar kain.
Proses itu, dirinya dibantu dengan dua karyawan yang setiap harinya membantu.
"Meski di bantu karyawan, saya lebih banyak melakukannya sendiri, karena karyawan juga masih sekolah dan bisanya siang," ucapnya.
Lanjut dia, selembar kain yang biasanya diproduksi mempunya lebar 2 hingga 2,5 meter.
Dijual dengan harga Rp 65 ribu yang termurah untuk kerudung, dan Rp 1,2 juta untuk bahan sutera.
"Satu bulan saya bisa menjual dari 100 kain itu sekitar 70%-80%, omzetnya sekitar Rp 10 juta lah dapat," kata Juju.
Beberapa model yang sudah dihasilkan oleh Juju di antaranya kemeja, gamis, kerudung dan model lainnya. (*)