Kemarau Panjang Warga Gegunung Cirebon Sulit Air Bersih dan Manfaatkan Sungai Yang Tercemar Limbah
Warga Blok Klayan Lor, Kelurahan Gegunung, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, mengaku kesulitan mendapatkan air bersih
Penulis: Hakim Baihaqi | Editor: Muhamad Nandri Prilatama
Laporan wartawan Tribun Jabar, Hakim Baihaqi
TRIBUNJABAR.ID, CIREBON - Warga Blok Klayan Lor, Kelurahan Gegunung, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, mengaku kesulitan mendapatkan air bersih setiap musim kemarau.
Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, warga memanfaatkan aliran air Sungai Cipager yang hampir mengalami kekeringan dan dipenuhi sampah.
Pantauan Tribun Jabar, Minggu (22/9/2019), setiap harinya di sungai yang memiliki lebar lebih dari 30 meter, sebagian besar dasar sungainya pun terlihat, bahkan dibagian sisinya sudah mengalami keretakan.
Dimusim kemarau saat ini, perbandingan volume air dan tumpukan sampah di Sungai Cipager, didominasi oleh sampah.
Sampah berada di sungai tersebut, sebagian besar sampah merupakan sampah rumah tangga, mulai dari sampah plastik kemasan, styrofoam, popok bayi, pembalut, pohong tumbang, hingga peralatan rumah tangga.
Meskipun mengalami penyusutan volume air, Sungai Cipager menjadi satu-satunya sumber air yang digunakan oleh warga untuk berbagai kebutuhan rumah tangga.
Komariah (56), warga Blok Klayan Lor, mengatakan, sumur yang berada di rumahnya dalam kondisi hampir surut, lantaran sudah hampir empat bulan terakhir ini Kabupaten Cirebon tidak diguyur hujan.
Di Sungai Cipager, kata Komariah, ia mampu melakukan sejumlah aktivitas, mulai dari mandi, mencuci pakaian dan mencuci peralatan rumah tangga.
"Setiap tahun selama kemarau pasti mandinya di sungai, mau bagaimana lagi, cuma itu yang ada air," kata Komariah, Minggu (22/9/2019).
Warga lainnya, Yusuf Anwar (40), mengatakan, selain mencuci serta mandi, aktivitas yang bisa dilakukan oleh warga selama musim kemarau di Sungai Cipager yakni mencuci kendaraan bermotor di aliran sungai.
Menurut Yusuf, kedalaman Sungai Cipager saat musim kemarau hanya 30 sentimeter, sehingga memudahkan untuk membawa motor hingga aliran sungai.
"Kalau musim hujan tidak bisa, airnya naik," katanya.
Kepala Seksi Kedarutan dan Logistik, Eman Sulaeman, mengatakan, dari hasil pemetaan yang dilakukan oleh Tim Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Cirebon, krisis air bersih terjadi mulai Juni dan Juli 2019.
Hal tersebut berbeda dengan tahun lalu yang terjadi, mulai Agustus sampai September.
Ia menambahkan, keringan pada 2019 lebih cepat dibandingkan tahun lalu, karena terjadinya perubahan iklim cuaca ekstrem dan hingga saat ini hujan pun belum turun di wilayah Kabupaten Cirebon.
• Pemda Cirebon Janji Fokus Tangani Tumpukan Sampah Plastik Hingga Hewan Ternak di Sungai Cipager
• Duh, Lautan Sampah Menutupi Sungai Cipager Cirebon, Sering Terjadi Saat Kemarau
• Lautan Sampah Menutupi Sungai Cipager Cirebon, Warga Keluhkan Aroma Busuk
"Kami akan antisipasi, salah satunya dengan suplai air bersih," katanya.
Eman mengatakan, bila masa hari tanpa hujan melebihi 90 hari, pihak BPBD akan merubah status menjadi tanggap darurat dan melaporkan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk membuat hujan buatan.
Dikatakan Eman, kekeringan di Kabupaten Cirebon masih dalam status siaga darurat, sehingga pemerintah masih dapat mengatasi dengan cara mensuplai air bersih dan masyarakat pun masih menikmati air bersih meskipun dalam jumlah sedikit.
"Kami belum pernah bikin hujan buatan, jangan sampai. Kalau tidak hujan, kami akan adakan salat istisqa," katanya. (*)