Sejarah Ponpes Buntet Cirebon

Menengok Sejarah Pondok Pesantren Tertua Buntet Cirebon di Momen Hari Santri Nasional 2025

Di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, berdiri sebuah pesantren yang menjadi saksi perjalanan panjang

Penulis: Eki Yulianto | Editor: Dwi Yansetyo Nugroho
TribunCirebon.com/ Eki Yulianto
Sebuah asrama dan tajug yang menjadi iKON kawasan Ponpes Buntet Cirebon 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto


TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, berdiri sebuah pesantren yang menjadi saksi perjalanan panjang peradaban Islam di Nusantara.

Namanya Buntet Pesantren, lembaga pendidikan Islam yang telah berusia hampir tiga abad.

Dari sinilah, jejak perjuangan para ulama dan santri menapaki sejarah bangsa.

Hari Santri Nasional, yang setiap 22 Oktober dirayakan di seluruh penjuru negeri, menjadi momentum bagi pesantren tertua di Cirebon ini untuk menengok kembali akar perjuangan mereka.

Baca juga: PRAKIRAAN Cuaca Cirebon Kamis, 23 Oktober 2025: Hari Ini Didominasi Hujan Ringan dan Suhu Sejuk


Bukan sekadar upacara dan pawai santri, melainkan napak tilas pada nilai-nilai yang diwariskan para pendahulu.

Kepala Bidang Kepesantrenan Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Buntet Pesantren, KH Mohammad Luthfi menegaskan, bahwa pondok pesantren memiliki peran sentral dalam membentuk wajah pendidikan Indonesia.

Menurutnya, pendidikan di Tanah Air justru lahir dari rahim pesantren, jauh sebelum berdirinya sekolah formal seperti sekarang.

"Santri jangan dianggap tradisional atau kolokan."

Baca juga: 5 Fakta soal Pekerja Bangunan di Kuningan yang Tewas Usai Tertimpa Tembok, Dibobok Bagian Bawah


"Pendidikan awal di Indonesia justru berasal dari pesantren,” ujar Luthfi saat berbincang dengan media di kompleks Buntet Pesantren, Rabu (22/10/2025).

Luthfi menjelaskan, pesantren bukan hanya lembaga pengajaran agama, tetapi juga pusat peradaban yang melahirkan pemimpin dan pejuang bangsa. 

Ia menyebut, dari pesantren lah tumbuh benih-benih nasionalisme, etika sosial dan karakter kebangsaan yang kuat.

“Pesantren menjadi ujung tombak pendidikan nasional yang memajukan peradaban bangsa,” ucapnya.

Baca juga: 4 Lokasi SIM Keliling di Indramayu Hari Ini 23 Oktober 2025: Perempatan Karangturi dan Desa Cemara


Bagi Luthfi, Hari Santri Nasional bukan hanya seremoni tahunan. 

Ia menyebutnya sebagai bentuk pengakuan negara atas jasa kaum santri yang turut menjaga dan membangun bangsa sejak masa penjajahan.

“Kami berterima kasih kepada pemerintah yang telah menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional. Itu bentuk penghargaan atas peran santri dalam sejarah negeri ini,” jelas dia.

Sebagai bentuk penghormatan, setiap tahun seluruh lembaga pendidikan di lingkungan Buntet Pesantren diliburkan.

Dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi, kegiatan belajar-mengajar dihentikan sejenak agar santri dapat memperingati hari bersejarah itu.

Baca juga: 5 Fakta soal Pekerja Bangunan di Kuningan yang Tewas Usai Tertimpa Tembok, Dibobok Bagian Bawah


“Setiap tahun semua lembaga pendidikan di Buntet kami liburkan untuk menghormati Hari Santri,” katanya. 

Kini, di lahan seluas 33 hektare itu, berdiri 71 pondok pesantren dengan sekitar 8.000 santri mukim dan 2.000 santri kalong.

Meski jumlahnya besar, kehidupan di dalam pesantren berjalan dalam harmoni.

Tidak ada pagar tinggi yang membatasi antar pondok.

Semuanya terbuka, saling menyapa dan hidup berdampingan dengan masyarakat sekitar.

Baca juga: 6 Lokasi SIM Keliling di Cirebon Hari Ini 23 Oktober 2025, Desa Tegalgubug Lor dan Pasar Pasalaran


"Di sini tidak ada gerbang besar yang membatasi antar pondok. Semuanya menyatu, hidup berdampingan,” ujarnya. 

Ia menjelaskan, sejak awal berdirinya, Buntet Pesantren mengusung karakter inklusif, terbuka bagi siapa pun tanpa memandang latar belakang sosial, budaya atau ekonomi.

Konsep itu tercermin dari keseharian para santri dan kiai yang hidup berdampingan tanpa sekat.

“Inklusivitas menjadi keistimewaan pesantren ini. Semua pondok hidup berdampingan dan berbaur dengan masyarakat setempat,” ucap Luthfi.

Buntet Pesantren lahir pada tahun 1750 Masehi, didirikan oleh seorang ulama besar bernama Mbah Muqoyyim.

Baca juga: PRAKIRAAN Cuaca Cirebon Kamis, 23 Oktober 2025: Hari Ini Didominasi Hujan Ringan dan Suhu Sejuk


Sosok ini bukan hanya pendiri pesantren, melainkan juga tokoh yang menolak tunduk pada kekuasaan kolonial.

Pemerhati sejarah pesantren Cirebon sekaligus putra dari salah satu pengasuh Buntet, Akhmad Rofahan menjelaskan, bahwa pendirian pesantren ini bermula dari kekecewaan Mbah Muqoyyim terhadap Keraton Kanoman, tempat ia dulu menjabat sebagai penghulu.

“Karena keberpihakan pihak keraton terhadap kolonial Belanda, Mbah Muqoyyim akhirnya memilih keluar dari keraton dan mendirikan pesantren Buntet,” jelas Rofahan.

Menurut catatan sejarah lisan masyarakat setempat, nama Buntet sendiri berasal dari kisah legenda masa lalu.

Konon, di wilayah itu terjadi perkelahian antara Buto Ijo dan Pangeran Legawa, putra Ki Ageng Sela, yang berebut Putri Dewi Arum Sari.

Baca juga: 5 Fakta soal Pekerja Bangunan di Kuningan yang Tewas Usai Tertimpa Tembok, Dibobok Bagian Bawah


Ketika perkelahian usai, pasangan bangsawan itu tersesat dan tak menemukan jalan pulang.

Mereka akhirnya menetap di wilayah itu, yang kemudian disebut Buntet, dari kata buntu.

“Selain dikenal dengan nama Buntet, masyarakat juga menyebutnya Depok, karena di wilayah itu pernah berdiri padepokan milik Pangeran Cakrabuana, pendiri Cirebon,” katanya. 

Dalam berbagai sumber, Mbah Muqoyyim disebut masih memiliki hubungan darah dengan keluarga Keraton Cirebon.

Ayahnya, Kiai Abdul Hadi, adalah keturunan bangsawan dan dikenal sebagai ulama yang alim dan berwibawa.

Dari keluarga inilah, Muqoyyim mewarisi dua hal penting: ilmu agama dan jiwa kepemimpinan.

Baca juga: 5 Fakta soal Pekerja Bangunan di Kuningan yang Tewas Usai Tertimpa Tembok, Dibobok Bagian Bawah


“Mbah Muqoyyim bukan hanya ulama, tetapi juga kiai sakti mandraguna. Ia menguasai ilmu agama, ketatanegaraan, dan bahkan ilmu kedigdayaan,” ujarnya.

Namun, di tengah kekuasaan Belanda yang semakin mencengkeram, Mbah Muqoyyim melihat keraton mulai kehilangan arah.

Para bangsawan, menurut Rofahan, justru meniru perilaku penjajah, berpesta, berdansa, dan mabuk-mabukan.

Hal itu membuat Muqoyyim meninggalkan keraton dan memilih jalan dakwah melalui pendidikan pesantren.

Perjuangan mendirikan Buntet Pesantren bukan perkara mudah. 

Baca juga: PRAKIRAAN Cuaca Cirebon Kamis, 23 Oktober 2025: Hari Ini Didominasi Hujan Ringan dan Suhu Sejuk


Belanda menganggap pesantren sebagai ancaman karena menjadi pusat perlawanan dan pendidikan rakyat.

Akibatnya, pesantren pertama yang didirikan Mbah Muqoyyim di Kampung Kedung Malang dibakar habis oleh pasukan Belanda.

"Belanda membombardir pesantren karena menganggap gerakan ulama berbahaya. Namun Mbah Muqoyyim berhasil menyelamatkan diri,” ucap Rofahan.

Mbah Muqoyyim lalu melanjutkan perjuangan ke Desa Pesawahan Sindanglaut, sekitar 10 kilometer dari lokasi awal.

Di sana ia membangun kembali pesantren bersama sahabatnya, Kiai Ardi Sela.

Baca juga: 5 Fakta soal Pekerja Bangunan di Kuningan yang Tewas Usai Tertimpa Tembok, Dibobok Bagian Bawah


Namun, serangan Belanda terus berlanjut. 

Pesantren kembali hancur dan Muqoyyim pun berpindah-pindah hingga akhirnya menetap di Blok Manis, Depok Pesantren, Desa Mertapada Kulon, lokasi Buntet Pesantren sekarang.

Jejak pesantren lama masih bisa ditemukan di Kedung Malang, berupa makam santri yang dipercaya sebagai murid-murid Mbah Muqoyyim yang gugur pada masa penjajahan.

“Hingga kini, para santri baru masih berziarah ke makam itu untuk mengenal sejarah awal pesantren,” jelas dia.

Di Pesawahan, Mbah Muqoyyim bertemu Pangeran Muhammad, putra Sultan Keraton Kanoman yang kelak bergelar Sultan Chaeruddin II.

Baca juga: 4 Lokasi SIM Keliling di Indramayu Hari Ini 23 Oktober 2025: Perempatan Karangturi dan Desa Cemara


Sang pangeran datang bukan untuk berkuasa, melainkan untuk belajar agama kepada Mbah Muqoyyim.

“Saat menjadi santri, Pangeran Muhammad dikenal sebagai Pangeran Santri,” katanya. 

Namun, keberanian sang pangeran melawan kolonial membuat Belanda murka. 

Ia akhirnya ditangkap dan dibuang ke Ambon.

Sementara itu, Mbah Muqoyyim terus berpindah tempat untuk menghindari kejaran.

Baca juga: 5 Fakta soal Pekerja Bangunan di Kuningan yang Tewas Usai Tertimpa Tembok, Dibobok Bagian Bawah


Dari Pesawahan, ia menuju Sindanglaut, lalu ke Pemalang, dan akhirnya menetap di Beji, Jawa Tengah.

Di tempat-tempat itu, ia tetap mengajar, membangun tajug dan berdakwah.

Salah satu peninggalannya bahkan dipercaya sebagai tajug kecil di Aceh yang tidak rusak diterjang tsunami 2004, tanda karomah sang kiai.

Ratusan tahun berlalu, namun semangat Mbah Muqoyyim masih hidup di setiap sudut Buntet Pesantren.

Kini, lembaga ini menaungi puluhan pondok dengan sistem pengajaran yang telah berkembang.

Baca juga: 6 Lokasi SIM Keliling di Cirebon Hari Ini 23 Oktober 2025, Desa Tegalgubug Lor dan Pasar Pasalaran


Pada masa awal, seluruh santri belajar dalam satu kompleks besar yang mengelilingi masjid agung pesantren. 

Untuk membedakan asrama, digunakan huruf-huruf A hingga L.

Seiring waktu, para kiai mulai membuka pondok di rumah masing-masing.

Dari sinilah lahir lebih dari 50 asrama yang kini tersebar di kawasan pesantren.

Nama-nama pondok pun diambil dari para pendirinya.

Baca juga: 4 Lokasi SIM Keliling di Indramayu Hari Ini 23 Oktober 2025: Perempatan Karangturi dan Desa Cemara


Misalnya, Asrama Al-Muttaba diambil dari nama KH Mustamid Abbas, kini dikelola cucunya, Ustadz Fikri Mubarok.

Ada juga Asrama Al-Murtadlo, diambil dari nama KH Murtadho, kini dipimpin oleh Ustadz H Fahad Ahmad Syadad.

“Tradisi keilmuan dan silsilah pesantren ini tidak pernah putus. Dari kiai ke anak, dari anak ke cucu. Itulah kekuatan Buntet,” ujarnya.

Selain menjadi pusat ilmu agama, Buntet juga berkembang menjadi pusat kebudayaan.

Baca juga: PRAKIRAAN Cuaca Cirebon Kamis, 23 Oktober 2025: Hari Ini Didominasi Hujan Ringan dan Suhu Sejuk


Kegiatan seperti pengajian akbar, kirab santri, hingga lomba hadrah menjadi tradisi tahunan. 

Di setiap momentum Hari Santri, ribuan orang datang, tidak hanya santri, tapi juga masyarakat umum yang ingin mengenal lebih dekat kehidupan di pesantren tertua Cirebon itu.

Buntet Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan, melainkan rumah besar tempat nilai-nilai Islam, nasionalisme dan kebhinekaan tumbuh bersama.

Di sinilah, semangat Energizing Indonesia terasa, menghidupkan bangsa melalui pendidikan yang berakar pada kearifan lokal dan spiritualitas.

Baca juga: 4 Lokasi SIM Keliling di Indramayu Hari Ini 23 Oktober 2025: Perempatan Karangturi dan Desa Cemara


“Pesantren bukan hanya tempat belajar agama, tapi juga tempat membangun karakter dan peradaban bangsa,” ucap KH Mohammad Luthfi. 

Adapun, Buntet Pesantren beralamat di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, sekitar 17 kilometer dari pusat Kota Cirebon. 

Lokasinya bisa ditempuh dalam waktu 25–30 menit menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. 
 
 
 

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved