Cirebon Timur

Cirebon Timur Jadi Daerah Otonomi Baru, Polemik Nama Cirebon Nagari Muncul di Kalangan Budayawan

R Chaidir Susilaningrat menjelaskan mengapa nama Cirebon Nagari kurang tepat dipakai untuk nama Cirebon Timur.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Istimewa
Penggiat budaya Cirebon, R Chaidir Susilaningrat. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Wacana pembentukan Kabupaten Cirebon Timur sebagai Calon Daerah Persiapan Otonomi Daerah Baru (CDPOB) semakin mendekati kenyataan.

DPRD dan Pemprov Jawa Barat bahkan sudah menyetujui usulan tersebut dalam rapat paripurna pada Rabu (10/9/2025).

Namun, di balik langkah besar itu muncul perdebatan soal identitas daerah baru.

Nama “Cirebon Nagari” atau Caruban Nagari yang sempat diusulkan sebagai label administratif justru menuai kritik, terutama dari kalangan budayawan.

Salah satunya datang dari penggiat budaya Cirebon, R Chaidir Susilaningrat

Ia menilai penggunaan nama “Cirebon Nagari” kurang tepat jika dilekatkan pada wilayah yang kini dikenal sebagai Cirebon Timur.

"Saya menilai penggunaan nama ‘Cirebon Nagari’ kurang tepat."

"Dalam naskah kuno, istilah Caruban Nagari justru merujuk pada wilayah yang jauh lebih luas daripada Cirebon Timur saat ini,” ujar Chaidir saat dikonfirmasi, Selasa (30/9/2025).

Chaidir menjelaskan, Caruban Nagari merupakan sebutan pada masa kejayaan Sunan Gunung Jati.

Kala itu, wilayahnya membentang luas, mulai dari bekas Kerajaan Pajajaran hingga Subang, Sumedang, Tasik, Garut, bahkan sampai Banten.

“Jadi kalau Cirebon Timur menggunakan nama Caruban Nagari, itu justru mengecilkan makna sejarahnya."

"Apalagi, CN erat kaitannya dengan sejarah Islamisasi Jawa Barat yang dibawa Sunan Gunung Jati,” ucapnya.

Alih-alih memakai nama yang dianggap terlalu luas secara historis, Chaidir menyarankan agar penamaan kabupaten baru mengacu pada sejarah lokal kawasan timur Cirebon.

“Lebih baik mengangkat nama Kerajaan Japura dengan Raja Amuk Marugul yang pernah berjaya, atau tokoh fenomenal seperti Pangeran Losari dan Pangeran Gebang."

"Nama-nama itu lebih merepresentasikan sejarah Cirebon Timur secara khusus. Bisa juga pakai nama Sindanglaut yang lekat dengan sejarah gula,” jelas dia.

Selain menyoroti soal nama, Chaidir juga menyinggung pentingnya pemilihan ibu kota kabupaten baru.

Ia menyebut faktor geografis menjadi kunci agar pelayanan publik mudah dijangkau masyarakat.

"Tidak salah kalau Karangsembung atau Karangwareng dijadikan nominasi."

"Bahkan ibu kota bisa dirancang dengan konsep modern seperti IKN, agar membawa manfaat lebih luas,” katanya.

Wakil Ketua DPRD Jawa Barat, Ono Surono, ikut menanggapi soal rencana penentuan ibu kota.

Usai meninjau lahan di Desa Karangmalang, Kecamatan Karangsembung, ia menyebut lokasi tersebut punya keunggulan dibanding titik lain.

“Lahan yang diusulkan di Karangmalang merupakan tanah desa, bukan milik pribadi. Itu lebih mudah dikelola untuk kepentingan bersama. Selain itu, informasinya juga tidak berada di kawasan rawan bencana,” ujar Ono, Kamis (18/9/2025).

Meski demikian, Ono menegaskan keputusan final tetap ada di tangan Pemerintah Kabupaten Cirebon bersama masyarakat setempat.

Ia juga mengingatkan bahwa pemekaran tidak bisa dilakukan secara terburu-buru.

Infrastruktur dasar harus dipenuhi lebih dulu, termasuk jalan, pendidikan, hingga fasilitas publik.

"Kalau dimekarkan dulu justru bisa membebani masyarakat. Jadi istilah calon daerah persiapan otonomi baru ini menjadi babak baru untuk pemerintah mengurus persoalan yang ada,” ucapnya.

Berdasarkan kajian sementara, Cirebon Timur diproyeksikan terdiri dari 16 kecamatan dengan luas wilayah 446,57 kilometer persegi.

Skor penilaian administratifnya mencapai 351 poin, menempatkannya di peringkat ke-6 dari 10 daerah CDPOB yang ditetapkan pemerintah pusat.

Namun, jalan menuju otonomi penuh masih panjang. 

Saat ini, seluruh daerah persiapan masih menghadapi moratorium pemekaran.

Di tengah proses panjang itu, perdebatan nama dan identitas Kabupaten Cirebon Timur diprediksi akan terus menjadi sorotan, terutama dari kalangan budayawan yang berharap penentuan nama tidak hanya mempertimbangkan aspek administratif, tetapi juga nilai historis dan kultural.

Baca juga: Desa Karangmalang Jadi Kandidat Kuat Ibu Kota Cirebon Timur, Ini Keunggulannya

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved