Sedihnya Ibu di Indramayu Anaknya Jadi TKW di Singapura Pulang-pulang Depresi, Gaji Tak Dibayar Utuh

Penulis: Handhika Rahman
Editor: taufik ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

RANGKUL ANAK - Tasriyah (52) saat merangkul anaknya Lusita (28) di kediaman mereka di Desa Loyang, Kecamatan Cikedung, Indramayu, Kamis (21/8/2025). Lusita sembilan tahun bekerja sebagai TKW di Singapura. Pulang dalam kondisi depresi.

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Nasib malang menimpa Lusita (28), tenaga kerja wanita atau TKW asal Indramayu yang dipulangkan dari Singapura dalam keadaan depresi ringan.

Kabar ini membuat ibunya, Tasriyah (52) sedih.

“Sedih Pak, bagaimana enggak sedih lihat anak pulang-pulang kondisinya sakit, padahal perginya sehat bugar, pulang-pulang malah sakit begini,” ujar Tasriyah kepada Tribuncirebon.com di kediamannya di Desa Loyang, Kecamatan Cikedung, Indramayu, Kamis (21/8/2025).

Belum lagi soal gaji Lusita selama bekerja 9 tahun di Singapura yang tak dibayar utuh.

Lusita awalnya dijanjikan gaji 650 Dolar Singapura per bulan.

Tapi gaji itu tak pernah diterima, pihak majikan berdalih gaji itu sudah ditransfer ke rekening,

Lusita pun diminta untuk tanda tangan setiap bulannya bahwa gaji itu sudah terima.

Kenyataannya, rekening gaji tersebut tidak pernah ia diterima oleh Lusita, ia pun baru menerima gaji saat hendak dipulangkan, nominal yang diberi majikan pun hanya 1.000 Dolar Singapura atau setara sekitar Rp 12 juta saja.

“Katanya tuh gajinya di transfer ke bank, anak saya dibuatkan ATM, tapi enggak ada,” ujar dia.

Lusita sendiri pulang ke tanah air pada Kamis (14/8/2025).

Tasriyah sendiri kaget, kabar kepulangan anaknya itu diterima dirinya justru dari pihak Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta untuk menjemput Lusita.

Ia juga penasaran dari mana pihak Imigrasi bisa tahu nomor kontak dirinya.

“Itu telepon dari Imigrasi Bandara, bukan dari Camat atau Desa, bukan juga dari pihak majikan atau perekrut, dapat nomor saya juga tidak tahu dari mana,” ujar dia.

Tasriyah sendiri sempat menanyakan kepada Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) apakah anaknya itu dideportasi dari Singapura atau tidak.

Jawabannya, kemungkinan bukan deportasi, tapi pulang lewat penerbangan reguler. 

Hal tersebut dikarenakan Lusita hanya membawa dokumen keterangan berobat di rumah sakit jiwa saja, tanpa ada surat keterangan deportasi.

Tasriyah pun dalam hal ini meminta keadilan untuk kesembuhan anaknya. Termasuk gaji Lusita yang tidak dibayarkan oleh pihak majikan.

Ia pun melaporkan kejadian yang menimpa anaknya tersebut ke SBMI Indramayu untuk meminta tolong.

Ketua DPC SBMI Indramayu, Akhmad Jaenuri menyebut, Lusita terindikasi kuat sebagai korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Apalagi ada temuan manipulasi data soal keberangkatan Lusita ke Singapura. Pihak perusahaan perekrut menuakan usia TKW tersebut lima tahun lebih tua untuk syarat penempatan kerja.

“Aslinya yang bersangkutan kelahiran 1997 tapi dituakan menjadi 1992,” ujar dia.

Sedangkan perihal kondisi Lusita, Jaenuri menduga Lusita sengaja dibuat mengalami depresi ringan karena pihak majikan tak sanggup membayar utuh gaji yang seharusnya dibayarkan.

Ia pun menyimulasikan, gaji yang diterima Lusita seharusnya sekitar 70.200 Dolar Singapura atau setara Rp 888 juta.

Hitungan tersebut berdasarkan kontrak kerja gaji Lusita sebesar 650 dolar dikalikan 9 tahun.

“Banyak kejadian seperti ini karena tidak sanggup membayar jadi dibuat hilang ingatan atau dibuat depresi. Kemungkinan seperti itu,” ujar dia.

Jaenuri pun dalam hal akan melaporkan kejadian ini kepada Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI).

“Kemudian kami juga akan bersurat ke KBRI Singapura dan akan mencoba membangun jaringan-jaringan yang ada di Singapura apa yang sebenarnya dialami korban di sana,” ujar dia.

Baca juga: Pilu TKW Indramayu, Kerja 9 Tahun di Singapura Pulang Alami Depresi, Gaji Cuma Dibayar Rp 12 Juta

Berita Terkini