Laporan Kontributor Kuningan Ahmad Ripai
TRIBUNCIREBON.COM, KUNINGAN- Sektor kesehatan kembali menjadi sorotan tajam dalam diskusi publik Waroeng Rakyat.
Anggota DPRD Kuningan yang juga Wakil Ketua Komisi IV, Yaya, mengungkapkan berbagai persoalan mendasar yang masih membelit layanan kesehatan di daerah, khususnya terkait pelayanan BPJS Kesehatan dan minimnya ketersediaan obat di puskesmas.
"Kalau ingin negara itu maju dan beradab, maka harus ada dua yang didahulukan pendidikan dan kesehatan,”kata Kang Yaya, mengutip Bung Hatta, Jumat (20/6).
Baca juga: Raditya Dika Dorong Mahasiswa UK Maranatha Asah Skill Untuk Buka Peluang Pekerjaan Seluas-luasnya
Politisi PKS ini juga menyinggung pandangan Ibnu Sina yang menekankan, pentingnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan rakyat sebelum mereka jatuh sakit.
"Pendidikan dan kesehatan adalah modal utama pembangunan. Tapi kenyataannya, hingga hari ini kita masih dihadapkan pada infrastruktur yang belum merata, kekurangan SDM dan keterbatasan obat di puskesmas,”ungkapnya.
Kemudian erdasarkan hasil kunjungan kerjanya ke sejumlah puskesmas di Kuningan sepanjang tahun 2024, ditemukan bahwa hampir 40 jenis obat tidak tersedia.
"Padahal, status puskesmas kini sudah berbentuk Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) yang sejatinya memungkinkan pengelolaan keuangan secara mandiri,"
"Anehnya, puskesmas diberi kewenangan kelola keuangan, tapi tidak bisa membeli obat sendiri karena harus lewat koordinator. Ini justru memperlambat pengadaan,” katanya.
Baca juga: Ekonomi Lesu, Ternyata Ini Penyebab PT Gudang Garam Tbk Setop Beli Tembakau Temanggung
Kang Yaya juga menyoroti program Griya Sehat, inovasi Pemda Kuningan yang diklaim sebagai satu-satunya di Jawa Barat. Namun sayangnya, menurut dia, program tersebut belum berjalan optimal.
"Program ini bagus, tapi anggarannya hanya Rp 40-50 juta dan pelayanannya hanya tiga kali seminggu, tentu belum cukup," katanya.
Persoalan lain yang tak kalah krusial adalah rendahnya tingkat aktivasi kepesertaan BPJS Kesehatan di Kuningan, yang saat ini baru mencapai 73 persen.
"Sebenarnya banyak masyarakat tidak bisa langsung memanfaatkan BPJS karena proses aktivasi yang lama, bahkan bisa menunggu hingga tiga bulan," katanya.
"Kita butuh sekitar 80 ribu BPJS gratis agar aktivasi bisa tembus 80 persen. Tapi itu butuh anggaran sekitar Rp 60 miliar per tahun. Pertanyaannya, mampukah APBD kita menanggung beban sebesar itu?”imbuh Yaya lagi. (*)