Dedi Mulyadi Minta Budayawan Cirebon Objektif Soal Penamaan Kantor Gubernur Jadi Bale Jaya Dewata

Penulis: Eki Yulianto
Editor: taufik ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KDM DI CIREBON - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi di Cirebon, Rabu (7/5/2025).

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Perubahan nama Gedung Negara atau eks Gedung Karesidenan Cirebon menjadi Bale Jaya Dewata yang kini difungsikan sebagai kantor Gubernur Jawa Barat menuai sorotan dari para budayawan dan pegiat sejarah.

Namun, Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, meminta agar kritik yang dilontarkan tetap objektif dan tidak berlebihan.

Dedi menegaskan, nama Jaya Dewata yang disematkan pada kantor gubernur di Cirebon bukan tanpa dasar.

“Jaya Dewata itu kan nama dari Prabu Siliwangi. Nah, Siliwangi itu kan nama leluhurnya Cirebon,” ujar Dedi saat diwawancarai di Kantor Gubernur Bale Jaya Dewata, Rabu (7/5/2025).

Ia juga menanggapi kritikan sejumlah budayawan yang menyayangkan tidak adanya pelibatan masyarakat lokal dalam penamaan gedung tersebut.

“Soal respons budayawan lokal yang tidak dilibatkan, itu kan soal penamaan. Saya juga punya posisi yang saya terapkan."

"Harusnya yang menjadi sorotan itu adalah ketika gedung ini dulu tidak diurus. Kenapa waktu gedungnya kumuh, gelap, tidak ada yang mengomentari?” ucapnya.

Menurutnya, kini kondisi gedung sudah lebih baik dan layak.

“Sekarang gedungnya bersih, terawat. Tidak hanya gedungnya, jalannya juga sudah mulai bersih."

"Mari kita sama-sama kritis terhadap setiap hal, tapi kritiknya harus objektif."

"Jangan mengkritisi hal yang sebenarnya baik tapi diributin,” ujar dia.

Dedi pun menyindir bahwa yang seharusnya dikritik adalah pemimpin yang abai terhadap tanggung jawabnya.

“Yang harus diributin itu pemimpin malas, yang tidak ngurus kesenian, orang miskin, jalan. Jangan pemimpin rajin terus-terusan dikritik,” katanya.

Sebelumnya diberitakan sejumlah budayawan tetap mempertanyakan proses dan dasar pemilihan nama tersebut.

Pemerhati budaya Cirebon, Jajat Sudrajat, mengaku terkejut saat mengetahui nama gedung berubah menjadi Bale Jaya Dewata.

“Loh saya kaget, ini penamaan ini dasarnya apa? Kok tidak ada satu pun orang Cirebon yang diajak bicara?” ujar Jajat saat ditemui wartawan, Kamis (24/4/2025) lalu. 

Ia menyayangkan kurangnya pelibatan masyarakat dalam proses pemberian nama gedung yang memiliki nilai historis tinggi itu.

“Betul, kepemilikannya provinsi. Tapi lokusnya ada di Kota Cirebon loh. Kalau pun Gubernur punya wacana, apa salahnya ngajak bicara? Terlepas dari perwakilan keraton, pegiat budaya, saya pikir agar tidak jadi polemik,” ucapnya.

Jajat juga mempertanyakan relevansi nama Jaya Dewata dengan sejarah lokal.

“Jaya Dewata itu nama muda Prabu Siliwangi. Beliau belum pernah ke Cirebon kok. Kita punya tokoh lokal seperti Panembahan Losari atau Pangeran Sucimanah."

"Cuma mbok ya saat pemberian nama, diajak diskusi. Catat, bukan alih fungsinya, tapi penamaannya,” ucap dia. 

Tokoh budaya lainnya, Chaidir Susilaningrat, menilai penamaan gedung dilakukan secara sepihak dan tanpa sosialisasi.

“Penamaan gedung bersejarah semestinya dimusyawarahkan dengan semua stakeholder kebudayaan. Mengingat penamaan gedung itu berkaitan dengan upaya pelestarian warisan budaya bangsa,” kata Chaidir.

Chaidir mengungkapkan, gedung yang dibangun pada 1808 itu memiliki sejarah panjang dan sempat digunakan sebagai markas pasukan Belanda, hingga terakhir difungsikan sebagai Creative Center oleh Gubernur sebelumnya, Ridwan Kamil.

Baca juga: Sosok Subang Larang, Nama yang Diusulkan Budayawan Cirebon Jadi Nama Kantor Gubernur Jabar

Berita Terkini