Mudah-mudah kita mampu meneladani keluara Ibrahim. Sebagai orang tua menjadi orang tua yang baik. Yang senantiasa medidikkan keimanan kepada anak anak kita, sehingga menjadi anak yang beraqidah islam dengan kokoh. Tidak akan kita biarkan anak – anak kita tercemari oleh ajaran-ajaran yang menjauhkan kita dari hidayah Allah. Kita akan didik anak-anak kita menjadi anak yang sholeh, anak yang pintar dan berbudi pekerti luhur serta menjadi generasi penerus yang mampu membawa kemajuan ummat dan bangsa kita tercinta.
الله أكبر الله أكبر لااله الا الله والله أكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah shalat ied yang berbahagia
Kita prihatin, sebagian dari saudara kita masih berada dalam kemiskinan. Kesejahteraan yang menjadi salah satu cita cita berdirinya bangsa ini belum bisa mereka dapatkan. Yang lebih memprihantinkan adalah runtuhnya moral sebagian warga bangsa ini. Ditengah penderitaan rakyat miskin, trilyunan uang Negara dikorupsi oleh para pejabat yang seharusnya membangun kesejahteraan negri ini. Korupsi telah terjadi di semua lini. Bahkan korupsi dilakukan bersamaan, atau orang sering menyebut korupsi berjamaah. Disamping itu, semakin meningkatnya kasus kriminalitas, pornografi, norkoba dan bentuk kemaksiatan lain. Bahkan penyalahgunaan Narkoba telah sampai pada konsisi darurat, dan benar benar mengancam masa depan bangsa.
Untuk menyelesaikan problem bangsa yang pelik ini tentunya bukan pekerjaan yang mudah. Sudah barang tentu kita membutuhkan anak bangsa yang rela mengorbankan waktu dan tenaganya untuk kemajuan bangsa. Kita butuh generasi yang unggul dan hebat, generasi yang mencintai Allah dan tunduk terhadap aturan-Nya, karena hanya dengan kembali kepada aturan hidup Allah, segala problem yang kita hadapai tersebaut dapat terurai dengan baik. Dan contoh itu bisa kita temui pada pribadi nabi Ibrahim dan ismail putranya. Inilah saatnya kita meneladani dengan benar pribadi mulia itu. Salah satunya dengan mengahayati syariat berkurban.
الله أكبر الله أكبر لااله الا الله والله أكبر الله اكبرولله الحمد
Jamaah shalat ied yang berbahagia
Ibadah Qurban yang kita lakukan memiliki dua dimensis ;
pertama adalah ibadah yang bersifat vertikal, semata-mata berbakti kepada Allah dan hanya mengharapkan keridhaan Allah SWT. Bahwa hanya iklhas karena Allah qurban itu dilakukan. Qurban juga sebagai perwujudan tauhid, mencintai Allah diatas cinta kepada yang lain, melebihi cintanya kepada keluarga dan harta benda yang ia miliki. Melebihi cintanya kepada jabatan dan seluruh fasilitas yang didapatkan selama ini. Dan keiklhasan berqurban karena kecintaan kepada Allah itulah yang mentukan qurban kita diterima atau tidak, Sebagaimana dijelaskan dalam dalam firman-Nya Q.S al-Hajj: 37
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Kedua adalah ibadah yang bersifat horizontal, yakni menyantuni para dhua’afa melalui pembagian daging qurban tanpa membeda-bedakan agama, suku dan golongan. Qurban merupakan ujud nyata dari upaya orang yang mampu untuk membantu kesejahteraan sesama. Bahwa seseorang tidak boleh hanya memikirkan dirinya sendiri. Tetapi dalam hidup ini ada peran kehidupan yang kita lakukan untuk orang dan untuk menolong orang. Semangat rela berqurban seperti inilah yang seharunya selalu ada disetiap ank negri ini, terlebih pada diri para pemimpin bangsa. Apabila para pemimpin telah memiliki jiwa rela berkuraban untung kepentingan rakyat yang dipimpinya, niscaya ia tidak akan berlaku korup, menggasak uang negara untuk kepentingan dirinya.
Ketika Orang yang mampu dan memiliki harta berlebih telah memiliki semangat berkurban, semangat menolong penderitaan saudanya, maka kesejahteraan sesama menjadi bagian yang tidak terpisahkan darai hidupnya. Ia sadar bahwa menolong sesama adalah wujud ibadah yang sangat tinggi nilainya dimata Allah. Menolong sesama sebagai perwujudan amal sholeh dari iman yang telah tertanam dengan kokoh. Allah berfirman dalam ayat yang panjang Q.S. al-Baqarah: 177 mengambarkan sikap taqwa seorang hamba.
لَيْسَ الْبِرَّ أَنْ تُوَلُّوا وُجُوهَكُمْ قِبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ وَلَٰكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ وَآتَى الْمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِ ذَوِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَالسَّائِلِينَ وَفِي الرِّقَابِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَالْمُوفُونَ بِعَهْدِهِمْ إِذَا عَاهَدُوا ۖ وَالصَّابِرِينَ فِي الْبَأْسَاءِ وَالضَّرَّاءِ وَحِينَ الْبَأْسِ ۗ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ صَدَقُوا ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”