TRIBUNCIREBON.COM - Tragedi Kanjuruhan memang meninggalkan luka dan duka di hati masyarakat Indonesia.
Bagaimana tidak, tragedi Kanjuruhan menewaskan ratusan korban jiwa termasuk diantaranya anak-anak.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pasca-laga Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022).
Insiden tersebut lantas menjadi luka dan duka dalam dunia sepak bola Tanah Air.
Berkaca pada tragedi kanjuruhan tersebut banyak orangtua yang lantas khawatir jika anaknya menonton sepak bola secara langsung di stadion.
Seperti yang baru-baru ini terjadi, viral di media sosial seorang ibu yang kedapatan membakar atribut berupa syal Arema FC.
Sontak saja aksi emak-emak membakar syal Arema FC tersebut viral di media sosial.
Aksi emak-emak tersebut terlihat di akun Instagram @memomedsos.
Dalam unggahannya, emak-emak mengenakan daster merah membakar syal Arema FC tepat di depan rumahnya.
"Wes anakku wes gak usah Arema Arema, obongen iki,"
"Wes gk usah bal-balanan, obong. (Anakku sudah nggak perlu Arema Arema. bakar ini, sudah nggak perlu sepak bola, bakar)" teriak emak-emak tersebut, dikutip daari Instagram @mememedso
Unggahan tersebut lantas dibanjiri komentar netizen yang menyebut aksi itu terpaksa dilakukan hanya karena emak-emak takut kehilangan anaknya.
"Aku hanya melihat sosok ibu yang takut kehilangan anaknya,"
"semenjak tgl 2 okt banyak ibu benci sepak bola,"
"Bagus Bu, saya setuju dengan Njenengan,"
"Susah payah seorang ibu mengandung ....membesarkan .seorang anak,"
"Mantap bu,"
Baca juga: INI 4 Pernyataan Sikap Tegas APPI atas Tragedi Kanjuruhan, Juga Diunggah Seumlah Pemain
Tragedi Kanjuruhan, 33 Anak Meninggal, Ada yang Masih Usia 4 Tahun
Dari ratusan korban kerusuhan di Stadion Kanjuruhan di antaranya 33 anak meninggal dalam. Delapan di antaranya merupakan perempuan.
Tragedi Kanjuruhan terjadi pasca-laga Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang, Sabtu (1/10/2022).
Tragedi Kanjuruhan tersebut menyebabkan ratusan Aremania meninggal dunia.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar menyampaikan, rentang usia korban berumur antara empat tahun dan 17 tahun.
"33 anak meninggal dunia (terdiri atas) delapan anak perempuan dan 25 anak laki-laki," ujar Nahar dikutip SuperBall.id dari laman Antara News.
"Dengan usia antara empat tahun sampai 17 tahun."
Seperti diketahui, pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya (1/10/2022) menyebabkan ratusan korban jiwa.
Hingga Selasa (4/10/2022), belum diketahui secara pasti apa penyebab dari timbulnya korban ratusan jiwa tersebut.
Beredar kabar bahwa gas air mata yang digunakan oleh aparat menjadi pemicu kepanikan para suporter sehingga menyebabkan beberapa penonton terhimpit karena berdesakan ingin keluar dari stadion.
Faktor lain adalah tertutupnya pintu-pintu stadion saat para suporter berhamburan ingin ke luar.
Dugaan-dugaan itu kini menjadi bahan investigasi dari Tim gabungan independen pencari fakta (TGIPF) yang telah dibentuk pemerintah untuk melakukan investigasi terhadap kasus tragedi sepak bola di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Total ada 125 korban jiwa dalam tragedi Kanjuruhan, tetapi masih ada kemungkinan korban akan bertambah.
Pasalnya saat ini masih banyak korban luka berat yang dirawat di rumah sakit.
"Kami masih terus melengkapi datanya," kata Nahar.
Proses investigasi tragedi Kanjuruhan hingga saat ini masih terus berlanjut.
Tim Gabungan Independen Pencari Fakta yang dipimpin oleh Menko Polhukam Mahfud MD juga terus melakukan pencarian fakta kejadian.
Dalam tim tersebut ada beberapa praktisi seperti Nugroho Setiawan, satu-satunya orang Indonesia yang memiliki lisensi FIFA dalam Security Officer.
Di sisi lain, Kapolri Listyo Sigit juga menurunkan tim untuk mendalami SOP penanganan di tempat kejadian.
Masyarakat Indonesia berharap dari kejadian ini PSSI dan LIB melakukan evaluasi besar-besaran.
Meninggalnya 125 orang yang didalamnya ada 33 anak-anak sudah seharusnya menjadi alarm bagi PSSI dan LIB untuk berbenah.