Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Ahmad Imam Baehaqi
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Petugas Polresta Cirebon menangkap pemuda berinisial ET (21) di pinggir jalan di wilayah Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon.
Pasalnya, pemuda tersebut terbukti mengedarkan obat keras terbatas di wilayah Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, dan sekitarnya.
Kasat Narkoba Polresta Cirebon, Kompol Danu Raditya Atmaja, ET berhasil dibekuk pada Selasa (2/8/2022) kira-kira pukul 16.00 WIB.
Baca juga: Polresta Cirebon Ringkus Residivis yang Berjualan Obat Keras di Rumahnya
Menurut dia, dari tangan pemuda yang telah ditetapkan sebagai tersangka itu petugas menyita ratusan butir obat keras terbatas dari mulai Tramadol hingga Trihexyphenidyl.
"Kami langsung mengamankan tersangka dan seluruh barang bukti untuk pemeriksaan lebih lanjut," kata Danu Raditya Atmaja saat konferensi pers di Mapolresta Cirebon, Jalan R Dewi Sartika, Kecamatan Sumber, Kabupaten Cirebon, Jumat (26/8/2022).
Ia mengatakan, sejumlah barang bukti lainnya juga turut diamankan, di antaranya, ponsel, uang senilai Rp 100 ribu yang diduga hasil penjualan obat keras, dan lainnya.
Adapun barang bukti obat keras yang berhasil disita dari tersangka tersebut meliputi 506 butit Tramadol dan 400 butir Trihexyphenidyl.
Penangkapan ET bermula dari laporan masyarakat yang merasa resah maraknya peredaran obat keras terbatas di wilayah Kecamatan Losari dan sekitarnya.
"Dari laporan tersebut kami tindak lanjuti dan berhasil mengamankan ET, dan langsung ditahan untuk diperiksa lebih lanjut," ujar Danu Raditya Atmaja.
Danu menyampaikan, dari hasil pemeriksaan sementara diketahui ET mengedarkan obat keras menggunakan sistem cash on delivery (COD).
ET biasa menerima pesanan obat keras dari para konsumennya melalui pesan singkat di ponselnya kemudian mengantarkannya untuk bertransaksi secara langsung.
Selain itu, tersangka juga mengaku hanya melayani konsumen di wilayah Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, yang dekat tempat tinggalnya.
"ET dijerat Pasal 196 jo 197 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan diancam hukuman maksimal 15 tahun penjara," kata Danu Raditya Atmaja. (*)