"Tempat yang tadi kami gunakan sebagai tempat untuk mematangkan rencana evakuasi itu tertimbun material tanah, listrik yang tadinya menyala kemudian padam. Situasi jadi gelap ditambah debu yang membuat pandangan menjadi tidak jelas," sebut Eko.
Kemudian, kata Eko, ia kembali memecahkan kaca jendela masjid yang lainnya untuk memberi jalan bagi orang yang ingin keluar, takut masjid roboh.
"Pasca-longsor susulan singkat yang hanya 10 detik sampai 20 detik ini, kami semua keluar dari masjid dan melihat kondisi sekitar yang berubah menjadi puing dengan dipenuhi tumpukan material tanah," ujar Eko.
Sementara itu, saat kejadian, kata Eko, personel gabungan lainnya, terdiri dari Danramil Cimanggung, personel BPBD Sumedang, dan Kasitrantibum Satpol PP Kecamatan Cimanggung berlari menuju arah lain.
"Mereka yang tadinya berdiri di sebelah saya meninggal tergulung tanah, karena memilih lari menyusuri setapak masjid yang tiba-tiba dijatuhi material longsor dalam jumlah besar dan terjepit di antara motor-motor dan dua mobil yang saat itu terparkir dan mempersempit jalan setapak masjid tersebut. Semua tidak sempat teriak atau mengaduh, situasi hanya berubah jadi gelap dan hening tanpa teriakan apa pun," kata Eko.
Pasca-kejadian, kata Eko, ia sempat mendengar suara azan. "Saya sempat dengar ada yang azan sesaat keluar dari masjid, tidak tahu marbot atau wartawan," tutur Eko.
Eko menyebutkan, arah longsoran kedua ini berbeda dari longsoran pertama. Jika digambarkan, kata Eko, arah longsoran pertama dengan longsor susulan ini membentuk dua titik yang berbentuk huruf L.
Saat itu, kata Eko, sesaat sebelum terjadi longsor susulan, sekitar 30 orang tengah sibuk. Mulai dari Basarnas, Polsek, Koramil, Tagana, relawan, dan masyarakat yang sedang mencari keluarganya.
"Masjid itu tadinya mirip posko ketika saya pertama kali tiba. Kehendak Allah yang menentukan siapa yang selamat dan tidak saat itu. Ini menjadi rahasia Allah mengenai usia seseorang. Saat itu saya hanya berpikir ingin ajal di dalam masjid, sehingga jenazah saya akan ketemu jika dievakuasi," kata Eko.
Sementara itu, jurnalis Metro TV Husni Nursyaf mengatakan, pasca-kejadian tidak menyangka akan mengalami hal seperti itu.
"Tidak ada yang menyangka akan terjadi longsor susulan. Sebelumnya kami mengambil gambar di lokasi longsoran pertama bersama kapolres dan yang lainnya. Lalu ke sekitar masjid, karena di sana banyak keluarga yang sedang mencari tahu keberadaan anggota keluarganya," ujar Husni kepada Kompas.com, Minggu malam.
Husni menuturkan, longsor susulan yang terjadi pun begitu cepat terjadi, hanya hitungan detik semua material tanah tersebut nyaris menimbun dirinya.
"Kalau saya dan tiga teman lainnya tidak lari mengikuti arah Kapolres, mungkin saya sudah mati. Karena begitu loncat dan masuk ke dalam masjid pun pandangan mata saya sudah gelap. Dalam hati saya, mungkin saya mati sekarang di sini," tutur Husni.
Sakit panik, kata Husni, ia tidak merasakan luka pada bagian betis akibat berbenturan ketika loncat ke dalam masjid.
"Setelah beberapa saat mulai kerasa sakit, saat dilihat kaki saya sudah bengkak seperti sekarang," kata Sekretaris IJTI Sumedang-Majalengka ini mengenang kejadian.