Penerima bantuan tersebut dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, Kelompok A, yaitu warga yang sudah terdaftar dalam DTKS oleh pemerintah pusat.
Kedua, Kelompok B, yakni warga non-DTKS alias warga yang menjadi rawan miskin atau miskin baru akibat pandemi Covid-19. Ketiga, kelompok C, adalah kelompok B yang juga merupakan perantau alias tidak ber-KTP sesuai domisili maupun orang daerah Jabar.
Nantinya, mekanisme penyaluran bansos senilai Rp 500 ribu dilakukan atas kerja sama Pemerintah Provinsi Jabar dengan Kantor Regional V Jabar dan Banten PT Pos Indonesia, untuk kemudian dikirimkan ke alamat penerima melalui ojek online (ojol) dan ojek pangkalan (opang) yang sudah terdaftar di PT Pos.
Untuk biaya pengiriman lewat ojek tersebut, Pemerintah Provinsi Jabar mengucurkan anggaran Rp 281,795 miliar, sehingga total anggaran bansos provinsi adalah Rp 4,978 triliun.
Bansos ini pun diberikan pada sembilan sektor terdampak, yakni pekerja di bidang perdagangan dan jasa, bidang pertanian, pariwisata, transportasi, serta industri (kelima sektor itu harus skala usaha mikro dan kecil), pemulung, lanjut usia, penyandang disabilitas, dan terakhir, penduduk yang anggota keluarganya terindikasi orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan terinfeksi Covid-19.
Terkait pendistribusian bansos tahap pertama, Kepala Regional V Jabar dan Banten PT Pos Indonesia Helly Siti Halimah mengatakan dari Kantor Regional V mengarahkan 1.185 orang pengantar motor termasuk tambahan armada mobil untuk mendistribusikan bansos dari Pemerintah Provinsi Jabar.
"Armada kami pun sudah sampai kecamatan. Nanti berikutnya untuk distribusi di kabupaten/kota, akan berbeda-beda tergantung kondisi masing-masing. Bisa saja drop barang di Kantor Pos cabang yang kecil jika di suatu kelurahan penerima banyak," katanya.
Pada penyerahan bansos tahap pertama, Sekretaris Jenderal DPW Asosiasi Pengurus Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Jabar, Nandang Sudrajat, mengatakan pihaknya telah memerintahkan pengurus di kabupaten/kota untuk memetakan setiap pasar.
"Karena tidak bisa sembarangan (pasar) sanggup, harus lihat data yang menerima bantuan (pangan) dan lihat berapa ketersediaan di pasar agar masyarakat penerima manfaat bisa dapat semua (bantuan pangan)," ucap Nandang.
"Kira-kira 10 ribu pedagang pasar se-Jabar yang ditunjuk untuk terlibat dalam program bansos provinsi ini, dari total 200 ribu lebih pedagang se-Jabar. Kalau pedagang kecil atau ritel tidak mungkin (kerja sama), karena mereka justru terdampak dan akan menerima bantuan."
"Pedagang pasar juga sebetulnya terdampak, transaksi menurun hingga 80 persen, tapi dengan kerja sama ini, kami berterima kasih karena uang tidak lari ke luar, berputar di Jabar," kata Nandang.
Adapun bansos tersebut merupakan dua dari lima skema jaring pengaman sosial (JPS) di Jabar. Selain bansos, terdapat JPS berupa kegiatan padat karya tunai, kegiatan percepatan pencairan Bantuan Pendidikan Menengah Umum (BPMU) sekolah menengah swasta dan pencairan bantuan iuran jaminan kesehatan, serta bantuan pada keluarga yang anggotanya terindikasi ODP, PDP, dan terinfeksi Covid-19.
Total, dari refocusing dan realokasi APBD serta tambahan dari APBN, Pemda Provinsi Jabar telah menyiapkan sekitar Rp 16,36 triliun untuk anggaran program JPS tahun 2020 dalam rangka penanganan, pencegahan, dan penanggulangan dampak Covid-19 di provinsi dengan jumlah penduduk hampir 50 juta jiwa ini. (*)