TRIBUNCIREBON.COM - Para ahli menyebutkan wabah Covid-19 di Indonesia belum mencapai puncak pandemi. Namun, di sisi lain kita juga harus bersiap pada gelombang kedua pandemi virus corona, jika sistem melemah.
Padahal kasus Covid-19 sudah di atas 4.500 kasus.
Hal ini disampaikan oleh Perwakilan Solidaritas Berantas Covid-19, Prof. Akmal Taher.
"Saya kira memang gelombang kedua (pandemi) itu bisa terjadi, saat puncak sudah lewat, yang sakit itu sudah turun," kata Akmal dalam diskusi daring bertajuk Hari Kesehatan Dunia 2020: Aksi Nyata Masyarakat Sipil di Masa Pandemi, Kamis (9/4/2020).
Potensi terjadinya gelombang kedua pandemi di Indonesia ini bisa terjadi, kata dia, jika sistem yang saat ini sudah dibuat oleh pemerintah dan dilakukan oleh masyarakat sipil melonggar.
Saat pandemi sudah mencapai puncaknya, sebaiknya pemerintah dan masyarakat tetap bekerjasama dan terus berkoordinasi untuk terus melakukan berbagai sistem strategis hingga transmisi Covid-19 ini benar-benar berakhir.
Jika tidak, maka bisa terjadi hal yang dialami China. Di mana transmisi ternyata masih terjadi saat masyarakat sudah merasa aman saat wilayahnya sudah melewati puncak pandemi.
Lantas, jika ada satu wilayah yang ditemukan lagi kasus infeksi, akan dilockdown wilayah tersebut.
Akmal berkata, saat jumlah kasus terjadi penurunan setelah mencapai puncaknya nanti. Bukan berarti di masyarakat tidak ada sama sekali transmisi atau penularan terjadi tanpa diketahui.
"Kalau sistem tetap jalan itu bisa teratasi. Tapi kalau sistem kita longgar. Wah, itu masih mungkin terjadi (gelombang kedua pandemi virus corona di Indonesia)," ujar dia.
• 3 Pasien Positif Corona di Sumsel Berhasil Sembuh, Ternyata Dokter Berikan Obat Ini
• Daftar Harga HP Xiaomi Bulan April 2020: Hp Gaming Redmi Note 8 Rp 1,9 Jutaan, Redmi 8A Rp 1,3 Juta
• Daftar Harga Hp Oppo Bulan April 2020: Oppo Reno3 Rp 5 Jutaan, Oppo A9 2020 Rp 3,6 Jutaan
PSBB bukan lockdown
Dijelaskan Akmal bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang telah ditetapkan oleh pemerintah bukanlah karantina wilayah atau berbeda dengan sistem lockdown yang diterapkan oleh negara China.
"Menurut saya kita lihat PSBB ini, lihat implementasinya. Kalau bagus kita support. Kalau tidak bisa dievaluasi," ujar dia.
Namun, disarankan oleh Akmal, seharusnya PSBB ini seharusnya tidak hanya ditetapkan atau diterapkan kepada daerah atau wilayah yang sudah banyak jumlah kasusnya saja.
Melainkan, seharusnya PSBB ini juga baik diterangi pada wilayah atau daerah yang saat ini masih relatif sedikit jumlah kasusnya.
Hal ini dimaksudkan untuk mencegah dan mengurangi potensi terjadinya transmisi atau penularan lokal.
"Bagusnya justru (wilayah) baru sedikit jumlah kasusnya itulah harus dikerjakan (PSBB) itu," tutur dia.
Jika di wilayah yang relatif masih sedikit juga sistem pencegahannya longgar, maka bisa berpotensi menjadi seperti Jakarta berikutnya.
Prinsip pencegahan sebenarnya adalah mencegah lokal transmision atau penularan virus SARS-CoV-2 yang terjadi antar masyarakat setempat, dan itu sudah harus dilakukan oleh banyak wilayah bukan hanya Jakarta.
"Kita mencegah terjadinya lokal transmision ( virus corona), karena kalau sudah ada lokal transmision bisa jadi seperti Jakarta," jelas Akmal.
Setuju PSBB
Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto menyetujui usulan Pemprov DKI Jakarta untuk menerapkan status pembatasan sosial berskala besar ( PSBB) di Jakarta.
Terawan telah menandatangani surat persetujuan PSBB untuk menangani pandemi Covid-19 yang disebabkan virus corona tipe 2 (SARS-CoV-2) itu pada Senin (6/4/2020) malam.
"Sudah ditandatangani tadi malam. Hari ini dikirim suratnya (kepada Pemprov DKI)," ujar Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kementerian Kesehatan Busroni saat dihubungi Kompas.com, Selasa (7/4/2020).
Busroni menyampaikan, Terawan meneken surat persetujuan PSBB setelah berkoordinasi dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat nasional.
Langkah berikutnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dipersilakan untuk menerapkan status PSBB sesuai kemampuan daerahnya.
"Kuncinya sekarang bagaimana mereka melaksanakan, kapan akan dilaksanakan. Jadi seluruhnya itu ada di Pak Gubernur Anies Baswedan, monggo diatur sesuai dengan kemampuannya beliau di DKI secara keseluruhan, secara izin sudah diberikan," kata Busroni.
• Mantan Anggota DPRD Kunigan Tawarkan Gedung Miliknya Jadi Tempat Penanganan Pasien Covid-19
• Jadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, Inilah Profil dan Harta Kekayaan Ahmad Riza Patria
• Lahir di Tengah Pandemi Corona, Bayi Kembar Ini Dinamai Covid & Corona, Orang Tua Ungkap Alasannya
Gubernur Anies mengusulkan status PSBB untuk Jakarta pada Kamis (2/4/2020). Usulan itu sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.
Anies mengusulkan status PSBB karena Jakarta menjadi pusat penyebaran virus corona. Kasus Covid-19 pun terus meningkat di Ibu Kota.
Anies pun meminta Kemenkes segera menetapkan status PSBB untuk Jakarta dan sekitarnya. Dengan demikian, Pemprov DKI bisa segera membuat kebijakan untuk mencegah meluasnya penyebaran virus corona.
"Yang kami butuhkan terkait dengan pemerintah pusat, pertama adalah menyegerakan untuk mendapatkan status agar kami bisa keluarkan peraturan," ucap Anies.
Tidak Tutup Akses Jalan
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sekaligus Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo meminta pemerintah daerah tidak menutup akses jalan selama menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB).
Doni mengatakan, penutupan jalan akan mengganggu kegiatan ekonomi.
"Kita tidak ingin ada pejabat yang mentang-mentang kemudian statusnya darurat bencana sudah dikeluarkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), menutup jalan, mengganggu kegiatan perekonomian tentu tidak kita harap kan," kata Doni dalam rapat kerja dengan Komisi VIII melalui konferensi video, Senin (6/4/2020).
Doni mengatakan, pemberlakuan PSBB bersifat pembatasan, bukan pelarangan. Menurut dia, PSBB adalah kebijakan yang paling ideal.
"Bayangkan, kalau kemarin Bapak Presiden, mengambil keputusan untuk lockdown, karantina wilayah, mungkin hari ini BNPB akan kewalahan untuk mendistribusikan anggaran dana, kepada sekian ratus juta penduduk Indonesia," ujarnya.
Lebih lanjut, mengenai beberapa kepala daerah yang tidak patuh pada keputusan pemerintah pusat terkait penanganan Covid-19, Doni mengatakan, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian sudah meminta berkomunikasi dengan kepala daerah tersebut agar mengikuti kebijakan pemerintah pusat.
"Ini terjadi beberapa waktu yang lalu, selanjutnya setelah Mendagri menelepon yang bersangkutan, bahkan didatangi oleh Mendagri ini sudah mengalami perubahan," ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Terawan diketahui menetapkan Permenkes tersebut pada Jumat (3/4/2020). Baca juga: Kaji Mendalam Wacana PSBB, Pimpinan Depok Enggan Berandai-andai Permenkes ini merupakan turunan dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Adapun sejumlah pedoman pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diatur dalam Permenkes ini mulai dari tata cara penetapan hingga pelaksanaannya. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Indonesia Belum Sampai Puncak Pandemi Corona, Ahli Ingatkan Gelombang Kedua", https://www.kompas.com/sains/read/2020/04/13/193000923/indonesia-belum-sampai-puncak-pandemi-corona-ahli-ingatkan-gelombang-kedua?page=2.
Penulis : Ellyvon Pranita
Editor : Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas