Demo Orang Tua Siswa

''Guling-guling Pun Nyampe Sekolah, Anak Saya Tak Diterima'', Cerita Bapak yang Demo Disdik Cirebon

Bambang menceritakan anaknya tak diterima di satu SMPN di Kota Cirebon meski jarak rumahnya hanya 179 meter.

Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
ORANG TUA MURID - Bambang Rismayadi (61), orang tua murid yang anaknya tidak diterima di SMPN 4 Cirebon yang rumahnya hanya berjarak 179 meter dari sekolah. 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - “Anak saya kalau disuruh guling-guling juga nyampe sekolah, tapi tetap saja gagal masuk SMPN 4 Cirebon,” ujar Bambang Rismayadi (61) dengan nada getir di tengah aksi unjuk rasa yang digelar puluhan orang tua murid di depan Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Cirebon, Rabu (30/7/2025).

Pria yang tinggal di Komplek Margasari di Kelurahan Sunyaragi, Kecamatan Kesambi itu mengaku kecewa berat.

Anak kandungnya gagal diterima di SMPN 4 Cirebon, meski rumahnya hanya berjarak 179 meter dari sekolah.

Ia pun ikut turun ke jalan, menyuarakan apa yang ia sebut sebagai bentuk “ketidakadilan pendidikan”.

"Saya ikut aksi ini karena saya sebagai orang tua merasa terzalimi dan teraniaya."

"Jarak rumah ke sekolah cuma 179 meter, saya daftar lewat jalur domisili murni, tapi anak saya ditolak," ucapnya.

Bambang merasa dipermainkan oleh proses seleksi penerimaan siswa baru.

Ia mengaku sudah bolak-balik ke Disdik dan pihak sekolah, tapi tidak mendapat jawaban pasti soal alasan anaknya gagal diterima.

"Saya sudah mondar-mandir ke Disdik dan ke SMPN 4. Dioper-oper terus, nggak ada penjelasan yang konkret."

"Di komplek saya itu ada 9 sampai 10 anak yang daftar, cuma anak saya yang ditolak," ujar dia.

Masalah bermula dari ketidaksesuaian data di dokumen administrasi.

Dalam akta kelahiran anaknya tertulis 'Kota Cirebon', sementara di Kartu Keluarga (KK) hanya tertulis 'Cirebon'.

Perbedaan kecil itu disebut-sebut menjadi alasan sistem menolak berkasnya.

"Saya diminta bawa KK lama. Sudah saya bawa ke bagian pengaduan, tapi malah dibilang ‘udah cukup, udah cukup’, tanpa kejelasan lebih lanjut."

"Padahal saya tinggal di rumah itu sejak lahir, anak saya juga lahir di situ, kok bisa dibilang pindahan?" katanya, penuh emosi.

Ia pun menyinggung pernyataan Gubernur Jawa Barat yang sebelumnya pernah menyatakan, bahwa permasalahan KK tidak boleh menjadi alasan untuk menolak anak masuk sekolah.

"Gubernur sudah bilang, KK bermasalah bukan alasan anak gagal sekolah. Tapi kenapa itu terjadi ke anak saya? Saya curiga ada permainan angka," ujarnya.

Karena kecewa, Bambang akhirnya mendaftarkan anaknya ke SMPN 7 Cirebon.

Namun rasa ganjal tetap menghantuinya karena menurutnya sistem penerimaan tidak transparan.

Bambang bukan satu-satunya yang kecewa. 

Ia bergabung bersama puluhan orang tua siswa lainnya yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan.

Mereka menggelar aksi di depan Kantor Disdik Kota Cirebon sejak pukul 10.00 WIB.

Massa membawa mobil komando lengkap dengan pengeras suara dan spanduk bernada protes.

Salah satu spanduk bertuliskan: “Pendidikan Tanpa Pungli! Cuma Mimpi.”

Aksi sempat memanas saat massa membakar ban dan berusaha masuk ke kantor Disdik.

Ketegangan dipicu oleh ketidakhadiran Kepala Disdik, Kadini, yang tak kunjung menemui para pengunjuk rasa hingga pukul 10.38 WIB.

Koordinator aksi, Tryas Mohammad Purnawarman, dalam orasinya menyampaikan tujuh tuntutan.

Mulai dari penghentian praktik pungutan liar (pungli), transparansi dana sekolah, hingga pengawasan terhadap proses seleksi penerimaan siswa baru (SPMB).

"Ada orang tua yang dipungut biaya seragam sampai Rp 3 juta di salah satu SMP negeri di wilayah Perumnas."

"Nggak masuk akal, nggak ada kuitansi, nggak ada rincian."

"Ini jelas pungli yang dibungkus nama komite,” ucap Tryas.

Ia juga menyoroti dugaan permainan domisili dalam proses seleksi siswa baru.

“Kami bawa contoh kasus, orang tua tinggal tepat di depan sekolah, tapi anaknya nggak diterima. Sementara yang jauh bisa masuk. Aneh,” ucap dia.

Tryas mengatakan, banyak orang tua enggan bicara terbuka karena takut anaknya mendapat tekanan di sekolah.

"Kami lindungi identitas mereka karena mereka takut anaknya dibully."

"Tapi kalau Disdik tak kunjung menjawab, kami akan demo lagi dengan massa lebih besar,” ancamnya.

Hingga pukul 11.30 WIB, Kepala Disdik Kota Cirebon belum juga menemui massa aksi.

Meski begitu, unjuk rasa berakhir tertib sekitar pukul 12.00 WIB di bawah pengawasan aparat kepolisian.

Sementara itu, Bambang Rismayadi berharap suaranya didengar.

Ia hanya ingin anaknya mendapatkan hak pendidikan di sekolah yang dekat dari rumah, tanpa diskriminasi karena persoalan administrasi.

"Saya hanya ingin anak saya sekolah dekat rumah, nggak lebih. Bukan minta yang aneh-aneh. Tapi kenapa hak anak saya seolah ditolak mentah-mentah?" kata Bambang.

Baca juga: Demo di Depan Kantor Disdik Kota Cirebon, Orang Tua Siswa Ungkap Harus Bayar Seragam Rp 3 Juta

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved