Dugaan Korupsi PIP
Orang Tua Siswa SMAN 7 Kritik Penanganan Kasus PIP, Minta Semua Tersangka Ditahan
Hingga kini hanya satu tersangka saja yang ditahan oleh Kejaksaan Negeri Kota Cirebon.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Penetapan tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana Program Indonesia Pintar (PIP) di SMAN 7 Kota Cirebon memunculkan kekecewaan dari para orang tua siswa.
Mereka menyambut baik langkah aparat penegak hukum (APH) yang menetapkan empat orang sebagai tersangka, tapi mempertanyakan keadilan dalam perlakuan hukum terhadap para pelaku.
Salah satu orang tua siswa, Meylani Indria Sari, mengaku lega sekaligus kecewa.
Anaknya, Keynara Chantika, merupakan siswi kelas XII yang turut menjadi korban pemotongan dana PIP aspirasi.
Mey melihat, perjuangan menyuarakan kebenaran selama beberapa bulan terakhir akhirnya membuahkan hasil.
Namun ia menyayangkan, bahwa hanya satu dari empat tersangka yang ditahan secara fisik.
"Sebagai wali murid, saya apresiasi, tapi juga kecewa karena APH hanya menahan satu orang tersangka dari total empat orang."
"Ketiganya yang merupakan kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru tidak ditahan."
"Kalau mereka masih berada di lingkungan sekolah, ini akan berdampak buruk bagi dunia pendidikan dan psikologi anak-anak,” kata Mey, saat dikonfirmasi, Jumat (25/7/2025).
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana PIP senilai Rp 467,9 juta.
Ketiganya berasal dari internal sekolah, yakni I (kepala sekolah), T (wakil kepala sekolah) dan R (guru), sementara satu tersangka eksternal adalah RN, pihak penghubung dari luar sekolah.
Namun, hanya RN yang dijebloskan ke rumah tahanan dan dihadirkan dalam konferensi pers Kejari Kota Cirebon, Selasa (22/7/2025).
Sementara tiga tersangka lain hanya dikenai status tahanan kota, dengan alasan pertimbangan profesi dan itikad baik mengembalikan uang negara.
"Kalau masih bisa ngajar meski jadi tersangka, apa nggak makin kacau dunia pendidikan kita? Harusnya semua diperlakukan sama di mata hukum,” ucapnya.
Kekecewaan juga disuarakan oleh Haris, ayah dari Arurielia Azahra Cecaristia Putri, siswi kelas XII lainnya yang juga menjadi korban.
“Kalau saya menilai ini bukan pemotongan, tapi perampasan."
"ATM-nya, PIN-nya, semuanya dirampas oleh guru."
"Anak saya tidak mendapatkan apa-apa. Jadi APH harus tegas, bukan hanya satu orang saja yang ditahan,” ujar Haris, geram.
Haris menilai, tindakan yang dilakukan para tersangka bukanlah tindakan spontan.
Ia menduga, tersangka RN tidak akan berani bermain sendiri tanpa perintah atau arahan dari pihak-pihak yang memiliki kekuasaan.
"Saya heran kenapa enggak ada tersangka dari partai atau oknum partai."
"Padahal ini kan dana aspirasi. Masa iya RN berani main tanpa restu? Harusnya Kejari usut tuntas semua pihak yang terlibat,” katanya.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut dana pendidikan bagi siswa miskin.
Bukannya membantu siswa melanjutkan pendidikan, dana PIP justru menjadi ajang bancakan oleh oknum-oknum yang seharusnya menjadi panutan.
Modus operandi yang diungkap Kejari pun cukup sistematis.
Dana yang sudah cair dipotong sepihak oleh oknum sekolah, lalu ditransfer ke RN.
RN diduga mendapat keuntungan sekitar Rp 52 juta, sedangkan pihak sekolah membagi sisa dana sebesar Rp 48 juta di antara mereka.
"Pemotongan dilakukan langsung oleh pihak sekolah."
"Dana itu ditransfer ke RN, yang kemudian mendistribusikan hasilnya."
"Ini jelas pelanggaran berat,” ujar Kasi Pidsus Kejari Kota Cirebon, Feri, dalam konferensi pers.
Feri menambahkan, keempat tersangka dijerat Pasal 2 dan 3 UU Tipikor dengan ancaman hukuman hingga 5 tahun penjara.
Sejauh ini, uang sebesar Rp 368 juta berhasil disita sebagai barang bukti.
Meski proses hukum masih berjalan, keputusan untuk membiarkan para tersangka dari pihak sekolah tetap aktif mengajar dan hanya menjadi tahanan kota terus menuai kritik.
Kasi Intelijen Kejari Kota Cirebon, Slamet Haryadi berdalih, bahwa penahanan kota dipilih karena mempertimbangkan status ketiga tersangka sebagai tenaga pendidik dan adanya itikad baik mengembalikan kerugian negara.
“Ya, mereka masih bisa mengajar, tapi wajib lapor."
"Kami juga sudah tembuskan surat penetapan tersangka ke Dinas Pendidikan Provinsi dan Gubernur untuk langkah administratif selanjutnya,” ucap Slamet.
Namun bagi orang tua siswa, keadilan belum sepenuhnya ditegakkan.
Mereka berharap, Kejaksaan Negeri Kota Cirebon benar-benar mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
"Kami hanya ingin keadilan. Jangan sampai anak-anak kami kehilangan haknya hanya karena kelicikan orang dewasa,” kata Haris.
Baca juga: Nasib 3 Tersangka PIP di SMAN 7 Cirebon, Dinonaktifkan oleh Dinas Pendidikan

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.