Polemik Tambang Pasir di Cirebon

Jeritan Pekerja Galian C Argasunya Cirebon: Sudah Menganggur, Anak Mau Sekolah, Solusinya Gimana?

Penutupan galian C di kawasan Kelurahan Argasunya, Kota Cirebon berdampak langsung terhadap kehidupan ratusan pekerja

|
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Tribuncirebon.com/Eki Yulianto
PEKERJA GALIAN C - Agus Wawan, salah satu pekerja yang terdampak dari penutupan galian c di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto


TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Penutupan galian C di kawasan Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, pasca tragedi longsor yang menewaskan dua pekerja, berdampak langsung terhadap kehidupan ratusan pekerja yang menggantungkan hidup dari aktivitas tersebut.


Puluhan pekerja mendatangi kantor Kelurahan Argasunya, Senin (23/6/2025), untuk menyampaikan keluhan mereka dan meminta solusi konkret dari pemerintah setempat.


Agus Wawan, salah satu pekerja yang terdampak, mengaku sudah tidak memiliki penghasilan sejak lokasi galian ditutup.


“Ya saya sudah nganggur semenjak kejadian longsor itu."

“Makanya saya datang ke sini sama teman-teman, karena gimana, gak ada pemasukan sama sekali. Ke sini tuh ngeluh, solusinya gimana,” ujar Agus, kepada media di halaman kantor kelurahan, Senin (23/6/2025). 

Baca juga: Breaking News: Datangi Kantor Lurah, Ratusan Pekerja Galian C Argasunya Cirebon Minta Solusi


Menurutnya, meski para pekerja sadar akan risiko pekerjaan di lokasi galian, namun kebutuhan ekonomi memaksa mereka untuk tetap bekerja.


“Harapannya ya bisa dibuka lagi galiannya atau solusi lain yang sekarang-sekarang ini."


"Meskipun tahu resikonya, daripada gak makan, gak ada pemasukan. Jadi harapannya bisa bekerja lagi, solusi enak lah,” ucapnya. 


Ia menjelaskan, jumlah pekerja yang terdampak bukan hanya puluhan, tetapi bisa mencapai ratusan orang, termasuk sopir, tukang ngeruk, pemilik kendaraan, hingga pekerja pangkalan.


“Kalau seprofesi saya di galian C Argasunya, ada banyak ratusan orang. Sudah menggantungkan hidupnya di galian ini,” jelas dia.


Keluhan serupa juga disampaikan oleh Suhedi, pekerja lainnya yang mengaku sudah lebih dari tiga dekade bekerja sebagai pengangkut pasir dan batu.


“Ya kami datang ke kantor Kelurahan Argasunya ini merasa keberatan lah jika galian C itu ditutup."


“Jadi saya sebagai perwakilan kuli, saya mohon kepada pemerintah Kota Cirebon, khususnya Kelurahan Argasunya, untuk aktivitas galian dibuka kembali,” kata Suhedi.


Menurut Suhedi, dampak penutupan galian sangat dirasakan, apalagi menjelang tahun ajaran baru yang membutuhkan banyak biaya untuk kebutuhan anak sekolah.


“Anak-anak kami ingin memasuki tahun ajaran baru, ingin sekolah, otomatis butuh biaya. Walaupun sekolah SD sampai SMP gratis, tapi tetap butuh uang jajan."


"Kalau tidak dikasih uang jajan, anak-anak gak mau sekolah,” ujarnya.


Ia berharap, pemerintah tidak hanya mempertimbangkan sisi legalitas dan risiko galian, tetapi juga memikirkan solusi jangka pendek bagi pekerja yang terdampak.


“Soal galian C itu ilegal dan membahayakan, kami ini sudah 25 sampai 40 tahun bekerja di sini."


"Kami juga sudah tahu risikonya, tapi sekarang sudah seminggu gak ada penghasilan. Solusi pemerintah gimana?” ucap Suhedi.


Bagi warga yang mayoritas berpendidikan rendah dan tidak memiliki keterampilan lain, wacana alih profesi dinilai bukan solusi instan.


“Meskipun solusinya alih profesi, mungkin bisa saja. Tapi kan membalikan telapak tangan, butuh proses."


"Nah ini, solusi jangka pendeknya seperti apa? Apalagi alih profesi apa? Kami kebanyakan masyarakat di sini secara SDM jujur tidak punya skil,” jelas dia.


Suhedi menyebut, sistem kerja di galian juga dilakukan secara manual dan hasilnya sangat terbatas.


“Saya Suhedi, sudah bekerja sebagai muat mobil itu hampir 35 tahun. Sistem penggalian di sini juga pakainya manual (pakai pacul), butuh waktu 2-3 hari buat memenuhi 1 rit. Nah satu rit, pendapatan saya Rp 100 ribu,” katanya.


Pekerja berharap keluhan mereka bisa diteruskan oleh Kelurahan Argasunya ke Pemerintah Kota Cirebon agar aktivitas galian dibuka kembali atau ada solusi nyata yang bisa menyelamatkan mata pencaharian warga.


Seperti diketahui, Ratusan pekerja tambang pasir galian C mendatangi kantor Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon, Senin (23/6/2025).


Mereka meminta solusi konkret dari pemerintah atas penutupan lokasi tambang yang selama ini menjadi sumber utama mata pencaharian mereka.


Pantauan Tribun di lokasi, para pekerja sudah berkumpul sejak pagi dan memadati halaman kantor kelurahan.


Mereka diterima langsung oleh Lurah Argasunya, Mardiansyah, didampingi Ketua LPM, Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan perangkat kelurahan lainnya.


Audiensi digelar di salah satu ruangan kantor kelurahan, dengan menghadirkan perwakilan pekerja.


Sementara ratusan lainnya menunggu di luar sambil membawa harapan akan dibukanya kembali aktivitas tambang.


“Kami datang ke kantor Kelurahan Argasunya ini merasa keberatan jika galian C ditutup."


"Saya mohon kepada pemerintah, khususnya Kelurahan Argasunya, untuk menyampaikan aspirasi kami agar aktivitas galian dibuka kembali,” ujar Suhedi, salah satu perwakilan pekerja galian saat diwawancarai media, Senin (23/6/2025). 


Suhedi mengaku telah bekerja selama 35 tahun di lokasi tersebut dan menggantungkan hidupnya dari hasil menggali pasir secara manual.


Ia menyebut, saat ini para pekerja sudah menganggur hampir sepekan tanpa penghasilan, terlebih saat kebutuhan meningkat menjelang tahun ajaran baru sekolah.


“Ekonomi sekarang susah. Anak-anak mau masuk sekolah, butuh biaya. Sekolah memang gratis, tapi uang jajan? Kalau anak gak dikasih uang jajan, mereka gak mau sekolah. Ini PR pemerintah juga,” ucapnya.


Ia juga menanggapi pernyataan soal bahaya dan ilegalnya galian C tersebut.


“Kami sudah tahu resikonya, karena sudah puluhan tahun kerja di sini. Tapi ketika sudah ditutup, solusinya apa? Kalau disuruh alih profesi, ke mana? Kami kebanyakan tamat SD saja jarang."


"Ini bukan soal kami saja, kami perjuangkan juga untuk masa depan anak-anak kami,” jelas dia. 


Sementara itu, Lurah Argasunya, Mardiansyah mengatakan, bahwa pihaknya hanya bisa menampung dan menyampaikan aspirasi warga ke pemerintah kota.


Ia pun menjelaskan, bahwa penutupan galian sudah berlangsung sejak lama, terlebih pasca peristiwa longsor yang menewaskan dua pekerja tambang.


“Ya, saya atas nama keluarga besar Kelurahan Argasunya bersama Ketua LPM, Babinsa, Bhabinkamtibmas menerima aspirasi warga hari ini."


"Perihal penutupan galian, memang sudah ada spanduk larangan sejak kejadian longsor yang menewaskan dua orang dan bahkan jauh sebelumnya,” kata Mardiansyah.


Ia membenarkan, bahwa sekitar 150 pekerja datang dalam aksi tersebut sebagai perwakilan.


Diperkirakan, ada sekitar 500 orang yang menggantungkan hidup dari aktivitas galian C.


“Tadi kami sampaikan kepada warga, agar menunjuk perwakilan untuk menyampaikan aspirasi yang akan kami teruskan ke pimpinan atas."


"Mereka juga menanyakan, kalau alih profesi, ke mana arah profesinya. Karena pekerja galian ini beragam, dari tukang gali, tukang angkut, calo pasir, sampai yang punya mobil,” ujarnya.


Diketahui, Pemerintah Kota Cirebon telah menutup lokasi pertambangan pasir galian C di Kelurahan Argasunya pasca peristiwa longsor di Blok RT 2 RW 10, Kedung Jumbleng, pada Rabu (18/6/2025) pagi.


Peristiwa tersebut menyebabkan dua orang pekerja, Riyan dan Dani, tertimbun material longsor.


Wali Kota Cirebon, Effendi Edo, yang turun langsung ke lokasi menyatakan, bahwa tambang tersebut sudah lama dilarang karena membahayakan.


Namun, masih ada warga yang nekat beraktivitas.


“Kita sudah berulang kali melarang karena berbahaya."


"Tapi warga masih curi-curi. Ke depan, kita sepakat ini aktivitas ilegal dan harus ada tindakan tegas. Akses masuk ke lokasi juga akan ditutup,” ujar Edo.

 

 

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved