Longsor di Gunung Kuda Cirebon

Longsor Gunung Kuda Cirebon, Tangisan Aam di RSUD Arjawinangun dan Anak 4 Tahun yang Kehilangan Ayah

Korban Rino diketahui memiliki anak yang masih berusia empat tahun. Ia merupakan warga Desa Cikalahang, Dukupuntang.

Penulis: Adhim Mugni Mubaroq | Editor: taufik ismail
Tribuncirebon.com/Adim Mubaroq
KELUARGA KORBAN - Aam, bibi dari Rino, salah satu dari 14 korban meninggal akibat longsor di area tambang batu Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, Jumat (30/5/2025). 

Laporan Kontributor Adim Mubaroq

TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Sejak Jumat tengah hari hingga larut dini hari Sabtu, Aam bagaikan pohon yang tak bergeming di tengah badai, menunggu dengan sabar di depan RSUD Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat. 

Hampir 13 jam 30 menit air matanya menetes, menahan luka yang dalam menanti kabar keponakannya, Rino Ahmadi bin Wahyudin, 28 tahun.

Korban merupakan warga Desa Cikalahang, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon.

Sejak pukul 10.30 WIB, Aam menunggu kepastian mengenai Rino yang menjadi korban di area tambang batu Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukupuntang, Kabupaten Cirebon, yang longsor pagi itu, Jumat (30/5/2025). 

Saat pintu ruangan pemulasaran jenazah terbuka, Aam berdiri, berharap melihat wajah Rino.

Dan saat pintu tertutup, harapannya runtuh, hanya tangis yang tersisa.

Kabar duka akhirnya datang. Rino dipastikan meninggal dunia. 

Rino menjadi salah satu dari 14 korban longsor yang tutup usia.

Sementara empat lainnya terluka, dan delapan orang belum diketemukan.

Mendengar kabar itu, tangis Aam semakin pecah. Suaranya yang parau hampir tak terdengar, hanya kata-kata penuh air mata.

“Dia anak baik, tulang punggung dan perhatian pada keluarga," ucap Aam, sembari mengusap air mata dengan kerudung hitam yang membalutnya. 

Yanuar, adik Rino, berdiri di samping Aam.

Wajahnya pucat, matanya sembab. Dia tahu, kakaknya adalah segalanya bagi keluarga, tulang punggung yang selalu bisa diandalkan.

Sekarang, Rino pergi meninggalkan seorang istri yang masih mencoba tegar, dan seorang anak kecil yang masih berusia 4 tahun, terlalu kecil untuk kehilangan ayah.

Larut malam itu, suasana di rumah sakit seperti lautan duka.

Ambulans satu per satu datang dan pergi, lampu merahnya berkedip di lorong sempit, seakan menandai perpisahan yang tak terhindarkan.

Isak tangis keluarga korban lain bersahut-sahutan, menjadi lagu duka yang terus bergema.

Pukul 00.10 WIB, Sabtu dini hari, jenazah Rino akhirnya dimasukkan ke ambulans.

Aam diiringi tangisan dengan sigap melangkah masuk bersama dua saudara lainnya.

"Semoga Allah SWT menerima dia di sisi-Nya,” katanya pelan, suaranya tenggelam di antara deru mesin ambulans.

Dini hari itu, ambulans perlahan melaju, lampunya berkedip memecah sunyi.

Di dalamnya, Aam duduk di tengah mobil ambulan, memeluk erat kenangan bersama keponakan yang kini telah pergi.

Meski hatinya hancur, Aam berusaha menyimpan sisa sukacitanya dalam kenangan indah tentang Rino, senyum hangatnya, suara ramahnya, dan perhatian yang selalu ia berikan kepada keluarga.

Kehilangan yang dirasakannya bukan sekadar duka, tapi juga rasa syukur pernah memiliki Rino dalam hidupnya.

Baca juga: Keluarga Korban Longsor Gunung Kuda Cirebon Dijamin Hidupnya, Pemprov Siapkan Logistik & Modal Usaha

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved