Kasus Dugaan TPPO

Kronologi Wanita di Indramayu Jadi Korban TPPO ‘Pengantin Pesanan’, Dinikah Siri Oleh Pria China

SBMI mengungkap kronologi wanita Indramayu yang menjadi korban dugaan perdagangan orang modus mail order bride atau pengantin pesanan

|
Tangkapan layar video viral
KORBAN DUGAAN TPPO - Korban dugaan TPPO modus pengantin pesanan saat meminta tolong dipulangkan kepada Presiden Prabowo Subianto lewat rekaman video 

Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Handhika Rahman

TRIBUNCIREBON.COM, INDRAMAYU - Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mengungkap kronologi wanita warga Indramayu yang menjadi korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus mail order bride atau pengantin pesanan.

Korbannya bernama Sugi Purnamawati (31) warga Desa Jambak, Kecamatan Cikedung, Kabupaten Indramayu.

Ia dinikahkan dengan seorang laki-laki warga negara China pada 6 Desember 2024 lalu. Usai menikah secara sirih, ia dibawa ke negara tirai bambu tersebut.

Belakangan, janji-janji yang sebelumnya diimingi kepada korban diketahui tidak kunjung direalisasikan, bahkan korban diperlakukan kurang baik oleh suami sirihnya.

Korban pun sangat berharap dirinya diselamatkan dari negara China dan meminta tolong kepada Presiden Prabowo Subianto lewat rekaman video yang ia buat.

Baca juga: Wanita di Indramayu Jadi Korban Dugaan TPPO ‘Pengantin Pesanan’, SBMI Ungkap Modus Pelaku

Ketua Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Cabang Indramayu, Akhmad Jaenuri mengatakan, kasus tersebut berawal saat korban mendapat DM TikTok dari akun si dalle yang tidak dikenal pada 5 Agustus 2024.

“Setelah bercakap-cakap, akun TikTok si dalle kemudian menanyakan status dan menawarkan pernikahan dengan pria warga negara China yang orang tuanya memiliki saham di salah satu perusahaan di Indonesia dan menjanjikan keluarganya akan dijamin,” ujar Jaenuri kepada Tribuncirebon.com, Rabu (5/2/2025).

Jaenuri mengatakan, kemudian pada 4 Oktober 2024, akun tersebut dan korban saling bertukar nomor WhatsApp. Akun itu juga memperkenalkan nama aslinya sebagai Tami.

Pada 28 November 2024, perekrut yang mengaku bernama Tami itu kembali menghubungi korban. 

Ia kala itu mengabari tengah dalam perjalanan menuju Indramayu dan berniat mempertemukan korban dengan warga negara China bernama Caifanglei.

“Kemudian sesudah bertemu sore harinya pulang ke Jakarta lagi dan katanya menginap di salah satu apartemen di Jakarta, berselang tiga hari Tami dan pria warga negara Cina bernama Caifanglei datang kembali untuk memastikan pernikahannya dan sambil menyerahkan uang mahar sebesar Rp 45 juta,” ujar dia.

Lanjut Jaenuri, uang itu kemudian dipotong Rp 5 juta untuk Tami dan sisanya sebesar Rp 40 juta untuk biaya pernikahan.

Selanjutnya pada 6 Desember 2024, korban menikah secara sirih dengan pria China tersebut. Pernikahan berlangsung di rumah orang tua korban.

Selesai akad nikah, korban dibawa ke Jakarta, mereka tinggal selama 3 hari di sana.

Pada 27 Desember 2024 suami sirih korban pulang ke negara China. Besoknya, korban juga diminta untuk menyusul.

“Setelah Sugi Purnamawati berada di negara China sudah satu bulan lebih tidak diberi nafkah dan hanya diberi buat beli sayuran setiap harinya itupun dimakan berdua,” ujar dia.

Baca juga: BKPSDM Catat Ada 2 Orang yang Mendaftar Seleksi Terbuka Sekda Majalengka, Ini Sosoknya

Jaenuri mengatakan, setiap korban meminta uang untuk dikirim ke keluarga di kampung halaman sebagaimana yang dijanjikan, namun tidak pernah diberi oleh suaminya.

Ia justru harus terus melayani suaminya meski dalam keadaan sakit, jika menolak korban dimarahi dan diusir.

Korban juga diancam jika pulang ke Indonesia harus membayar uang sebesar Rp 55 juta.

Jaenuri menyampaikan, dari kronologi tersebut, SBMI menyimpulkan Sugi Purnamawati menjadi korban TPPO modus pengantin pesanan, tujuannya untuk eksploitasi seksual. 

Kasus ini pun sudah dilaporkan SBMI ke Polres Indramayu untuk menindak perekrutnya. Termasuk melapor ke Kemenlu untuk upaya pemulangan korban kembali ke Indonesia.

“Kami melaporkan Pasal 4 Undang-Undang Rl No. 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan TPPO dan Undang-Undang Rl no 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (HAM),” ujar dia.

Sumber: Tribun Cirebon
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved