PLTU 2 Kanci Didemo
Breaking News, Ratusan Warga Demo di PLTU 2 Kanci Cirebon, Ini Tuntutannya, Didampingi Hercules
Ratusan warga melakukan demo di PLTU 2 Kanci Cirebon pada sore hari ini.
Penulis: Eki Yulianto | Editor: taufik ismail
Laporan Wartawan Tribuncirebob.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON - Ratusan warga menggelar aksi unjuk rasa di depan gerbang Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU 2 Kanci yang terletak di Jalan Pantura, Kecamatan Astanajapura, Kabupaten Cirebon, pada Rabu (6/11/2024) siang.
Mereka menuntut pihak PLTU mengganti rugi tanah milik warga yang kini berada di dalam area proyek pembangkit listrik tersebut.
Pantauan Tribun di lokasi menunjukkan massa yang didominasi oleh ibu-ibu dari lima desa di Kecamatan Astanajapura masih berkumpul di depan gerbang.
Aksi ini juga didukung oleh organisasi kemasyarakatan Gerakan Rakyat Indonesia Baru (GRIB).
Akibat aksi unjuk rasa tersebut, arus lalu lintas di sekitar lokasi menjadi tersendat, terutama pada jalur yang menuju Jawa Tengah.
Pihak kepolisian terpaksa menutup satu lajur, sehingga kendaraan yang hendak melintas harus bergantian menggunakan jalur berlawanan arah.
"Kami mewakili masyarakat yang terzalimi oleh mereka (PLTU) dan akan terus berada di sini bahkan sampai esok hari," teriak seorang orator dari atas mobil komando seperti dikutip Tribun, Rabu (6/11/2024).
Situasi sempat memanas ketika warga berusaha mendekati gerbang PLTU untuk masuk ke dalam area tersebut.
Namun, barikade berlapis yang dibentuk oleh kepolisian berhasil menahan laju massa, sehingga aksi dorong-mendorong tak terhindarkan antara aparat dan pengunjuk rasa.
Setelah negosiasi yang cukup alot, perwakilan warga akhirnya diperbolehkan memasuki area PLTU untuk melakukan mediasi.
Perwakilan tersebut didampingi Ketua Umum GRIB, Hercules, serta kuasa hukum yang pernah mendampingi Pegi Setiawan dalam kasus Vina Cirebon, Nicholas Kilikily.
Aksi ini menunjukkan betapa mendesaknya tuntutan warga terhadap PLTU, yang hingga kini belum memberikan kepastian soal ganti rugi tanah mereka.
Massa pun masih menunggu warga yang melalui mediasi di depan gerbang pintu masuk PLTU tersebut.
Kuasa hukum warga, Insank Nasrudin mengungkapkan, bahwa mediasi antara pihak warga, PLTU, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta beberapa pihak terkait telah berlangsung, namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
Menurutnya, BPN masih mempermasalahkan keautentikan sertifikat tanah warga, meskipun sertifikat-sertifikat tersebut merupakan produk yang mereka terbitkan sendiri.
“Pertemuan tadi sudah disepakati, salah satunya pihak BPN akan melakukan pengecekan autentik, meskipun kami melihat mereka tidak tegas."
"Ada dua sertifikat yang jelas merupakan produk mereka, tetapi mereka masih dalilkan perlu pengecekan fisik. Ini menjadi ironis,” ujar Insank kepada wartawan, Rabu (6/11/2024).
Insank mengapresiasi langkah Polresta Cirebon yang akan turun tangan melakukan investigasi langsung ke BPN.
Pihaknya menduga ada upaya penghilangan data dari BPN terkait kepemilikan tanah masyarakat di area PLTU.
“Sudah terungkap bahwa ada data yang dihapus oleh BPN."
"Pertanyaannya, apa yang dihapus itu menyangkut hak masyarakat?” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyoroti adanya dugaan permainan mafia tanah dalam kasus ini, di mana transaksi terkait kepemilikan tanah warga dipertanyakan.
"Kami menduga ada permainan kompromi di antara oknum-oknum institusi ini."
"Dari 200 hektare tanah yang belum diganti rugi, pemiliknya sekitar 300 orang dari lima desa di Kecamatan Astanajapura,” ujar dia.

Head of Communication Cirebon Power, Yuda Panjaitan menjelaskan bahwa PLTU II Cirebon dibangun di atas lahan milik negara yang disewa dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Menurutnya, peran perusahaan hanyalah sebagai penyewa lahan untuk pembangunan pembangkit listrik.
"Kami berpegang pada dokumen negara sebagai dasar pembangunan pembangkit ini sejak awal," ujar Yuda saat diwawancarai selepas aksi unjuk rasa, Rabu (6/11/2024).
Dari total 195 hektare lahan yang digunakan, Yuda menyebut bahwa 185 hektare adalah milik KLHK, sementara PLTU hanya memiliki sekitar 10 hektare.
Mengenai klaim dari warga, Yuda menegaskan bahwa permasalahan tersebut lebih tepat ditujukan kepada KLHK sebagai pemilik lahan.
“Kalau ada klaim atas tanah KLHK, seharusnya itu disampaikan ke kementerian."
"Kami di sini hanya sebagai penyewa,” ucapnya.
Terkait mediasi yang sudah berjalan, Yuda menyebutkan, diskusi dengan warga dan perwakilan organisasi masyarakat (ormas) berjalan baik, meskipun belum menemukan titik temu.
Pertemuan berikutnya direncanakan dalam skala lebih kecil untuk memastikan diskusi yang lebih fokus.
"Kami akan terus berdiskusi untuk memastikan data dan fakta yang valid terkait klaim warga," ucap dia.
Baca juga: Dampak dan Tantangan Pensiun Dini PLTU Demi Tercapainya Net Zero Emission
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.