Sisi Lain Seni Berokan di Cirebon, Sering Dijadikan Alat Usir Keburukan Saat Dapat Rumah Baru
Selain dikenal sebagai kesenian tradisional hiburan di masyarakat, kini Seni Berokan juga kerap dijadikan sebagai alat usir keburukan
Penulis: Eki Yulianto | Editor: Mutiara Suci Erlanti
Laporan Wartawan Tribuncirebon.com, Eki Yulianto
TRIBUNCIREBON.COM, CIREBON- Selain dikenal sebagai kesenian tradisional hiburan di masyarakat, kini Seni Berokan juga kerap dijadikan sebagai alat usir keburukan saat mendapatkan rumah baru.
Hal itu disampaikan seorang pelaku Seni Berokan asal Desa Lungbenda, Kecamatan Palimanan, Kabupaten Cirebon, Ahmad (38), Senin (28/8/2023).
Menurut pria yang sudah dua tahun terakhir menggeluti kesenian asli dari daerah pantai Utara (Pantura) termasuk Cirebon itu, bahwa Ahmad kerap mendapatkan job kesenian berokan yang tak hanya di atas panggung.
Melainkan, mendapatkan panggilan ke rumah baru warga yang ingin ditempati.
Baca juga: Melihat Seni Berokan Cirebon yang Hampir Punah, Terkesan Seram Tapi Dianggap Bisa Sembuhkan Penyakit
"Jadi saya gak hanya pentas di acara-acara tradisi adat, hajatan pernikahan, tapi ke rumah warga yang sering disebut ruwatan," ujar Kang Amok, sapaan akrabnya.
Ruwatan sendiri merupakan salah satu upacara dalam kebudayaan Jawa yang ditujukan untuk membuang keburukan atau menyelamatkan sesuatu dari sebuah gangguan, termasuk menempati rumah baru.
Seseorang atau sesuatu yang telah diruwat diharapkan mendapat keselamatan, kesehatan, dan ketenteraman kembali.
"Seringnya dipanggil di daerah Indramayu, meski di Cirebon pernah tapi lebih banyak di Indramayu," ucapnya.

Dalam proses ruwatan itu, kata Ahmad, ada sejumlah ritual yang harus dijalankan, baik dari pemilik rumah maupun dirinya.
Pemilik rumah harus menyediakan berbagai macam sesajen, seperti berbagai macam buah-buahan, air tujuh rasa, buah kelapa dan menyan.
Sementara, Ahmad akan didampingi oleh pawang yang ketika terjadi hal-hal tidak diinginkan, bisa diantisipasi.
"Lalu warga atau pemilik rumah juga harus berdoa dulu begitu, seperti tawasulan dan lain-lain."
"Nanti di sana, saya akan menari mengikuti gerakan berokan," jelas dia.
Nama berokan sendiri diambil dari kata barokah. Sekilas, berokan mirip seperti barongsai.
Dari cerita Ahmad, kepala berokan yang terbuat dari kayu identik seram dengan bentuk yang khas.
Berokan yang dimilikinya menggambarkan tiga sosok binatang, seperti macan, ikan kambing bahkan buaya.
Sedangkan tubuhnya, terbuat dari karung goni atau kini diubah menjadi lebih modern lewat kain sutra untuk menutupi pemainnya.
Berokan ini buntut yang lancip. Adapun yang menjadi unik, berokan ini juga memiliki suara.
Pemainnya menggunakan semacam pluit yang terbuat dari bambu atau plastik untuk menimbulkan suara berokan.
Suara dari berokan itu biasanya berisikan sebuah nasihat perihal kebaikan.
Dalam memainkan Seni Berokan, pemainnya menggerakkan gerakan seperti menjilat badan dan kaki, menengok ke kiri dan kanan, mengatup-ngatupkan mulut, dan lain sebagainya.
Ketika beraksi, seni berokan ini juga diiringi kesenian musik tradisional yang berasal dari beragam alat musik, mulai dari dogdog, kecrek dan kening dua bilah (saron).
Di rumahnya yang juga terdapat Sanggar Nusa Indah, Ahmad memperlihatkan sejumlah berokan berbagai ukuran yang biasa digunakan dalam pentas.
Jika ukuran besar digunakan sebagai jubah pertunjukannya, namun yang kecil untuk dijual dengan minat yang masih lumayan di masyarakat.
"Saya punya banyak kostum berokan, baik yang digunakan untuk pentas maupun dijual lagi yang ukuran kecil."
"Kalau dijual harganya Rp 50 ribu per biji, saya buat sendiri sama anggota sanggar seni saya yang dinamakan Sanggar Nusa Indah," ujar Ahmad, Senin (28/8/2023).

Ahmad sendiri masih kerap menampilkan seni berokan di berbagai macam acara.
Seperti tradisi adat, hajatan, bahkan ulang tahun.
Kesenian berokan saat ini dikenal sebagai hiburan, dibanding dulu digunakan untuk syiar agama Islam.
Selain itu, kesenian berokan saat ini juga masih dipercaya bisa menyembuhkan penyakit melalui doa-doa yang dipanjatkan di air yang dibawa oleh masyarakat.
Air yang biasanya diwadahi botol itu didoakan oleh berokan, ditambah memberikan beras sebanyak setengah kilogram sebagai bentuk bayaran kepada berokan.
"Kebanyakan di event-event ngunjung buyut, tradisi adat, tapi semua juga bisa, kaya hajatan pernikahan, sunatan dan ulang tahun."
"Seni Berokan ini diwariskan kreasi dari Mbah Kuwu sangkan atau Pangeran Cakrabuana dalam penyebaran agama Islam, kala itu."
"Tapi sekarang, selain hiburan, beberapa orang masih percaya dengan doa-doa air yang dibacakan oleh Berokan."
"Contoh kemarin ketika lagi ngamen di wilayah Cirebon, ada orang yang minta alamat mau datang ke sini. Mau bikin air berokan gitu."
"Orang yang minta didoakan, biasanya nyodorin air putih sama beras. Air putih untuk dibawa pulang setelah didoakan, beras sebagai transaksi pengganti uang begitu," ucapnya.
Ahmad menyampaikan, bahwa di tengah perubahan zaman dengan banyaknya kesenian yang lebih modern, membuat Seni Berokan kini nyaris punah.
Sepengetahuan dirinya, kini hanya segelintir orang saja yang masih mempertahankan tradisi, baik untuk pertunjukan maupun hanya sebatas ngamen memperoleh penghasilan.
"Redup ya kalau sekarang mah, soalnya setahu saya ya mungkin perubahan zaman ya."
"Sekarang masih ada, cuma jumlahnya sepertinya berkurang dibanding dulu tahun 90-an di mana masih mudah ditemukan kesenian berokan ini."
"Saya sendiri sudah 2 tahun terakhir khusus berokan, kalau kesenian lain sudah lama, semacam musik-musik," jelas dia.
Alasan Ahmad masih mempertahankan kesenian tradisional itu, yakni dirinya kini memiliki penghasilan tambahan di tengah profesi utamanya sebagai pedagang.
Selain itu, ia juga ingin terus mewarisi kesenian berokan ke para anggota sanggar yang masih muda.
"Saya terjun menggeluti Seni Berokan sendiri awalnya saya gak sengaja lagi sama teman bertemu yang mana dia punya galeri berokan."
"Saya beli tuh, awalnya gak tahu saya buat apa, pokoknya saya beli saja."
"Pas di simpan di sanggar lama nganggur gak terpakai lah ada setengah tahun, terus saya memberanikan diri untuk ngamen."
"Awalnya saya gak punya keahlian soal berokan, ngamen saja dipakai sambil jalan-jalan gitu."
"Nah, berhubung lambat laun sambil ngamen, saya ketemu sama pengamen berokan asli, sudah sepuh, orang tetangga desa."
"Nah ketemu, akhirnya saya diajarkan lah cara main yang benar, saya juga dikasih terompet yang bunyinya toet toet."
"Akhirnya saya bisa tuh, kalau guru tidak ada, pokoknya belajar otodidak. Saya kalau ngamen berdua saja sama teman, pakai alat musik seadanya," katanya.
ReSalt House, Inovasi Garam Botol Plastik di Pesisir Cirebon, Teknologi Sederhana, Manfaat Besar |
![]() |
---|
Canggih! Alat Water Treatment BPBD Cirebon Bisa Ubah Air Kotor dan Air Laut Layak Dikonsumsi |
![]() |
---|
Bandar Narkoba Asal Gegesik Diciduk di Kesambi Cirebon, Polisi Temukan Sabu, Ganja Hingga Ekstasi |
![]() |
---|
Alibi Pelaku Modus Pura-pura Ditabrak di Cirebon, Ngaku Salah Sasaran Kejar Mobil Lain |
![]() |
---|
Heboh Oknum Guru Diduga Lecehkan Murid, DPRD Kabupaten Cirebon Siap Turun Tangan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.